Bagian 1 - Saudaraku, Sayang

140 13 9
                                    

Jumat, pukul 22:08

Seorang anak laki-laki masih memakai seragam sekolah SMA lengkap dengan tas ranselnya sedang berdiri di atas jembatan penyebrangan yang sepi. Matanya tampak ragu, dia memegang erat besi pembatas jembatan itu. Sesekali dia melihat ke bawah, ke arah jalan raya yang dilalui oleh berbagai kendaraan. Suasana yang bertolak belakang dengan keadaan di atas jembatan penyebrangan ini.

"Aku harus melakukannya," ucapnya sambil memantapkan diri. Alvin menaikan kaki kanannya, melewati besi pembatas.

"Hentikan!" seru seorang wanita yang berlari ke arah Alvin dan menarik tubuh Alvin sehingga mereka terjatuh di jembatan itu.

"Argh," Alvin meringis kesakitan karena sikunya terluka.

Wanita yang memakai cardigan hitam itu pun berdiri dan membantu Alvin untuk berdiri. "Kau baik-baik saja?" tanyanya khawatir. "Ah, sikumu terluka," ujarnya cemas setelah melihat siku kiri Alvin mengeluarkan darah.

**

Alvin sedang duduk di atas karpet hitam sambil memegangi sikunya. Lalu keluarlah wanita tadi dari ruangan yang ada di sana sambil membawa kotak P3K.

"Bagaimana bisa seorang anak SMA jam segini belum pulang ke rumahnya?" tanya wanita itu sambil mengobati siku Alvin.

Alvin tidak menjawab pertanyaan itu dan merasa tidak enak karena telah merepotkan wanita yang baru pertama dia temui.

Wanita itu sadar jika pertanyaannya membuat Alvin tidak nyaman. Dia memberikan plester secara perlahan pada luka Alvin. "Sudah selesai," ujarnya sambil tersenyum dan mengelus kepala Alvin.

"Maaf merepotkan," kata Alvin.

"Tidak, sama sekali tidak merepotkan," ujar wanita itu ramah. "Aku Shora, siapa namamu?"

"Ah? Alvin."

"Wah, nama yang bagus. Kau kelas berapa?"

"Aku kelas X."

"Kelas X?" tanyanya lalu tertawa.

Alvin bingung kenapa Shora tertawa.

"Berarti usiamu masih 16 tahun ya? Muda sekali, aku sudah 28 tahun," ucapnya sambil tertawa kecil.

"Benarkah? Ah maksudku, kakak tidak terlihat seusia itu," ujar Alvin.

Shora hanya tertawa. "Aku akan buatkan teh hangat untukmu," ujar Shora yang merapikan kotak P3K lalu meletakkannya di meja TV yang terdapat beberapa sebuah bingkai foto tertata rapi. Shora berjalan ke dalam dapur untuk membuatkan teh.

Alvin nampak sangat tertarik dengan foto-foto itu. Dia berdiri dan mendekati foto itu, melihatnya satu persatu. Dia melihat sepasang orang dewasa berdiri di depan sepasang anak kecil yang tersenyum bahagia di depan sebuah rumah sederhana.

"Itu foto keluargaku," ujar Shora yang baru saja ke ruangan tengah sambil membawa dua buah cangkir di atas nampan, mengejutkan Alvin.

"Maaf," ujar Alvin merasa tidak sopan telah melihat-lihat foto itu.

"Ayo diminum," pinta Shora yag sudah duduk di lantai sambil meletakkan dua buah cangkir di atas meja.

Alvin menuruti Shora. Dia meneguk teh hangat itu dan merasa sedikit senang.

"Itu foto keluargaku," ulang Shora membuka percakapan. "Tapi sekarang aku hanya tinggal sendiri di apartemen ini."

"Kenapa begitu?" pertanyaan yang keluar begitu saja dari mulut Alvin.

"Adikku sudah meninggal 8 tahun yang lalu. Ibuku sangat terpukul dengan kepergiaannya, sehingga dia harus dirawat di rumah sakit Sanctus karena gangguan mental. Lalu ayahku tinggal di rumahnya dengan istri barunya," jelas Shora yang disusul dengan senyuman kecil.

SIBLINGWo Geschichten leben. Entdecke jetzt