"Umm ... Belum waktunya istirahat." Ren menggaruk tengkuknya. "Lupakan yang itu tadi," tuturnya sembari meringis menahan pening, "sebaiknya kau beri aku kunci perpustakaan. Tugasku belum rampung."

Vier menatap Ren dengan kedutan di dahinya. Ren tak heran, laki-laki itu acap kali menatapnya seperti itu. Tatapan tak percaya. "Kau serius?" ujarnya, "dengan keadaan seperti itu?"

"Sudah kubilang aku baik-baik saja!" sentak Ren.

"Baiklah-baiklah." Vier melempar sebuah kunci dengan bandul phoenix pada Ren. Kunci itu nampak berkilat-kilat terkena cahaya lampu.

Vier hanya tersenyum miring mengamati Ren yang menghilang di balik pintu perpustakaan. Tak lama, gadis itu kembali dengan beberapa buku di tangannya. Ia berjalan sedikit gontai. Sesekali ia terlihat meringis. Entah menahan pusing atau berat buku yang di bawanya.

Ren meletakkan bukunya hingga menimbulkan bunyi berderap. Ia lantas duduk di atas sofa sambil sandaran pada bantal sofa yang melembut di punggungnya. Ia kembali menyisir kalimat per kalimat soal yang berjejer rapi di atas selembar kertas. Tadinya, ia mengambil lima buku koleksi Vier tentang elemen, ia harap isinya sesuai dengan apa yang ia cari. Tak lama, Vier ikut terduduk di sofa sembari meletakkan laptop-nya ke atas meja.

"Kau terlihat sibuk," kata Ren, "kenapa?"

Vier melirik Ren sejenak. "Kau sungguh tak tahu," tanyanya, "bukankah kabarnya sudah tersebar."

"Kau ngomong apa, sih?"

Vier terkekeh. "Ah, dasar. Kau punya smartphone, tapi ketinggalan berita ter-update."

Ren mengernyit. "Maaf, bukan anak sosmed," jawabnya enteng sembari mengacungkan telunjuk dan jari tengahnya.

"Siswa yang tak punya gadget pun tahu. Kenapa kau kalah tahu?" Vier memincingkan mata. Menampilkan ekspresi menyelidik membuat bulu kuduk Ren berdiri.

"Sudah. Jangan kebanyakan basa-basi!"

"Hnn ..." Vier menatap Ren sejenak. Gadis itu mengendikkan bahu sembari memasang tampang 'kenapa?'. "Jadi kau tak tahu tentang pelantikanku lusa. Teman macam apa kau?!"

"Pelantikan? Pelantikan apa?" Ren bertanya dengan tatapan tanpa dosa. Tak memerhatikan Vier yang nampak kesal dengan ketidaktahuan Ren.

"Ketua Utama Elite," jelasnya, "kurang jelas?"

Ren terdiam. Wajah kesal Vier kentara sekali sekarang di matanya. Seolah-olah perempatan siku sudah terbentuk di kepalanya. Namun, amat sayang karena sang gadis tak memperhatikan tentang itu.

"Oh."

"Hanya oh?" Vier mendesis, "ucapan selamat macam apa itu?!"

Vier berbicara panjang lebar, sembari sesekali mendengus. Namun, pendengaran Ren hanya menangkap beberapa. Ada yang salah. Ren memegangi telinganya. Entah kenapa, dirinya jadi kesakitan sendiri dengan kondisinya sekarang. Pendengarannya samar di susul rasa pening hebat yang menyerang kepalanya. Tahan, Ren! Tahan! Namun, sekeras apa pun Ren mencoba menahan rasa sakitnya, semuanya berakhir dengan pandangannya yang mengabur dan menggelap.

 Tahan, Ren! Tahan! Namun, sekeras apa pun Ren mencoba menahan rasa sakitnya, semuanya berakhir dengan pandangannya yang mengabur dan menggelap

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.
Prince or Princess: MEMORIESDove le storie prendono vita. Scoprilo ora