Setelah mengambil kue, Tama berpesan kepada Okta, "Jaga kuenya baik-baik". Okta dengan sebal menjawab, "Iya bawel".

Sebelum Tama menstater motornya, cowok itu memandang Okta, "Tidur lo lama, latian hibernasi? ". Okta seketika memerah dan menelan salivanya dengan susah payah.
...
Tama berhenti di depan rumah mewah dengan halaman yang luas. Okta bingung. Gadis itu mengira rumah itu adalah rumah gebetan Tama.

Aish semakin sakit saja hatinya. Okta mencoba merelakan Tama dengan cewek lain. Mencoba.
Tama memasuki rumah itu dan menuntunnya ke bagian belakang rumah itu.

Okta takjub melihat taman yang indah dengan dekor serba pink putih menghiasinya. Lengkap dengan bunga mawar merah di sekitanya.

Kalau tidak salah menebak, rumah ini besarnya 3x lipat dari rumah Okta. "Siapa yang dekor?" Tanya okta kagum. "Gue dong" Tama menimpali dengan bangga.

Tama menyuruh Okta duduk di bangku panjang sedangkan ia segera berlari ke dalam rumah. Setelah Tama keluar, nampak ia menutup mata seorang wanita yang di sinyalir umurnya tidak terpaut jauh dengan Tama. Sekitar dua tahun lebih tua.

Mungkin. 

Wanita itu sangat sempurna di mata Okta, kulitnya putih susu, rambutnya hitam panjang, badannya tinggi serta langsing. Itu badan yang di idam-idamkan setiap kaum hawa. Okta mulai berpikir bahwa nyatanya selera Tama memang tinggi.

Okta mah kalah jauh. Dia hanya gadis dengan kulit kuning langsat, agak pendek, dan memiliki lesung pipi yang menjadikannya tambah manis. Udah.

Ketika mata wanita itu di buka, terpancar rasa bahagia dalam mimik wajahnya. Wanita itu spontan memeluk Tama dan mencium pipinya, "Kamu romantis banget, ga berubah ya. Makasih udah nyiapin ini semua".

Wanita itu merasa hangat di pelukan Tama. Tanpa di sadari Tama, ada gadis lain yang mulai meneteskan air mata. Dada gadis itu seperti di bombardir oleh kenyataan pahit, tak ada senyum di bibirnya. Tangan dan kakinya gemetar tanpa sadar.

Tama membantu memakaikan kalung pada wanita itu. Kalung yang di pilih Okta-gadis yang menangis dalam diam.  Wanita itu hanya tersipu malu. Namun tiba-tiba ada telefon berdering.
"..... "
"Ya. Ok gue kesitu sekarang" di tutup telfon oleh wanita cantik itu, ia segera pamit kepada Tama dengan langkah agak bergegas. Tama mencoba membiarkan wanita itu pergi.

Okta tidak peduli. Nampaknya wanita itu juga tidak memperdulikan keberadaan Okta di sana. Okta pun segera menghubungi Maya untuk menjemputnya. Tak lupa ia meng-share location Maya dimana ia sekarang.

"Gue pulang Tam"
"Biar gue anter"
"Ga usah, gue mau pergi sama Maya"
"Ok, be careful"

Tama mengantar Okta sampai di pagar rumah itu. Ia memastikan bahwa Maya benar-benar menjemput Okta. Ia tak mau gadis itu kesusahan. Tanpa sadar Tama memang telah membuat gadis itu kesusahan sekarang.
Tak lama kemudian Maya memang datang.

"Duluan Tam" setelah pamit, Maya yang di boncengi Okta langsung meninggalkan rumah mewah itu. Tama merasa bahagia hari ini. Ia merasa Okta dapat di andalkan dan sangat berguna.

Wanita yang berulang tahun hari itu sangat menyukai kue dan hadiah kalung pemberian Tama. Sampai-sampai wanita itu berjanji untuk selalu memakai kalung itu.

"Ke mang udin dulu May" teriak Okta. Maya hanya mengangguk mengiyakan. Maya menebak okta sedang bahagia hari ini. Okta sering mengajak maya ke warung mang Udin saat ia sangat bahagia dan sangat sedih.

"Tunggu. Jangan bilang sekarang Okta lagi sedih, barusan kan dia habis ketemu Tama, tapi kenapa juga dia ga di anter Tama?" terka Maya dalam hati.

Ketika Maya menyuapkan bakso mang Udin ke mulut kecilnya, ia tercengang melihat tingkah teman karibnya, "Ebusetdah, lo kesurupan anak lampir yaa, stop. Lo bakal tipes kalo ngabisin sambel mang Udin. Lo ga mikir harga cabe mahal. Lo mau bikin bangkrut mang Udin ya. Terlalu lo". Okta berhenti menuangkan sambel ke mangkoknya setelah Maya menjerit minta mang Udin mengambil mangkok sambel itu.

"Lo ga tau jadi gue, Tama tu brengsek. Dasar cowok buaya, PHP, ga tau malu. Gue benci Tama. Benci. Pengen nglempar dia ke pluto tau gak. Hiks. Hiks. Ta ta Tama jahat, resek, brengsek." Okta terus menangis sambil memakan bakso mang Udin.

Maya yang agak lemot saat mencerna cerita,  berpikir sejenak, ketika ia tahu maksud Okta, "Ohh jadi si kutu kupret itu yang buat lo kek gini. Liat aja ntar, gue botakin rambutnya, gue ganggu hidupnya, gue gue gue bakar rumahnya. Eh rumahnya yang tadi kan?" tanya Maya dengan memasang wajah penuh selidik sambil terus mengunyah baksonya.

Okta yang di ajak bicara terus mengumpat dan memasukkan bakso ke mulutnya yang kecil hingga pipinya tampak menggembung. "Itu humah hepetan ama" jawab okta dengan mulut penuhnya.

"Apa? Ngepet? Siapa ta?" Maya salah tangkap dengan yang di bicarakan Okta. Okta segera melumat habis baksonya. Di pukul kepala maya dengan sendok okta, "Itu rumah gebetan Tama bego". Mendengar itu Maya hanya membulatkan mulutnya.

Padahal Okta yang tersakiti di sini,  tapi Maya yang heboh tak karuan. Maya menyilangkan sendok dan garpu sembari merutuki Tama. Ia tak rela melihat sahabatnya tersakiti.
Okta bingung harus sedih atau senang sekarang. Tidak salah mengajak Maya. Dengan kepolosan Maya, Okta bisa tertawa sekarang. Okta menertawakan Maya karena dari tadi ia terus ngedumel sambil menyiksa bakso-bakso yang tak berdaya itu.

Ia tak menyangka kalau Maya akan menangis sesenggukan karena ceritanya, Maya bahkan minta tambah es jeruk. Dua.
"Haha lo lucu"
"Kenapa lo, lo aneh. Ga nyangka Tama tu brengsek. Hiks. Hiks" timpal Maya sambil menyedot es jeruknya yang ketiga.

"Makasih udah jadi temen yang selalu ada. Yang bisa di andelin seneng sama susah May. Gue seneng punya temen gila kayak elo" peluk Okta. Maya seketika terdiam dan menatap Okta aneh. Maya bingung ia harus menangis bahagia atau menangis sedih.
.
Setelah mengantar Okta pulang, Maya langsung pamit pulang. Maya telah membuat perjanjian dengan mamanya untuk membantu memasak. Masakan mama Maya di jamin enak banget. Banget. Tapi jangan tanya bagaimana rasa masakan anaknya.

Pernah suatu hari Maya  membawa masakan mamanya ke sekolah. Tanpa di komando, selang waktu 7 detik perkedel yang ada di kotak makannya ludes. Semuanya minta tambah. Teman-temannya memohon agar di bawakan lagi. Kalau tidak salah itu hari rabu.

Hari kamisnya, Maya kembali membawa bekal, kali ini brownish yang nampak sangat menggiurkan. Sedetik lebih cepat, brownish itu habis. Namun setelah merasakan brownish itu, semua teman Maya muntah-muntah.

"Gila, lo bikin brownish penghancur manusia May" jerit Arko yang ada di luar kelas.
Esoknya, semua yang memakan brownish Maya tidak masuk sekolah karena sakit perut. Maya mengakui bahwa itu buatan tangannya, bukan mamanya.

Itu bukan brownishnya yang pertama kali di bawa ke sekolahan. Namun rasanya, di jamin tidak berbeda. Justru efeknya lebih parah.  Bahkan cowok tertengil di kelas itu, Daniel, sampai harus masuk rumah sakit.

Please, jangan punya niat nyobain brownish Maya ya. Bukan brownish aja, semua makanan buatan Maya. Jangan makan. Sayangi perutmu.

Semua orang yang baru melihat Maya pasti berpendapat bahwa ia adalah gadis imut, pendiam, polos, dan pintar. Namun teman sekelasnya tau Maya bagaimana. Tampang tidak menjamin sifat. Maya adalah anak dengan kemiringan otak yang lumayan parah, meskipun begitu ia adalah murid terpandai. Di bawah Tama tentunya.

Maya juga sangat jahil dan suaranya sangat mengganggu kenyamanan dan keamanan kelas. Jangan sampai gadis itu menyanyi bahagia. Atau penduduk sekelilingnya merasa terganggu saat itu juga.
🐚🐚🐚
Maafin kalo belum dapet feel yaa🙏🙏
Ini siapa yang mau jadi temenmya Maya? Whehehe

NOT todayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang