meet you

705 15 0
                                    

"ini Farel anaknya pak Febri bukan?"
"iya."
"Farel yg sekolah di SD 2 Bogor kan?"
"iya, tau iwan ga?"
"tau dong, kan sahabat aku juga. Masih inget aku ga? Gita."
"ohh Gita, iya inget."
"apakabar?"
"baik. Sebaliknya?"
"baik juga. Sekarang dimana?"
"sekarang aku di Kalimantan Barat."
"jauh sekali. Sedang kerja?"
"bukan, tapi sedang menempuh pendidikan di IPDN regional Kalbar."

Awal percakapanku dengannya usai 15 tahun tak jumpa. Entah darimana takdir baik datangnya, sesuatu yang telah berlalu kini datang kembali.

Ada rasa senang dihati, tapi juga ada rasa bingung terlintas. Bingung karena harus berbuat apa saat semuanya telah berlalu dan sudah berbeda. Waktu telah membawa banyak perubahan. Semua tentang persahabatan, aku dan dia.

Lima belas tahun bukanlah waktu yang sebentar. Lima belas tahun adalah waktu yang lama, sangat lama bagiku untuk menunggunya, mencarinya, memikirkannya, dan merindukannya selalu. Selama itu kehilangannya, selama itu pun menyadari bahwa penantian tidak sia-sia. Saat dia datang kembali, dan berharap membawa sejuta kebahagiaan yang abadi. Mengobati rindu yang tak berujung.

Begitu cepat waktu berlalu, banyak cerita yang hilang di telan waktu dan kejadian-kejadian yang terlewati tanpanya.

Flashback

"Neng, ada yang nyamper."
"siapa mbok?"
"Aa Farel, Aa Dodo sama mas Iwan."

Aku berlari cekatan keluar pintu, tanpa menghiraukan rambut kusut karena baru bangun tidur. Mereka tertawa terpingkal-pingkal dengan suara yang keras. Mungkin bila di ibaratkan suara toa masjid kalah saing oleh suara mereka yang tertawa keras di depan rumahku.

Aku tau itu, mereka tertawa karena menertawakan rambutku yang berantakan. Aku hanya menyengir sambil berkaca di jendela depan rumah membenarkan rambut. Setidaknya berkaca dan bebenah sedikit membuat mereka mereda tertawa.

"ayooo ... Taa. Cepet ganti baju."
Ucap Iwan yang sudah berhenti dari tawaannya.

"kemana?" tanyaku yang masih kebingungan. Melihat pakaian mereka yang sudah rapi memakai kemeja kotak-kotak dan celana jens. Oh tidak, Dodo tidak memakai kemeja. Ia memakai baju kaos yang tentu saja ukuran XXL yang selalu membuatnya nyaman katanya. Ketimbang memakai baju kemeja.

"Mantaii. Ayo cepet, udah di tungguin Bunda ini."
kata Dodo kemudian sambil membenarkan sepatu barunya. Aku tau itu sepatu baru karena masih terlihat bersih. Biasanya Dodo jarang memakai alas kaki yang bersih mengkilat. Selalu ada debu-debu tanah, atau bagian sendal belakangnya yang menipis akibat terlalu sering di pakai rem sepeda.

"sebentar, Gita mandi dulu."

"ga usah mandi." saut Farel dengan wajah yang cemberut karena terlalu lama berdiri menunggu.

Akhirnya dengan sangat terpaksa, aku hanya ganti baju, cuci muka dan sisiran saja. Mengingat di pantai pasti berenang, mbok Koyah menyiapkan pakaian ganti untukku.

Matahari telah berada di atas kepala. Memamparkan warna air laut yang terang. Sesekali ombak menghempasnya ke pesisir,sesekali menariknya lagi. Tapi tidak mengurangi jernihnya air laut.
Tak butuh menunggu lama, aku, Dodo, Iwan dan Farel langsung menyeburkan diri ke air. Berendam sebentar kemudian berenang.

Pantai yang kami kunjungi bukanlah pantai yang banyak pengujungnya, airnya pun tidak dalam, tidak ada ombak, dan airnya sangat tenang, cocok untuk berenang.

Aku, Dodo, Iwan dan Farel melakukan banyak gaya ketika berenang dan yang paling kami sukai adalah lomba menyelam paling lama. Tentu saja aku selalu kalah dan Farel selalu jadi pemenangnya. Sehingga sering di juluki Putra Duyung karena jago dalam segala hal di dalam air.

Abdi PrajakuWhere stories live. Discover now