Bab 02 Cinta!

17.2K 1.2K 5
                                    


BAB 02
CINTA

“Kamu kapan balik lagi ke Jakarta?” Pertanyaan Bimo itu membuatku menghela nafas. Belum juga ada satu hari aku di sini. Bimo sudah menanyakan hal itu. Saat ini aku sedang duduk di teras, di rumah kontrakan yang di sewakan Bella untukku. Rumah ini terlalu kecil atau memang di daerah sini tidak ada rumah yang ada halamannya. Lingkungan padat penduduk, kebanyakan digunakan untuk kost-kostan. Tadi saja saat Salman mengajakku ke sini aku sedikit tak percaya.

Kenapa perusahaan menyewakan rumah yang sangat kecil? Hanya ada satu kamar, ruang tamu dan kamar mandi yang juga kecil. Panas lagi karena tidak ada ac di dalamnya.
Apalagi di daerah yang di sebut Salman jalan Mataram ini memang padat penduduk. Menuju rumah kontrakan ini saja, aku harus melewati sebuah gang yang sempit dan jalanan menurun. Terus melewati pemukiman penduduk yang sangat padat. Tidak di pungkiri memang, wilayah ini sangat strategis sebagai tempat kost-kostan. Karena letaknya yang ada di belakang Malioboro. Tempat yang menjadi ikon kota Yogya, Malioboro. Bisa ditempuh hanya dalam 10 menit jalan kaki. Tentunya ini menjadi wilayah yang sangat potensial. Tapi sayang, rumah-rumahnya terlalu berdekatan. Rumah milik Bu Dibyo inipun langsung menghadap ke jalan sempit. Dan tidak mempunyai halaman.

“Ini juga baru nyampe kan Bim. Kan aku bilang paling lama 3 bulan. Kalau penjualan di sini meningkat, aku baru bisa balik lagi ke Jakarta.”

Kubenarkan dudukku. Untung saja teras di sini ada sebuah kursi yang terbuat dari kayu. Sehingga membuat aku bisa bersantai dan mencari udara segar, daripada di dalam rumah yang tidak ada Acnya itu.

“Aku gak bisa nunggu Fan. Kita harus nikah. Mamaku udah ngejar-ngejar aku buat jodohin ama temennya mama.

Tapi aku maunya kamu Fan.”
Hatiku menghangat mendengar ucapan Bimo di ujung sana. Dia memang cinta sejatiku.

Selama ini dia memang selalu memperjuangkan hubungan ini. Bimo yang termasuk dari kalangan atas. CEO perusahan terkenal juga, awalnya aku juga ragu. Siapalah aku yang hanya seorang leader di perusahan tempatku bekerja. Tapi itu tidak menjadi masalah buat Bimo. Dia mencintaiku dengan tulus.

Masih teringat dengan jelas dimana saat aku dan Bimo bertemu untuk pertama kali. Dia sedang belanja di salah satu mall di Jakarta. Dan aku sedang mengunjungi salah satu SPG yang bertugas di salah satu supermarket yang ada di mall tersebut.

Dia melihatku saat aku keluar dari supermarket dimana dia sudah selesai membayar di kasir. Dia langsung mengajakku kenalan begitu saja. Tentu aku tersanjung. Bimo yang berpenampilan perlente. Dengan jas, dan sepatu bermerk. Dandanannya memang layaknya eksekutif muda. Dengan rambut rapi, dan senyum menawan itu. Aku langsung tertarik. Apalagi sikap Bimo kepadaku sangat baik dan ramah.

Dua bulan melakukan pendekatan kepadaku. Dan tak gentar saat aku hanyalah karyawan yang lebih rendah daripada kedudukannya di perusahaannya. Dua bulan yang makin manis dengan berakhir ajakan untuk pacaran. Dan itulah. Aku terpesona dengannya. Aku mencintainya. Selama 5 tahun ini, Bimo tidak pernah bersikap brengsek.
Ok. Kami memang selayaknya orang berpacaran. Ciuman, pelukan, tapi hanya sebatas itu. Aku masih waras untuk tidak melakukan tindakan di luar norma dan agama. Tapi entahlah sejak beberapa bulan yang lalu. Tepatnya saat mamanya Bimo mengirimkan sinyal kalau beliau tidak menyetujui aku. Bimo mulai berulah. Tiap ada kesempatan, dia selalu mengajakku lebih dari ciuman. Dia ingin bercinta dan menghamiliku. Sungguh gila.

“Aku juga maunya kamu Bim.” Akhirnya aku menatap jalanan yang ada di depan rumah. Gang kecil yang di lewati motor tiap 5 menit sekali. Berisik dan itu membuat aku langsung beranjak dari dudukku. Lebih baik aku masuk ke dalam kamar.

“Aku pingin ke sana nyusul kamu Fan. Tapi aku masih sibuk di sini.”

Kututup pintu rumah dan menguncinya. Lalu mematikan lampu yang ada di ruang tamu. Melangkah untuk menyibak tirai yang memisahkan ruang tamu dan ruang tengah, dimana kamarku ada di bagian ruangan ini. Membuka pintu kamar dan langsung masuk ke dalamnya. Tubuhku lelah.

“Ya udah Bim, nungguin aku sampai Jakarta lagi habis itu..” Aku segera melangkah menuju ranjang single yang tersedia. Aku tidak terbiasa sebenarnya berada di atas ranjang sempit. Tapi mau bagaimana lagi, hanya inilah yang aku dapat.

“Habis itu aku hamilin kamu ya?”

Ucapan Bimo membuat bulu kudukku merinding. Aku seperti akan di ajukan ke meja persembahan. Kurebahkan tubuhku di atas kasur yang untungnya empuk. Seprai di bawahku terasa dingin. Pertanda selama ini memang sudah sangat lama tidak di tiduri.

“Bim..” Kutelan ludahku saat kini menatap langit-langit kamar. Di atas sana ada bercak kecoklatan. Sepertinya noda karena air hujan. Hal itu membuat hatiku makin muram. Kuhela nafasku sekali lagi.

“Gak bisa apa kita bujuk mama kamu lagi. Aku bisa memohon kepada mama kalau aku..” Mencoba taktik terakhir. Yaitu membujuk adalah salah satu senjataku selama 5 tahun ini. Tapi semuanya sepertinya mustahil. Mamanya Bimo memang tidak suka padaku karena aku bukan dari kalangan atas seperti keluarganya.

“Enggak Fan, mama itu udah gak suka sama kamu. Jadi jalan satu-satunya ya hamil dulu baru bisa kita nikah.”
Ucapan Bimo menghujam ulu hatiku. Aku memang sudah tua, tidak muda lagi. 5 tahun lagi juga usiaku sudah 40 tahun. Dan termasuk perawan tua. Mama sudah menyerah untuk mengejar-ngejarku segera menikah. Tapi sekarang aku yang takut sendiri.

Bagaimanapun juga aku harus segera menikah. Dan aku sudah cinta mati kepada Bimo hanya Bimo. Siapa juga yang mau kehilangan calon suami potensial seperti dirinya. Bimo yang tampan dan juga kaya.

“Ya udah terserah kamu ajalah Bim. Aku nurut.” Akhirnya aku mengucapkan itu. Kalau memang itu yang terbaik harus aku lakukan.
“Aku sayang kamu Fan. Udah tidur gih, udah malam juga. Bye sayang.”

“Bye.” Hatiku terasa sangat berat mengucapkan salam perpisahan. Kumatikan ponselku dan kuletakkan di atas bantal di sampingku. Aku putus asa. Hidupku makin suram sepertinya.

Kupejamkan mata saat Bimo sudah tidak menelepon. Kepalaku berdenyut kencang. Aku memang bukan orang yang baik, dalam artian aku masih dari kata baik menurut agama. Tapi aku juga bukan wanita yang dengan mudahnya melakukan hal sekotor itu. Sampai usiaku setua inipun aku masih takut dosa. Meski aku dan Bimo sudah lama berpacaran, tapi kami hanya sebatas cium dan pelukan. Tidak lebih. Aku yang selalu menolak, karena aku tahu sekalinya kita melanggar norma itu, maka kita akan terjerumus ke dalamnya. Dan sekarang batinku bergolak bisakah aku melakukan itu dengan Bimo. Meski untuk masa depanku?

Suara gelak tawa membuat aku kesal. Kuambil bantal di sampingku dan segera menangkupkan di atas telingaku. Sebelah rumah yang aku sewa ini memang kost-kostan. Yang aku tahu, jam segini mereka juga masih asyik bercanda. Dan itu makin membuat kepalaku terasa begitu pening. Haruskah aku menjalani kehidupan yang memuakkan seperti ini? Kapan aku bisa kembali ke Jakarta?

Bersambung

Ini ada 40 part setelah di panjangin pokoknya banyak salman ama faninya deh

NIKAH YUK!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang