"Seperti itu kah sikapmu padaku?" Katanya sambil menjepit kedua pipiku dengan sebelah tangannya.

Mataku berkaca-kaca saat melihat amarah di bola matanya. Aku tidak bisa berkata apa-apa seakan tatapan amarahnya mengunci setiap kata-kata.

Di mengusap lembut rambut emas ku tanpa melepaskan cengkeramannya dari pipiku. "Sayang, kau harus mandi." Katanya lalu mengendong tubuhku dan membawanya ke kamar mandi.

Tubuhku yang lemah di dudukannya di atas toilet, aku menepis tangannya saat ku tau dia ingin membuka pakaianku. Dia mengacak rambutnya frustasi kemudian ia keluar dan menutup pintu kamar mandi dengan keras.

Ada apa dengan pria itu, sikapnya berubah-ubah. Terkadang ia bersikap baik dan terkadang ia berlaku kasar.

"Tuan.." panggilku beberapa kali, aku sudah selesai membersihkan tubuhku. Beberapa kali aku memanggil namanya tapi ia tidak kunjung datang dan kembali menggendong ku.

Aku tidak menyangka ternyata ia menyiapkan pakaian dalam wanita dan sebuah minidress berwarna peach di atas wastafel. Tanpa ragu aku menggunakannya.

"Nyonya apa anda sudah selesai?" Suara seorang wanita sambil mengetuk pintu.

"Sudah". Ujarku dari dalam.

Wanita itu pun membuka pintu kamar mandi, jika dilihat dari penampilannya pasti wanita itu adalah pelayan atau lebih tepatnya dia adalah asisten rumah tangga pria itu.

Mungkin wanita itu tau jika aku tidak bisa berjalan, terlihat sekali dari awal dia sudah berancang-ancang untuk menuntun ku berjalan.

Aku duduk di depan meja rias, dan wanita itu menyisir rambutku, dan merias wajah ku.

"Kalau boleh tau siapa namamu?" Tanyaku.

"Kate, nyonya". Jawabnya dengan nada agak takut.

Tidak ada perbincangan lebih antara kami, wanita sekitar 30 tahunan itu sangat telaten dalam melakukan pekerjaannya. Ia memoleskan make up dengan teliti. Aku tau pasti pria itu yang menyuruhnya.

"Kate, jika aku boleh bertanya kenapa tuan mu membawaku kesini?" Tanyaku berharap jawaban yang ingin sekali kudengar.

Kate menghentikan tangannya yang sedang memoleskan lipstik di bibirku. "Maaf nyonya, aku tidak bisa menjawabnya".

Aku memegang kedua tangan Kate,"tidak apa tolong beritahu aku. Terlebih lagi jika kau bisa membantuku kabur dari tempat ini".

Wajah Kate terlihat memucat mendengar perkataan ku. "Ma-maaf nyonya, saya permisi, jika anda butuh sesuatu silahkan panggil saya".

Kate segera pergi meninggalkanku yang masih duduk di depan cermin. Ada apa dengan wanita itu? Mengapa raut wajahnya setakut itu padaku terlebih lagi saat aku meminta bantuan untuk bisa kabur dari sini.

Tidak perduli aku harus bisa keluar bagaimanapun caranya. Ku coba gerakan kedua kakiku, walaupun masih terasa lemas tapi beruntung aku bisa menggerakkan sedikit kakiku. Ku pegang erat-erat meja rias didepan ku dan menjadikannya sebagai tumpuan. Perlahan aku bangkit dan mencoba berjalan perlahan.

Seiring kakiku bergerak justru kakiku semakin terasa melemah, sampai akhirnya tubuhku ambruk dengan kepalaku membentur sisi ranjang. Sakit, aku merasa sangat pusing. Ku pegangi pelipis ku yang rasanya amat sakit dan perih, na'asnya kulihat tetesan darah di lantai, itu berasal dari keningku.

Pintu kamar terbuka dengan keras, ku lihat Willis berlari kepadaku. Dia terlihat sangat khawatir dan dengan cepat ia membuka kemeja yang ia kenakan lalu menempelkannya di keningku.

"Apa yang kau lakukan!?" Katanya di lanjutkan dengan berteriak pada dua pelayan wanita di belakangnya, Willis menyuruh mereka untuk manggil dokter.

Dia mengangkat tubuhku ke atas ranjang. Wajahnya masih terlihat panik, berkali kali dia mengguman mengatakan 'maafkan aku sayang'

Dokter pun datang dan memeriksa lukaku, ingin rasanya aku memberi tahu jika aku di culik lalu di kurung di tempat ini, tapi setelah melakukan itu pasti aku akan kehilangan lidahku.

Dokter itu pergi dengan meninggalkan beberapa obat oles dan obat minum padaku. Ya, mungkin sekarang aku akan memanggil pria itu dengan namanya. Willis duduk di sampingku, menciumi punggung tanganku dengan lembut. Apa dia khawatir padaku?

Tidak lama dia sudah berteriak memanggil nama pelayan wanita yang tadi membantu ku, Kate. Kate datang tergesa-gesa dengan wajah pucat pasi, karena nada bicara Willis sangat terlihat marah, lagi pula kenapa dia marah pada Kate? Apa salah wanita itu?

"Kau yang tadi bersamanya kan?" Tanya Willis, dengan ragu di angguki oleh Kate.

"I-iya tuan".

"Kenapa dia bisa sampai jatuh?" Tanya Willis dengan penuh amarah.

Jangan katakan jika Willis ingin menyalahkan Kate? Tidak! Wanita itu tidak bersalah melainkan aku yang ceroboh.

"Regard, cepat cambuk wanita jalang itu sampai sore menjelang". Perintah Willis pada pria bertubuh besar yang dari tadi sudah berdiri siaga di depan pintu kamar.

Kate berkali kali meminta maaf kepadaku dan Willis, tapi tidak sedikitpun dihiraukan Willis, Willis hanya mengelusi rambutku. Aku tidak akan membiarkan karena kesalahan yang aku perbuat orang lain yang harus menanggung akibatnya.

"Tolong ampuni dia, kumohon". Ujarku pada Willis, tetap sama dia tidak menghiraukan ucapan ku.

Terlihat pria bernama Edgar sudah mengelus cambuk dan bersiap menyambuk Kate di depanku.

Tarrr...

Suara cambuk terdengar saat sudah menyentuh punggung Kate. Aku tidak tahan melihat raut kesakitan di wajah Kate. Beberapa kali aku meminta Willis mengehentikan itu tapi dia tidak menghiraukan ucapan ku.

"Sayang ampuni dia". Kataku pada akhirnya.

Willis nevil terdiam dan menatapku dalam, "barusan kau bilang apa?" Wajahnya terlihat kaget.





To be continued....

Sorry bgt ya aku ubah alur ceritanya 😂 karena aku merasa cerita yang kemarin Sangat tidak layak. Semoga kalian lebih menyukai yang ini 🙄

Vote!!!

My Plot Twist.Donde viven las historias. Descúbrelo ahora