Landon diam.
Clarence sejujurnya merasa kecewa dengan respons Landon. Mereka belum pernah membahas soal bayi semenjak hubungan mereka menjadi nyata. Clarence merasa dia dan Landon masih punya banyak waktu kedepannya. Dan setelah mereka akhirnya memulai hubungan nyata, Clarence hanya ingin menikmati semua waktunya dengan Landon.
Apa mereka siap?
Landon menatapnya gusar. Clarence sendiri merasa gusar juga. Pada akhirnya wanita itu menghela nafas dan menatap Landon. Sepersekian detik mata mereka bertemu dan Clarence memutuskan untuk berjalan menjauh menuju kamar mandi dengan Landon yang memandanginya. Mengamati setiap gerakan yang dilakukan Clarence.
Clarence menutup pintu kamar mandi kemudian melakukan apa yang seharusnya dia lakukan dengan testpack itu. Setelah mengeset timernya, alih-alih keluar, Clarence memutuskan untuk menunggu di dalam kamar mandi sendirian.
Sembari menunggu, memori Clarence memutar reaksi Landon yang hanya diam saja ketika Clarence menanyakan bagaimana kalau dia benar-benar hamil. Dalam hati Clarence menebak-nebak. Apakah Landon ingin dia hamil atau malah sebaliknya, tidak ingin dia hamil. Untuk saat ini.
Clarence tenggelam dalam pemikirannya saat tiba-tiba handphonenya berbunyi menandakan timernya sudah selesai. Clarence merasakan tangannya dingin dan dia hampir jantungan ketika perlahan mengambil stik itu.
Clarence menutup matanya ketika mengangkat alat itu dan membuka matanya sebelum akhirnya berteriak. Clarence tidak tahu kenapa dia berteriak yang jelas suara gedoran yang sangat keras di pintu kamar mandi itu membuatnya sadar.
"Claire?! Kamu kenapa?! Buka pintunya!"
Suara panik Landon membuat Clarence memaksa tangannya yang gemetaran untuk membuka kuncinya. Detik selanjutnya, Landon langsung menerobos ke dalam dan memegang kedua bahunya. Mata Landon menjelajahi tubuh Clarence dari atas sampai bawah.
"Are you okay?" tanya Landon panik.
Clarence menelan salivanya dengan susah payah sebelum akhirnya menyodorkan alat testpacknya kepada Landon. Landon membulatkan matanya dan mereka diam di kamar mandi itu.
Sunyi, bahkan sampai Clarence bisa mendengar detak jantungnya sendiri.
***
Ketika dua pasangan itu hanya diam, sampai akhirnya dokter Fanya kemudian bertanya. "I hope this is a good news. Atau kalian tidak mengharapkan ini?"
Landon langsung tersadar dari lamunannya dan menatap Clarence yang kini menunduk ke arah lantai. Bahu Clarence bergetar membuat Landon dan dokter Fanya terkejut. Dengan panik, Landon langsung menarik Clarence ke dalam dekapannya.
"Ssh, love, what's going on? Kamu tidak senang?" tanya Landon hati-hati.
Clarence makin terisak. "Aku bahagia dan bersyukur Landon. Sangat bahagia. But, are you?"
Landon merasakan badannya tiba-tiba kaku karena pertanyaan bodoh Clarence. Dia hendak memprotes tapi Clarence lebih dulu bersuara.
"Ketika kamu memberikan aku testpack itu kamu sangat pucat dan panik. Kemudian saat ternyata ada dua garis di sana, kamu hanya diam dan tiba-tiba menyeret aku untuk pergi ke dokter kandungan. Aku kira kamu akan senang, kegirangan. Aku pikir cuma aku yang excited. Tell me the truth Landon, kamu belum menginginkan ini kan? Kamu, apa kamu kecewa karena aku hamil secepat ini?"
Landon merutuki dirinya sendiri yang terlalu speechless sampai tidak tahu harus bagaimana saat melihat dua garis itu. "Claire, love, trust me, ketika aku bilang kalau aku ingin berteriak kegirangan saat aku lihat dua garis itu. Aku sangat senang, astaga aku pikir aku akan mati karena terlalu senang. Tapi aku juga panik karena takut hasilnya tidak akurat. Jadi yang ada di pikiran aku adalah buru-buru memastikan. Makanya aku menyeret kamu ke sini.
I'm sorry kalau ternyata kamu berpikir aku tidak senang. Aku sangat senang, astaga, sangat senang sekali. I love you Claire. And now, I love you even more. Aku bahkan tidak menyangka aku bisa mencintai kamu di tingkat yang lebih atas lagi karena aku sudah mencintai kamu dengan seluruh sel yang ada di diri aku."
Clarence terisak semakin keras. Tangannya meremas kemeja Landon. "I love you too, Landon," katanya di tengah isakannya.
Suara deheman menyadarkan Landon bahwa dokter Fanya masih di sana bersama mereka. Clarence juga tampaknya sadar, karena dia langsung beringsut menjauh dari Landon setelah mengusap air matanya. Landon tidak membiarkan Clarence beranjak terlalu jauh. Dia melingkarkan tangannya di pinggang Clarence. Menjaga wanita itu agar berada sedekat mungkin dengan dirinya.
"So, this is a good news," kata dokter Fanya, tersenyum. "Keadaan bayinya sehat dan berkembang seperti seharusnya. Usianya sudah sebelas minggu, loh. Telat sekali ini taunya," jata dokter Fanya lagi.
Landon mengerutkan keningnya. "Pardon me, dok? Sebelas minggu? Berarti sekitar dua bulan?"
Dokter Fanya mengangguk.
"Tapi tidak mungkin. Aku tidak mengalami morning sickness atau sebagainya."
"Well, Anda sangat beruntung Nyonya Najandra. Sebagian orang memang tidak mengalami hal seperti itu."
Landon kemudian menatap Clarence dengan bingung, begitu juga Clarence menatap suaminya dengan bingung. Mereka baru saja baikan sebulan yang lalu. Dua bulan lalu mereka masih bermasalah dengan Ava, dan—
"Oh god," kata Landon dengan mata membulat. Clarence juga sepertinya menyadari apa yang ada di pikiran Landon.
"Pesawat," gumam Clarence.
Landon merasakan emosi yang bercampur aduk dalam dirinya. Selama ini Clarence hamil. Selama ini ketika mereka bertengkar. Dan Landon bahkan melepaskan wanita itu. Menyuruhnya pergi. Memilih Ava. Ketika Clarence sedang mengandung anaknya?
Landon merasakan jantungnya bergemuruh dan dia marah pada dirinya sendiri. Pelukannya di pinggang Clarence semakin erat dan Landon ingin memukuli dirinya sendiri. Bagaimana kalau dia dan Clarence tidak menyelesaikan semuanya dengan baik. Bagaimana kalau dia dengan bodohnya memilih terus bersama Ava sementara Clarence mengandung anaknya? Bagaimana kalau Clarence tidak pernah balik kepada dirinya karena dia sangat kecewa? Pikiran seperti itu membuat Landon mati secara perlahan.
Clarence mengusap lengan Landon, membuat perhatian Landon teralihkan. Landon yang semula menatap kosong ruangan itu kini menatap mata Clarence yang menatapnya lembut.
"Aku tahu apa yang kamu pikirkan sekarang Mr. Najandra," katanya sambil tersenyum. "It's okay. Semuanya sudah berlalu. Sekarang kamu ada di sini, dengan aku, dan mencintai aku kan?"
Landon merasakan nafasnya memburu. "Kalau aku tidak sadar dari kebodohan aku, Claire," kata Landon terputus. Dia tidak sanggup membayangkan apa yang dia lakukan kepada Clarence, dan anaknya.
Clarence tersenyum kemudian mencium singkat bibir Landon. "But you're here. And so I am. Kamu tidak perlu membayangkan hal itu. Masa lalu kita biar jadi pelajaran aja."
Landon mengangguk. Dia tidak tahu sejak kapan, tapi Landon merasakan air matanya jatuh. Bukan karena dia sedih mengingat perlakuannya dulu. Tapi karena dia terlampau senang sudah memilih pilihan yang tepat, dan sangat senang pula karena mengetahui ada little Najandra di dalam diri wanita yang paling dia cintai di dunia ini.
Hidupnya.
Clarence Najandra.
YOU ARE READING
Deep Affection
Romance((FINISHED)) He loves her, but his past doesn't allow him to love her. She loves him, but she doesn't let her feeling shown. They're just too afraid. - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Kalau seseorang bilang ke Clarence satu tahun lalu kala...
Epilog
Start from the beginning
