24. XOXO

13.7K 1.1K 470
                                    

Matahari mulai turun, perlahan cahaya jingga mulai memenuhi ujung pantai yang semakin ramai.

Ada beberapa pasangan yang duduk dipinggir pantai dengan kepala si perempuan tersandar di pundak laki-lakinya. Terlibat obrolan hangat ditemani sunset pantai yang semakin terlihat aestetik. Moment sederhana tapi cukup romantis untuk dinikmati bersama orang tersayang.

Tapi keindahan sunset kali ini sama sekali tidak dinikmati oleh (Namakamu). Gadis itu terus menggerutu sambil sesekali meremas pasir lalu melemparnya asal.

(Namakamu) mendecih pelan, saat dimana sinar jingga itu menyilaukannya. Matahari benar-benar tenggelam setelahnya digantikan bulan yang perlahan muncul. Langit menggelap, dan desiran angin pantai mulai terasa berdesir menerpa rambut panjangnya.

Beberapa pasangan kekasih itu satu persatu pergi. Membuat dirinya benar-benar terlihat sendiri sekarang.

(Namakamu) menumpu kepalanya di kedua lututnya yang ditekuk. Kepalanya pusing, perutnya keroncongan sejak dua jam yang lalu. Tapi (Namakamu) sama sekali enggan beranjak dari tempatnya. Dia masih menunggu seseorang yang sudah berjanji akan menemuinya.

Tapi sudah lima jam (Namakamu) menunggu, tidak ada tanda-tanda orang itu akan datang.

(Namakamu) menghela nafas pasrah. Dia mendongkkan kepalanya, menatap lurus kedepan. Deburan ombak kencang yang sering terjadi pada malam hari lah yang dilihatnya.

"Engga salah lagi, kamu pasti nunggu aku."

(Namakamu) segera menolehkan kepalanya kebelakang. Seseorang yang ditunggunya sejak tadi berdiri disana, dengan senyum manis yang terukir dibibirnya.

(Namakamu) bangkit dari duduknya. Menepuk-nepuk celananya yang kotor karena pasir pantai.

"Aku ga akan nunggu kalo kamu ga suruh."

"Jadi?"

(Namakamu) mendengus pelan. "Ada hal penting apa yang mau kamu sampein?"

Laki-laki itu terkekeh pelan. Dia mendekati (Namakamu) lalu mengacak rambutnya gemas. "Nanti aja aku bilangnya. Kita baru aja ketemu, kan? Ga mau kangen-kangenan dulu?"

"Baal, please. Aku ga ada waktu banyak."

"Oh ya? Tapi kamu nunggu aku daritadi kan? Itu ga sebentar."

Skak!

(Namakamu) mengalihkan pandangannya dari Iqbaal yang tersenyum mengejek kearahnya.

"Kalo kata Dilan, rindu itu berat." ujar Iqbaal. "Sebenernya ada yang lebih daripada rindu. Yaitu, melepaskan."

"Kamu bener-bener mau ngelepas aku?"

"Maunya aku sih engga, tapi maunya si takdir iya."

(Namakamu) memejamkan matanya, menahan air matanya yang bergerumul ingin tumpah. "Aku benci takdir kalo gini." gumamnya.

"Oh ya? Aku malah lebih benci diri aku sendiri."

"Aku juga benci kamu, Baal!"

Iqbaal tersenyum tipis. "Iya, aku emang pantes kamu benci."

"Tapi rasa sayang aku lebih besar daripada bencinya, Baal."

Iqbaal menarik (Namakamu) kedalam pelukannya. Ditemani suara deburan ombak dan juga semilir angin yang lumayan kencang. (Namakamu) merasakan kehangatan pelukan itu.

"(Nam), maaf disini aku yang ga punya banyak waktu." ujar Iqbaal setelah melepaskan pelukan singkatnya. "Rika nunggu aku."

(Namakamu) tersenyum tipis sambil mengusap air matanya. "Kamu belum bilang sesuatu itu."

STAY x IDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang