22. Heart Attack

10.2K 1K 355
                                    

Kepala gue rasanya pusing banget dan itu berpengaruh sama penglihatan gue yang bener-bener blur.
Berkali-kali gue kucek-kucek mata, tapi hasilnya tetep blur.

Sampe gue ngerasa ada tangan yang ngusap kening. Samar-samar gue liat orang itu, dia Iqbaal. Dengan wajahnya yang lebam darahan tadi udah sedikit tersamarkan, ada beberapa handsaplast juga yang ditempel di mukanya.

Gue refleks langsung menggeser tubuh gue dan itu hampir bikin gue jatoh kebawah, soalnya gue lagi tiduran di ranjang khas rumah saki yang kecil.

"(Nam), maafin aku."

Gue diem, dan ga berani buat natap Iqbaal yang sekarang berdiri disebelah kanan gue.

"Kamu takut ya sama aku?"

Gue masih diem.

"Maaf, tadi itu di luar kendali. Aku mabok...."

"Aku tau."

"Jadi, kamu maafin aku?"

Gue beraniin buat natap Iqbaal yang sekarang lagi senyum.

"Iya."

Iqbaal mau peluk gue tapi ga jadi karena tiba-tiba pintu ruang rawat gue kebuka dan nampakin sosok Irzan disana.

Iqbaal sedikit bergeser, buat ngasih Irzan space. Tapi ternyata Irzan berdirinya malah disebelah kiri ranjang gue.

"Gue keluar—"
Tangan Iqbaal ditahan sama Irzan. "Disini aja, Baal."

"Gue mau ngomong sesuatu sama kalian berdua."

Iqbaal melempar senyum tipis ke Irzan. "Kalo emang (Namakamu) bahagianya sama lo, gue mundur." dan setelah itu Iqbaal beneran pergi ninggalin gue sama Irzan yang diem mematung.

Irzan kayaknya mau ngejar Iqbaal, tapi buru-buru gue tahan tangannya. "Biarin dia sendiri dulu, Zan."

"Tapi gue mau jelasin kalo—"

"Cewek itu siapa, Zan?"

Irzan menghela nafasnya pelan, tangannya mengusap lembut puncak kepala gue.

"Dia sahabat gue, Iqbaal sama Agy waktu SD. Tapi pas SMP dia pindah ke Korea, dan kita berempat lost contact."

"Sampe seminggu yang lalu, gue dapet kabar kalo orang tua gue jodohin gue sama dia."

"Gue—ga mau." Irzan berkata lirih. Dia juga gigitin bibir bawahnya. "Gue emang sayang sama dia, tapi sebagai sahabat. Ga lebih."

"Jadi lo mau gue bantu lo?"

Irzan yang tadinya nunduk langsung mendongkak buat natap gue. Dia menggeleng cepat, "Engga. Gue cuma—refleks bilang lo calon istri. Gue sama sekali ga maksud buat—"

"Gue bisa bantu ko, Zan. Serius."

"Engga! Gue ga mau ini bikin hubungan lo sama Iqbaal—"

Gue senyum, narik tangan Irzan dan menggenggamnya. "Zan, percaya sama gue."

Irzan cuma diem.

Ini kesempatan gue buat nunda pernikahan itu.

Tapi kalo emang nanti pernikahan itu ga akan terjadi— y, gue pikirin nanti deh.

***

Author's POV

Pagi ini sangat cerah, tapi tidak dengan hati (Namakamu) yang mendung.

Suasana kelas saat ini bisa dikatakan lebih mirip pasar malem, kebanyakan tidak memperdulikan tugasnya dan lebih memilih sibuk memainkan handphone masing-masing.

STAY x IDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang