"Aaron maksud lo?" jawab gue dengan pertanyaan.
Lampu lalu lintas berubah menjadi warna merah, mobil Ka Andre berhenti di barisan paling depan jalan, "Iya mungkin, nah, dia tuh ya, songong abis Bel, kemaren ya, kan hari pemilihan untuk calon tim basket angkatan lo, dia tuh pamer banget pas kemaren, mentang-mentang lagi ada banyak cewek di sana,"
Sesuai pemikiran gue selama ini, Aaron itu tipe cowok yang sombong, pamer, cari perhatian, dan bukan sama sekali tipe gue.
"Eh kok diem aja? Jangan-jangan lo ngeceng dia dan merasa tersinggung? Atau mungkin lebih parah lagi, lo udah pacaran sama dia? Kenapa lo ga bilang-bilang ke gue?" tanya Ka Andre yang tingkah lakunya mirip banget sama Faksi Erudite di buku Divergent yang selalu penasaran terhadap semuanya.
"Hah? Lo ngomong apa sih bang! Dia sama sekali bukan tipe gue, dan ga mungkin gue suka sama dia," jawab gue blak-blakan.
"Hush, bentar lagi, gue yakin lo bakalan ngeceng dia, kayak di sinetron gitu deh, benci jadi cinta, ya gak?" ucap Ka Andre sambil memakirkan mobilnya di SMA Tunas Harapan.
Tapi,
Gue takut juga sih, gimana kalo misalnya gue bakalan suka sama Aaron? gimana kalo dia gasuka balik? gimana kalo gue mati karena patah hati kayak angsa-angsa? gimana?
Duh, imajinasi lo Bel, kemana-mana, ga mungkin.
Ga mungkin.
Atau mungkin?
Gue melihat lurus ke depan dan sebuah tangan bergerak cepat tepat di depan muka gue, tangan Ka Andre. "Eits, lo udah kaya robot aja deh masih pagi, lo kenapa sih?"
"Ga kenapa-napa," jawab gue sambil mengucek-ngucek mata gue,
"Udah ya, kita berpisah di sini," kata Ka Andre sambil mengacak-ngacak rambut gue.
"Kayak mau kemana aja," jawab gue sambil menggeleng pelan dan berjalan menuju kelas gue.
Semua orang di kelas gue menatap heran ke arah gue, ditambah, hari ini rambut gue digerai, keliatan beda banget kayaknya.
"Bella..?" tanya Sharon yang menatap heran gue.
"Iya ini gue," ucap gue sambil menaruh tas gue dan duduk membaca Insurgent, buku kedua dari trilogi Divergent.
"Lo, keliatan..........beda" kata Sharon sambil duduk di depan gue, tempat biasanya Aaron duduk.
Gue tersenyum miring ke kiri, "Aneh banget emang?"
"Engga sih, bagus menurut gue," jawab Sharon sambil melihat pembatas buku buatan gue sendiri.
Gue fokus membaca Insurgent sedangkan Sharon fokus dengan iPhone putihnya.
"Misi dong, ini tempat gue," seru suara berat yang ada di samping Sharon.
Aaron.
"Woles kek," ucap Sharon sambil berdiri dan berjalan ke arah tempat duduknya. Sedangkan Aaron duduk menghadap ke arah gue.
"Bella kan?" tanya dia sambil menurunkan buku yang sedang kubaca.
"Ya, kenapa?" jawab gue sambil mengambil pembatas buku dan menaruh di halaman 213, halaman terakhir yang gue baca, gue juga menutup bukunya dan menaruhnya di dalam tas.
"Accept Line gue dong," katanya sambil fokus kepada iPhonenya.
"Oh lo ngeadd gue? Bentar," jawab gue sambil meng-unlock iPhone gue dan membuka Line.
"Udah di accept," jawab gue.
"Oke, omong-omong, kacamata lo........ kemana?" tanyanya.
Gue mengambil ikat rambut karet dari plastik di tas gue dan mengikat rambut gue asal-asalan, "Hm, kemaren ada yang nabrak gue dan mecahin lensa kacamata gue, so, R.I.P My Beloved Glasses,"
YOU ARE READING
TRB [1] : Plot Twist
Teen FictionGue, adik dari kapten basket sekolah, gue bukan pendiem bukan juga cerewet, cuma cewe biasa yang ga sengaja kenal sama cowo yang luar biasa.
![TRB [1] : Plot Twist](https://img.wattpad.com/cover/16474276-64-k709102.jpg)