Love at First Sight, But Not Now!!!

58 17 19
                                    

Seperti yang tertuang pada kata pengantar, Rohimat adalah sosok pria yang tampan, gagah, berkulit sawo matang, tinggi dan mempunyai lesung pipi yang akan membuat para gadis terpesona. Pria asal Betawi dan masih mempunyai garis keturunan Arab adalah seorang hafidz yang memiliki suara yang merdu, semakin membuat anak gadis di kampung Ganda Asem tempat ia tinggal klepek-klepek.

Mamat tidak pernah menggubri gadis-gadis tersebut. Meski sebagian besar ada yang mempunyai tekad besar untuk menembak Mamat secara langsung, seperti Siska.

"Bang, Siska suka sama Abang. Siska mau Abang jadi pacar Siska, Abang mau kan?" terang perempuan cantik berambut panjang ala-ala iklan shampo di televisi.

"Aduh, gimana yak? Maaf Siska, bukannya Abang nolak. Cuma kalau untuk sekarang kayaknya mah Abang gak bisa nerima cintanya Siska, gak apa-apakan?" jawab Mamat tergagap sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

Mendengar jawaban Mamat, yang ternyata sama seperti cerita teman-temannya. Siska memajukan bibirnya merah karena dempulan lipstik itu segera meninggalkan Mamat, yang masih menggaruk kepalanya dan tersenyum aneh mengantarkan Siska pergi.

Bukan hanya Siska, sudah ada banyak anak gadis yang mencoba mendekati Mamat. Berbagai macam cara mereka lakukan untuk menarik perhatian Mamat, namun kerap selalu gagal. Karena Mamat selalu saja dapat menghindar, seperti belut di empang miliknya.

***

"Darimana aja lu Mat, gini hari baru pulang? Udah solat djuhur belom lu?" tanya Emak yang sedang melipat baju di bale.

"Eits, untuk urusan solat mah kagak usah ditanya Mak! Always on time, selalu ...." jawab Mamat sambil memonyongkan bibirnya hampir lima senti.

"Terus lu darimana?" tanya selidik memaksa Mamat untuk menjawab layaknya seorang penjahat yang sedang diinterogasi.

"Ehm. Anu. Aaa ... abis ketemuan Mak, sama Siska. Hehe," sahut Mamat sambil cengengesan.

"Hah, Siska anaknya Pak Maung?"

"Iya, Mak. Emang siapa lagi?"

"Abis ngapain lu ketemuan berdua ama dia? Lu kagak apa-apain kan?" Emak semakin penasaran, ia melepaskan baju yang ada ditangannya, kemudian menghampiri Mamat yang masih berdiri mematung di depan pintu. Dan menarik Mamat sampai ke tempat asalnya tadi, kemudian memasang wajah serius menunggu jawaban anak lelaki semata wayangnya.

Emak tahu pasti siapa Siska, karena dia adalah anak orang terpandang di kampung Ganda Asem, Pak Maung. Pak Maung tidak segan-segan menghampiri oramg yang sudah mengganggu bahkan menyakiti anak gadisnya. Ia akan menyuruh anak buahnya untuk menghakimi orang tersebut, meski sebenarnya anak gadisnya lah yang salah.

"Ya ilah, Mak. Emang Mamat mau ngapain sih? Tu anak masih utuh kok,  masih tetep cantik seperti sedia kala, rambutnya juga masih kinclong, kayak iklan di tipi entu Mak."jawab Mamat sekenanya.

"Bukan gitu, Mat. Gua mah takut aja kalau lu kenapa-kenapa, lu tau sendiri kan Pak Maung orangnya kayak gimana? Gua mah kagak pengen ampe keilangan lagi orang laki yang gua sayang, Mat." seru Emak yang tiba-tiba meneteskan airmata.

"Yah ... Mak, kenapa jadi melow begini sih? Pan Mamat juga kagak kenapa-kenapa, Mak. Kalaupun emang Pak Maung ngomel nanti, Mamat pasti bisa jaga diri kok! Dan Mamat pastikan kalau Emak engga akan keilangan Mamat," Mamat memeluk Emak yang tengah bersedih, memikirkan hal yang sebenarnya belum tentu terjadi.

***

Maemunah, anak dari Pak Haji Somad. Hafidzah sekaligus seorang guru ngaji, perempuan yang sudah membuat jantung Mamat bedegup kencang. Perempuan yang sudah mengambil hatinya sejak masa remaja dulu, dan perempuan yang selalu Emak impikan menjadi calon istri anak perjakanya. Mamat selalu mengingat masa-masa dimana Maemunah sudah membuat dunianya berguncang, berputar-putar seperti komidi putar yang membuat pusing sekaligus ingin nambah, saat masih sekolah di SMP At-Taqwa.

Buk ...

"Aduh," teriak anak perempuan yang memakai hijab putih itu, terkejut terkena bola sepak yang tidak sengaja menjatuhkan buku-buku ditangannya.

"Lu kalau main bola bisa main yang bener gak sih?" hardiknya.

Mamat menghampiri anak perempuan itu, yang ternyata adalah anak baru pindahan dari pesantren. Ia terkesima melihat anak perempuan itu, menatapnya hingga ia terbawa dalam angan. Dalam pandangannya anak perempuan itu seperti seorang bidadari bersayang yang mengenakan hijab, disinari cahaya putih, dan bunga-bunga bertebaran menghujaninya perlahan. Hingga ...

"Woiii ...!" Anak perempuan itu mengejutkan Mamat, dan membangunkan Mamat dari mimpinya.

"Nama lu sapa? Kenalin nama gua Rohimat alias Mamat. Jadi nanti, kalau lu manggil gua jangan panggil gua 'woi', tapi panggil gua Mamat," gaya sok cool Mamat, ia mengambil bola yang berada tepat di bawah kaki anak perempuan itu dan berjalan jauh membelakanginya.

"Anjir, gaya gue udah cool belom ya tadi? Gua harap tu cewek bisa terpesona ngeliat gaya gua tadi" ucap Mamat dalam hatinya yang kegirangan engga jelas.

Hari berganti dengan tahun, kini mereka sudah sama-sama dewasa. Masa dimana mereka sudah memikirkan masa depan. Demikian pun dengan Mamat, yang masih bingung mencari pekerjaan.

"Mat, Mamat!!!" teriak Sobri dari kejauhan, ia berlari mendekati Mamat.

"Apaan sih? Lu lari kayak di kejar ama anjing aja?" tanya Mamat menjawab teriakan Sobri yang kini merangkul pundaknya.

"Bentar, gua napas dulu .... Jadi gini, lu udah dapet kabar belom dari PT. Anonim?" tanya Sobri, Mamat mengerutkan dahinya.

"Itu loh, perusahaan yang dulu pernah kita datengin waktu awal-awal kita lulus wisuda. Inget kan?" jelas Sobri

"Ooo, iya gua inget, kenapa?"

"Kita dipanggil Mat, besok katanya kita berdua disuruh dateng kesono. Jam 8 pagi kita udah harus nyampe sono Mat, awas jangan ampe telat. Kalau telat, ilang lagi impian lu buat nikahin Munah," ledek Sobri mengingatkan sahabatnya itu. Kemudian berjalan meninggalkan Mamat.

"Alhamdulilah, akhirnya gua bisa nepatin janji gua sama Munah. Juga bisa ngebahagiain Emak." Mamat mengusap mukanya mengucapkan sukur dari dalam hatinya.

Mamat kemudian kembali pulang ke rumah, dan melupakan perintah Emak beli odol dan garem di warung Bu Jojo.

Esok paginya Mamat sudah tampak rapi dan ketampanannya semakin terpancar, bak pemain film India ia bertolak pinggang kemudian merapikan rambutnya dan kemudian membetulkan kemejanya.

"Makkkk, Mamat pergi dulu yak," teriak Mamat pada Emak yang sedang sibuk menggoreng pisang goreng.

Emak berlari kecil menyahut seruan anaknya, "Iya, lu pergi dah yak. Hati-hati di jalan. Semoga entu kerjaan bisa lu dapetin. Tapi,"

"Tapi kenapa Mak?"

"Tapi ganti dulu sendal lu ama sepatu napa, masa iya lu kerja pake sendal?" perintah Emak.

Sesudah itu, ia kemudian menyalakan motor Supra pembelian Emak. Tak lama,

"Assalammualaikum, Munah," sapa Mamat

"Wa'alaikum salam Abang. Abang mau kemana?"

"Mau nyari berlian, Munah. Biar abang bisa menepati janji ke Munah,"sahut Mamat

"Janji yang mana ya Bang?"

Mamat terdiam mendengar ucapan Maemunah.

"Hehehe, iya Abang. Munah inget kok. Ya udah sana Abang berangkat, hati-hati dijalan yah. Biar selamet, dan kita bisa manggung di pelaminan nanti." ucap Maemunah yang membuat Mamat semakin bersemangat.

Bersemangat untuk segera dapat melamar cinta pertamanya, yang tidak pernah mau di ajak untuk pacaran.

#BASAGITACHALLENGE
#BASAGITAMINICHALLENG1.0

BASAGITA MINI CHALLENGE 1.0Where stories live. Discover now