● Chapter 3 ● Run ●

37 3 0
                                        

Taehyung menatap langit yang terlihat cerah hari ini. Setelah seharian utuh berlari tanpa arah dan pada akhirnya, ia kembali menemukan pagi. Taehyung sedikit panik ketika melihat begitu banyak noda darah mengotori tangan dan pakaiannya, berusaha melenyapkan merah pekat dengan air seadanya.

Tubuhnya bergetar hebat, matanya merah dan berair - sungguh - setelah sekian lama menjadi seorang yang pemberani, kali ini ia benar - benar takut.

Ia ingin menyebut Tuhan dalam setiap nafasnya yang terasa berat dan berdo'a, tapi sekali lagi ia hanya bisa menangis dan berfikir apakah Tuhan masih menganggapnya pantas.

Tidak. Hyung dan teman - temannya tidak pernah mengajarkannya untuk berbuat nekat seperti ini. Lalu? Kenapa? Apakah karena DNA ayahnya yang kurang ajar itu?

Sialan.

Menyebut kata ayah dalam benaknya hanya menambah rasa pahit dalam diri.

"Hyung."

Seseorang diujung sana mengatakan serentetan kata kekhawatiran, dan Taehyung hanya tersenyum kecut mendengar bahwa kakak perempuannya tengah mencarinya sekarang.

Tangannya meremas ponsel putih bernoda merah dengan erat. Bibir pucatnya terlihat kering walau ia berkali - kali menjilatnya untuk menetralisir rasa takut yang menyesakkan.

"Aku benar - benar ingin bertemu denganmu.."

Taehyung menarik nafasnya yang terasa berat,

"Hyung."

Ya. Kali ini Taehyung benar - benar ketakutan.

Yoongi menatap teman - temannya dan tersenyum menenangkan. Saat ini, ia tahu sebagai salah satu anak yang paling tenang dan dewasa diantara yang lain, ia tidak boleh bersikap sembarangan dan menambah beban teman - temannya.

"Kita bisa lari."

Dan untuk kesekian kalinya, Namjoon menghela nafasnya - sungguh, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ditatapnya kelima sahabatnya yang terlihat kebingungaan. Yah, setidaknya bukan ia saja yang berfikir keras kali ini.

"Aku tidak merasa bahwa meninggalkan Taehyung adalah pilihan terbaik, jadi-"

"Kita tidak akan pernah meninggalkan Taehyung." Yoongi memotong perkataan Seokjin dengan cepat, memberikan penekanan dalam setiap kata yang ia ucapkan, "Tidak masalah jika kita harus pergi, toh kita akan baik - baik saja dimana pun itu."

Ponsel Yoongi bergetar - dan Yoongi terhenyak menatap nama yang terpampang jelas dihadapannya. "Aku akan menjawab ini sebentar."

Dan Jungkook menatap heran hyungnya, menggigit bibirnya - khawatir. Jelas terlihat, ponsel itu tidak menampakkan nama siapapun di layarnya.

Ponsel itu mati.

"Lari?"

"Liburan. Kita akan liburan."

Taehyung mengerutkan dahinya, kebingungan. "Lalu bagaimana dengan pekerjaan kalian?"

Namjoon mengedikkan bahunya, "Kalau aku sih, sudah bosan saja. Pelanggan disini tidak terlalu menyenangkan."

"Yoongi hyung?"

"Kalau kau mau tahu, aku ini selalu menyetorkan pekerjaanku lewat e-mail, jadi tidak ada masalah bagiku."

"Laundry?"

"Aku sudah bilang pada para pelanggan kalau kita akan tutup untuk waktu yang cukup lama," Seokjin memandang adiknya lembut - dengan sedikit rasa bersalah yang muncul sepersekian detik.

"Tapi-"

"Kau benar - benar cerewet. Sudahlah. Kita berangkat 1 jam lagi, jadi cepat pergi temani Seokjin hyung membeli makan. Untuk pakaian ganti, kami akan mengurusnya." Yoongi memukul tengkuknya pelan, "Ah, ponselku mati."

Menghembuskan nafasnya yang terasa berat - sedikit lelah, Taehyung berdiri dan memalingkan wajahnya yang memerah.

Dengan langkah tenang yang dibuat - buat, Taehyung berjalan mengikuti kakak tertuanya sembari menggigit bibirnya yang bergetar kuat. Sungguh, ia tak mengerti - bahwa ada saja manusia yang mau membawa lari seorang pembunuh seperti dirinya ini.

Jungkook hanya diam dan menatap keempat temannya yang tengah berlarian kesana kemari menyiapkan apa yang mereka butuhkan untuk liburan kali ini. Kali ini, ternyata benar bahwa ia membutuhkan kemampuan itu.

Taehyung berjalan menuju kamar mandi terdekat, meninggalkan Seokjin sendirian dengan barang belanjaan yang cukup banyak. Menatap sekitar - seperti takut ketahuan - Seokjin mengambil sebuah barang yang menarik perhatiannya beberapa hari terakhir.

Ia menemukannya disaat seorang gadis menjatuhkan benda itu di dekat stasiun kereta api tempat ia dan teman - teman biasa berkumpul. Karena penasaran, Seokjin memutuskan untuk membaca isinya sampai akhir lalu mengembalikan pada pemiliknya.

Terlihat sebuah buku diary berwarna pink pucat yang memuat begitu banyak tulisan dan gambar - gambar kecil yang membingungkan. Berfikir dengan keras, apakah ia harus melanjutkan apa yang telah ia pilih - atau kembali dan menerima apa yang seharusnya ada?

Seokjin menggelengkan kepalanya kuat, tangannya memegang secarik kertas berisikan lukisan burung yang terbang keatas dengan tinta hitam yang cukup berantakan - mungkin karena burung itu terbang dengan kecepatan penuh.

"Kita bisa coba lagi," Seokjin menatap lukisan itu penuh harap, "Untuk semuanya - agar menjadi lebih baik."

"Ayo, hyung."

"Ayo."

Yoongi menatap belasan pesan yang tidak dibalasnya, membuatnya sedikit tertekan hari ini. Ya, hari ini.

Yoongi menatap piano upright kesayangannya, dan tersenyum pahit mengingat ia akan kesulitan bertemu dengannya nanti - jadi ia memutuskan untuk menitipkan piano itu pada salah satu kerabatnya di Daegu.

"Karena aku menyayanginya, bahkan untuk mengeluhkan keadaan semacam ini pun aku terlalu malas," Yoongi memainkan melodi - melodi abstrak untuk menemani hatinya yang tengah bimbang. 

"Hyung."

"Jeon Jungkook. Biasakan untuk mengetuk pintu sebelum masuk, mengerti?"

"Bawel, ah."

"Hari ini kita berangkat, ya?" Jungkook mendudukkan dirinya disamping Yoongi, menyandarkan kepalanya yang sedikit pening. 

"Kenapa? Kamu tidak rela?"

"Kalau bersama - sama, aku tidak masalah. Tapi, kita akan lari kemana?"

"Entahlah. Kurasa, kita akan benar - benar jadi traveller sekarang. Mimpimu terwujud, kan?"

Jungkook terkekeh pelan, benar juga. Beberapa tahun yang lalu, sempat terbesit dalam pikirnya untuk menjadi seorang traveller, toh uangnya lumayan banyak. Dia juga bisa bekerja apa saja. Tapi, seluruh hyung - nya melarang, tentu saja. Siapa sangka, sekarang mereka bisa berkeliling dunia bersama?

Post : 25/2/2018

ButterflyWhere stories live. Discover now