Chapter 2²

3.3K 277 127
                                    

Pastikan kalian sudah membaca Prince or Princess. Kisah Ren termulai dari sana.

Waktu menunjukkan pukul sembilan malam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Ren tengah sibuk mencari sosok Vier di setiap sudut kamar. Sudah lebih dari sepuluh menit gadis itu berkeliling, tapi tak lekas ditemukannya laki-laki bermanik safir itu. Aneh, gumamnya. Sejak afternoon tea tadi, Ren tak melihat laki-laki itu. Bahkan, saat makan malam pun tak dijumpainya.

Ren menyugar rambutnya lantas menghela napas lelah. Matanya mulai terasa luyu. Ia kembali menatap jam yang masih terus berpusing, lantas menyandarkan punggungnya pada pintu perpustakaan di dalam kamar Vier. Rencananya, Ren ingin meminjam buku, tapi lagaknya Vier amat sayang dengan buku-bukunya. Perpustakaannya terkunci rapat!

"Tugasku," desisnya sembari menatap pasrah lembaran soal yang belum sempat terisi oleh jawaban. Ren menggigit bibir. Membaca ulang soal yang berderet di atas selebaran itu. Semakin ia memikirkan jawabannya, semakin pening pula kepalanya itu. Tentang elemen penyangkal, pengikat, pelindung, barrier, ukh ... Ren mendesah. Materi macam apa itu?! Seingatnya, Mrs.Joey belum pernah menyinggung materi yang berhubungan dengan guardian.

Ren terdiam sembari memijit pelipisnya. Kepalanya mulai pusing. Dirinya sudah teramat lelah tuk menggarap soal dengan tingkat kesulitan selangit, tanpa buku referensi. Oh, ayolah! Di mana, Vier? Tugasnya tak akan terselesaikan tanpa sebuah kunci untuk membuka pintu. Tugas tak selesai sama saja dengan murka Mrs. Joey. Ren bergidik hanya membayangkan wajah wanita paruh baya itu. Kenapa semua pengajar di Royal High School tercipta sebagai guru killer?

Kepala semakin terasa berdenyut. Ren memegangi dadanya. Sesak. Ini terjadi lagi! Beberapa ingatan berhambur tanpa terkontrol. Mengambil alih fokus Ren. Ruangan serasa berputar. Pandangan Ren memburam, meninggalkan berkas-berkas cahaya yang menyilaukan.

"Ren." Ren hampir terjatuh jikalau Vier tak menahan punggungnya. "Kau baik-baik saja?" Vier memerhatikan wajah Ren cemas.

"Ah, aku ... Baik-baik saja."

"Kau demam?" Vier meletakkan tanganya pada dahi Ren.

"Tidak," ujar Ren, "aku baik-baik saja. Hanya saja, itu terjadi lagi."

Vier menautkan alisnya. "Itu?" matanya menyipit. "Apa maksudmu dengan itu?"

Ren terdiam sejenak. Merasakan kepalanya yang terus berdenyut. Ingatan itu sudah menghilang, tapi rasa sakitnya belum juga tanggal. Ia menegakkan tubuhnya, lantas menumpu tangannya ke dinding.

"Kejadian kemarin pagi."

"Terjadi lagi?" Vier mengoreksi. Selanjutnya, laki-laki itu malah sibuk berbenah dengan barang-barangnya tanpa memperhatikan Ren yang susah payah menahan sakit yang menyerang kepalanya. "Rezel sudah bilang, kan. Itu beban pikiranmu. Istirahatlah!" Vier memunggah kotak kayu berwarna marun yang ada di sudut ruangan.

Prince or Princess: MEMORIESWhere stories live. Discover now