We Do Love Magic: Part.Une

14 0 0
                                    

Siapa yang ga senang dengan keajaiban. Setiap saat, setiap waktu. Orang selalu berharap akan datangnya keajaiban. Ada yang berharap tiba-tiba dapet berlian segenggam intan. (Ngarep). Ada yang kepingin ngalir orderan terus menerus. Boleh dong?.Namanya juga ngarep.Tapi ada juga yang ga muluk-muluk. Cuma minta kalau yang penting gue bisa hidup.

Siang tadi jalan ke kondangan saudara. Cerita punya cerita. Naiklah kereta. Bukan delman istimewa. Nanti gue malah ke kota. Bareng sama pak kusir. Trus ke Al*x*s. Ya kali bo'. Hahaha. Btw di kereta pas sampai di salah satu stasiun. Terbukalah pintu commuterline. Jeng Jeeeng! Masuklah sambil dorong doronga serombong Wanita setengah Pria alias Waria alias yang lebih sering kalian panggil dengan sebutan Banci. Satu, dua ti....sekitar lima orang.

"Hati-hati, pintu commuterline akan segera ditutup..", begitulah sekiranya pembaca yang budiman. Tanda-tanda commuterline akan segera berangkat kembali.

"Buruan bo' Kejepit nih akika. Batal nyanyi. Nyinyir iye!" Ujar si rambut lurus sambil nge-dorong rekan di depannya.

"Bukannya udah biasa dijepit?" Celoteh si rambut ikal warna goldy. Dengan suara agak paraunya.

Dan yang lain (sisa banci lainnya ya sodara-sodara) pun tertawa dengan membahana. Gue coba menebar pandangan. Sebagian menampakkan kejijikannya, seperti ingin berujar: Apa sih?. Sebagian menahan ketawa. Sepertinya takut ketahuan. Sebagian cuek dan asik dengan hape masing-masing. Gue sendiri senyum-senyum dengan kejadian itu. Gue ga pernah ngerasa takut. Yang ada malah nanti digangguin. Apalah kata orang, gue selalu menganggap mereka entertainer. .karena memang menghibur.

Lalu salah satunya tanpa ada angin. Nengok ke arah gue. Matek gue. Ke-gep senyum. Yang rambut lurus. Iya, yang tafi hampir kejepit. Menjulurkan dan melambaikan tangan ke arah gue .

"Hei ganteng." Sapa mereka

Gue pura-pura nengoklah ke belakang. Ga ada orang yang dimaksud. Semuanya mbak-mbak & ibu-ibu. Sambil nunjuk le diri gue sendiri, sembari mempertanyakan dan memastikan kalau yang dimaksud itu gue.

"Iya, yei. Siapa lagi cyint?"

Disitulah gue mulai memberanikan diri buat membalas senyuman dari sag pemberi pujian. Kan kasihan kalau ga di balas. Nanti kayak lagunya Dewa: Cibtaku bertepuk sebelah tangan....

Please, jangan nyanyi. Gue tau kok loe loe pada tau lagunya.

"Mau pada jalan kemana cantik?" Gue mulai obolan dengan mereka.

"Ke Lenteng."

"Emang gak panas siang siang gini jalan?"

"Mending gini A', daripada mangkal di kamar. Capek, kadang ngeselin & macem macem."

"Lumayan dapetnya? Btw emangnya tadinya pada 'mangkal' gitu?"

Yang dua gue perhatiin seperti ga nyaman gitu kalo temennya bongkar-bongkar rahasia dapur rekaman mereka. Sambil berbisik (walau gue tetep kedengeran) ke yang lainnya. Jadi apa gunanya berbisik coba.

"Biarin aja kali, kan jarang-jarang desye diajak ngobrol ama AA ganteng."

Duuuuh andaikan cewek tulen udah klepek-klepek kali gue.

Ngobrol ngalor ngidul secepat kilat. Akhirnya gue dapet cerita menarik tentang mereka.

Ada yang memang mereka transgender, ada yang mereka lakik. Ada yang memang laki-laki tapi mereka dandan n nyanyi buat cari duit aja. Bahkan mereka punya anak istri. Dan mereka sudah dapat surat ijin dari istri-istri mereka. Jadi ternyanta ga semua banci itu ya banci atau bandar cinta. Sekarang kayaknya udah jadi sebuah pekerjaan. Dan banci-bancipun berubah haluan jadi pengamen. Keajaiban? Bisa jadi. Snap your hand. And zap. Semua bisa berubah. Semua bisa terjadi.

Secara dalam hitungan, beberapa stasiun lagi gue bakalan turun ya. Gue ambil kesimpulan aja. Mereka baik-baik saja. Yang ga baik-baik itu mata-mata yang melemparkan prejudice .Seperti mau bertanya: Ngapain sih loe ngobrol ama mereka? Tak kenal maka Tata Yang. Eaaa. Ya begitulah kita manusia. Mo gimendess ya boss. Mereka itu asik asik aja kok jek.

Gak semua orang seberuntung kita. Punya pekerjaan enak. Sekolah di tempat yang baik. And eksetra eksetra eksetra. Saat ini mungkin mereka di bawah. Bisa jadi keesokan hari kita juga bisa dibawah. Jangan melihat rendah orang lain.

Masing-masing punya keajaiban. Apakah kita mau belajar dan menyadari keajaiban apa yang kita miliki. Kalau mereka dapat menciptakan keajaiban mereka. Kenapa kita tidak?

Naitto Suttori: Ketika Malam BerceritaWhere stories live. Discover now