Chapter 2: Ivander

13.5K 626 10
                                    

Edited. 

Gue menghela nafas dengan kasar. Hari pertama jadi murid di sini aja gue udah telat. Ini semua gara-gara Claudi, kalo aja dia ngga maksa minta nebeng ke gue, ngga bakal gue telat upacara gini.

Sebenernya ya, gue males banget sama yang namanya memulai sesuatu yang baru. Sekolah baru artinya temen-temen baru kan? Gue bukan tipe orang yang suka beramah-ramah di depan orang demi mendapatkan kesan baik di depan orang itu.

Munafik ngga sih orang kayak gitu tuh?

Lama kelamaan juga orang bakal nilai lo dari omongan orang lain lagi. Zaman sekarang tuh orang lebih percaya apa kata orang lain dan orang lain bakal selalu nyari-nyari kesalahan lo. Jadi, buat apasih lo berusaha biar keliatan baik di depan orang-orang yang baru lo kenal?

Emang sih, baik di depan orang baru itu bukan cuma sebatas biar dibilang baik sama orang itu, tapi bagian dari norma kesopanan juga. Tapi ya, orang-orang zaman sekarang tuh ngga bakal mikir kayak gitu.

Lo ramah ke orang baru dibilang SKSD, lo jutek ke orang baru dibilang ngga sopan.

Serba salah ngga sih?

Makanya gue milih sebisa mungkin mengurangi ketemu dan berinteraksi sama orang baru. Karena gue sadar, gue ngga bisa pura-pura tertarik buat kenalan sama orang dan bersikap baik ke dia.

Sorry to say, gue benci pencitraan.

Duh, maaf ya. Gue udah ngomel-ngomel aja tanpa ngenalin diri. Nama gue Vander, Christianus Ivander. Gue siswa kelas 10 di SMA Nusantara.

Seperti yang gue bilang tadi, hari pertama gue menjadi siswa SMA Nusantara diawali dengan keterlambatan gue ke sekolah. Padahal ya, gue tuh udah bangun dari jam 5 pagi, terus gue berangkat jam 6 pas. Tapi sialnya gue, adik gue tercinta—Claudi, minta nebeng ke sekolahnya.

Sekolah Claudi sama gue itu istilahnya kayak dari Sabang ke Merauke. Ujung ke ujung lah. Gimana gue ngga telat coba?!

Sialnya lagi, di SMA Nusantara ini sudah menyiapkan barisan khusus untuk orang-orang yang telat, Barisan ini barisan paling nikmat,. Kenapa? Soalnya matahari tuh tepat ada di depan komuk lo.

Kenapa sih matahari terik banget pagi-pagi gini? Terus juga kenapa itu pembina upacara ngomongnya lama banget? Kayak bakal didenger aja dia ngasih amanat panjang-panjang.

Gue menyeka peluh di dahi gue. Mata gue lurus memandang ke cewek yang berdiri tepat di depan gue.

Lagi panas gini dan dia keringetan tapi kok tetep wangi ya? Mana wanginya enak banget lagi.

"...gue capek banget ini. Pusing juga kepala gue, Del. Mataharinya bener-bener ada di depan mata gue ini," gue mendengar cewek ini ngomong ke temen di sebelahnya.

Halah, manja bener ini cewek.

"Manja banget sih jadi cewek."

Dia nengok ke belakang dan memandang gue. "Lo ngomong sama gue?"

Gue mendengus. "Lo pikir aja sendiri, cewek manja."

Dia membelalakan matanya. Keliatan banget kalo dia kesel. Lucu,batin gue. "Jangan asal ngomong kalo—"

"Berisik," potong gue. Setelah itu gue langsung pergi karena upacara udah selesai. Bisa jadi Vander panggang gue kalo masih di sini.

Ha ha ha, lucu banget lo Van.

Btw, cewek yang daritadi gue sinisin cantik juga.

***

Gue berjalan menuju kelas yang akan menjadi kelas gue selama setahun ini, 10-5. Semoga sih anak-anaknya seru.

Halah, mau seru mau ngga juga tetep aja gue mainnya sama Fian lagi Fian lagi.

Langkah gue terhenti di depan pintu bertuliskan "10-5". Gue membuka pintu itu dan memindai tempat duduk mana yang akan gue tempatin. Akhirnya mata gue terfokus pada tempat duduk nomor 3 dari depan dan di sebelahnya ada jendela.

Gue berjalan menuju meja itu. Di samping meja itu gue melihat ada cewek berdiri. Kayaknya sih dia mau duduk di situ.

Eh, itu kayak cewek yang tadi gue sinisin deh. Wanginya sama.

Gue menyeringai dan sebuah rencana tiba-tiba terbentuk di otak gue.

Gue menaruh tas gue di meja itu dengan sedikit bantingan sehingga menimbulkan suara dan gue mendorong sedikit tubuh cewek itu. Dia terbelalak dan memandang gue dengan tajam.

Gotcha! Dia cewek yang tadi gue sinisin pas upacara.

"Sorry, gue duduk di sini," gue langsung menarik bangku yang ada dan gue duduk.

Dia mengerjapkan matanya lalu menatap gue lebih tajam lagi. "Gue duluan yang duduk di sini!"

Gue menatap dia dengan malas. "Lo buta? Gue duluan yang naro tas di sini!"

Dia memberengut dan itu bikin dia makin keliatan lucu. "Ya tapi kan gue udah berdiri di samping meja ini duluan!"

Gue berdecak. Kocak ini cewek. "Heh cewek manja, emang dengan lo berdiri di samping meja ini, orang-orang bisa tau kalo lo mau duduk di sini?"

"Tapi kan—"

Gue langsung memotong ucapannya. "Berisik. Mending lo pergi dan cari meja lain. Kuping gue sakit denger suara lo," lalu gue memakai headset gue.

Dia bener-bener keliatan kesel. Keliatan banget dari cara dia ngehentakin kaki dan ekspresi di wajah dia itu kayak mau ngebunuh gue saat ini juga.

Gue mencoba tidak lagi mempedulikannya dengan asik mainin handphone gue. Sesekali gue nganggukin kepala biar keliatan kayak gue lagi dengerin lagu.

Padahal ya, gue ngga dengerin apa-apa dan gue cuma buka menu terus gue back lagi.

Tiba-tiba dia ngambil tas gue dan melemparkannya ke depan kelas. Suatu tindakan diluar perkiraan gue. Main-main nih cewek.

"APASIH MASALAH LO?!" gue membentak dia. Dia mundur selangkah dan nundukin kepalanya, kayak takut gara-gara gue bentak tadi.

"Gue mau duduk di sini!" teriaknya. Gila, lagi-lagi di luar perkiraan gue. Dia ngga takut gara-gara gue bentak tadi.

Akhirnya gue berdiri dari bangku gue lalu berjalan ke depan kelas buat ngambil tas. Gue lihat cewek itu akhirnya duduk di kursi gue tadi dan dia ngeliatin gue dengan senyum mengejek.

Gue berjalan ke arahnya. Awalnya dia biasa aja, menurut perkiraan gue sih dia mikir gue bakal duduk kalau ngga di depan dia ya di belakang dia.

Gue berdiri tepat di sebelah dia dan ngelempar tas gue ke meja sebelah tempat dia duduk. Dia langsung mendongakkan kepalanya dan memandang gue tapi ngga gue peduliin. Gue langsung duduk di sebelah dia.

"Loh loh loh?! Apa-apaan ini?!" dia mendorong gue menjauh. Gue cuma bisa tertawa dalam hati.

Gue menangkap tangan dia dan sedikit memegangnya dengan lebih keras. Bisa gue lihat dia meringis. "Lo mau duduk di sini kan? Gue juga mau duduk di sini. Biar adil, gue sama lo duduk di meja ini."

Lalu gue asik main HP lagi. Gue lirik cewek di sebelah gue, dia masih memandang gue dengan tatapan ngga percaya.

Hahaha, rencana gue sempurna.

[]

------------------------------------------------------------------------------------------

28-3-2017

The IceWhere stories live. Discover now