Chapter 1 : Ambition

Mulai dari awal
                                        

Mata Leron terbelalak. Telinganya panas. Nafasnya memburu.

56.790 jiwa tak bersalah mati di tangan robot? Yang benar saja? Leron mendengus sambil menggelengkan kepala. Tangannya tidak henti mengganti channel TV untuk mencari berita baru mengenai perang robot.

Di malam yang sunyi ini, Leron terduduk di kasurnya. Pikirannya kacau. Sebagian dari jiwanya memberontak.

Leron sangat tidak rela kalau perang ini harus terjadi. Walaupun dia sama sekali tidak terlibat, tapi kecintaannya terhadap teknologi membuat dia gemas sendiri.

Teknologi bukan untuk saling menyakiti.

Teknologi bukan untuk melampiaskan keegoisan.

Teknologi hadir untuk membantu, menghadapi, dan menyelesaikan masalah manusia guna membuatnya lebih instan. Itu saja.

Leron berdiri lalu melangkahkan kaki menuju ruangan tempat dia bereksperimen. Ruangan ini dilengkapi berbagai komputer berperforma tinggi dan alat-alat lain dari perusahaan robot milik ayahnya.

Musik EDM yang ternyata masih eksis dari sejak 2015 silam, melatari suasana ruangan yang notabenenya penuh dengan peralatan canggih. Dia menyalakan komputer lalu mulai bereksplorasi hal-hal yang menjadi kesukaannya.

Ponselnya berdering di tengah kelap-kelip lampu keyboard. Leron meraihnya seraya menempelkannya di telinga.

"Ya, Leron di sini." Katanya dengan tatapan fokus ke layar monitor.

"Apa-apaan! Kau mau meniru gaya ucapan si pelayan restoran tadi sore?" Jawab seseorang yang menelpon Leron.

"Hahaha, tidak tidak. Aku hanya sedang mood untuk bercanda."

"Aneh."

"Hmmm, ada apa, Archi? Tumben sekali kau menelponku malam-malam begini?"

Ya, dialah Archi; salah satu sahabat dekat Leron.

"Wah, kau berlebihan. Ini baru jam sembilan. Bagi anak SMA sepertiku, jam segini masih senja."

Leron bergidik. "Terserah kau saja."

"Aku dapat info dari ayahku, bila kau ingin tahu."

"Info? Info apa?"

"Info apa lagi kalau bukan tentang..."

"Perang robot?"

"Benar!"

Seolah mendapat kejutan, batin Leron terkesiap. Adrenalinnya meningkat pesat. Kabar ini membuatnya antusias mengingat ayah Archi bekerja di Kementrian Luar Negeri Indonesia.

Memang, Leron dan Archi mempunyai minat yang sama, yaitu perteknologian. Mereka benar-benar mempelajari seluk beluk teknologi apapun yang menurut mereka menarik untuk ditelusuri. Tentu saja, perang robot adalah hal yang patut mereka pikirkan lebih lanjut.

Menyadari bahwa teknologi adalah sesuatu yang seharusnya menciptakan keajaiban akan instan dan berujung perdamaian, mereka sangat menentang perang. Alih-alih membuat dunia lebih baik, perang dengan memanfaatkan teknologi justru semakin memperburuk.

"Lantas, info apa yang kau dapatkan?" tanya Leron seketika.

Sesaat nyaris hening. Kemudian Archi membuka suara. "Rumor mengatakan, Rusia tidak ingin membantu China."

"APA? RUMOR MACAM APA ITU?" teriak Leron tiba-tiba.

"Hei! Aku tahu kau pasti tak terima, tapi usahakan jangan teriak. Suaramu yang lantang membuat telingaku pecah!"

"YANG BENAR SAJA! KALAU SEPERTI INI CHINA BISA KALAH TELAK!"

"Leron, telingaku masih berfungsi normal. Jangan teriak!"

RUN! Robots EverywhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang