Chapter 1 ; Hi, Zadkael !

557 63 38
                                    

"Aurin! kenapa kamu belum mandi!?" suara ibunya terdengar sedikit kesal, "Kamu itu sudah dewasa, sudah kelas 11 SMA, harusnya bisa bangun sendiri."

Mendengar apa yang baru saja ibunya katakan, Aurin segara berdiri dari tempat tidur, berjalan ke arah pintu dengan rambut yang sedikit berantakan. Ia membuka pintu, dan terlihat ibunya sedang berdiri dengan membawa segelas susu di tangan kanannya.

"Kemarin waktu Aurin mau malam mingguan malah di bilang masih kecil, jadi yang bener masih kecil apa sudah dewasa, sih." ucap Aurin lalu mengambil segelas susu dari tangan ibunya.

"Mandi dulu, baru habis itu kamu tau jawabannya."

"Hm, mana sempat, keburu lupa."

"Kamu kalau mandi jangan kelamaan, nanti dapatnya jodoh yang tua bangka, ibu nggak mau, yah." ucap ibunya tertawa lalu pergi meninggalkan kamar Aurin.

Malvin baru saja keluar dari kamarnya dan mendengar apa yang baru saja dikatakan ibunya barusan, ia kemudian tertawa puas saat melihat wajah Aurin yang kusut di pagi hari.

"Makanya kalau mandi ngga usah berlagak seakan lagi konser, kecoa pun ngga bakal mau dengerin suara lo." ucap Malvin sebelum masuk di kamarnya.

Ia menghiraukan Malvin dan segera bersiap diri sebelum terlambat. Sedangkan, Malvin sendiri telah berdiri rapi menuruni anak tangga, segera duduk di samping ayahnya yang saat itu sedang meniup kopi hangat buatan istrinya.

Malvin juga ikut menyeruput teh buatan ibunya yang telah disediakan di atas meja, mengambil sehelai roti yang telah diberi selai strawberry di meja, di keluarganya hanya Malvin yang tidak suka dengan rasa coklat. Katanya, rasa coklat itu aneh.

"Kamu bentar lagi lulus, kan?" tanya Ayahnya.

"Iya."

"Kalau sudah lulus, nanti kamu bantu ayah di kantor." ucap Ayahnya yang sontak membuat wajah Malvin terlihat sedikit kesal.

"Aku mau kerja di luar, pa." tegas Fatyah, "Aku juga mau mandiri, ngga bergantung sama pekerjaan Ayah terus."

"Lapangan kerja sekarang susah, kalau kamu mau kuliah dulu yah silahkan, tapi kalau kamu milih kerja harus ikut di ayah, jangan keras kepala." ucap ayahnya dengan tegas.

Malvin hanya diam, tidak ingin berdebat. Ibunya pun diam tidak mencampuri urusan anak dan ayah itu, ibunya tidak ingin membuat keputusan dengan dua orang yang sama keras kepalanya.

Aurin berlari menuruni anak tangga, kemudian segera meminum teh buatan ibunya yang ada di meja. Ia merasa suasana sedikit aneh, tapi ia tetap lanjut memakan roti bagiannya dengan isi selai coklat, berbanding terbalik dengan Malvin, ia justru sangat tidak suka dengan strawberry.

"Kok belum naik di motor?" tanya Aurin menatap kesal Malvin.

"Sarapan dulu." jawab Malvin.

"Ayo buruan, ini udah telat banget!" Aurin segera berdiri dan menarik lengan Fatyah untuk segera berangkat ke sekolah.

"Ma, pa, adek sama kakak berangkat dulu!" ucap Aurin ketika baru saja naik ke atas motor sport hitam, motor yang menyebalkan sebab sulit bagi Aurin untuk naik di jok belakang.

"Iya, hati - hati." jawab keduanya.

Jarak sekolah dengan rumah mereka cukup jauh, kali ini Malvin akan terlambat lagi karena harus mengantar Aurin dulu. Alasan mengapa dua bersaudara ini tidak ingin satu sekolah yang sama, sebar Aurin seringkali di cari oleh senior cewek hanya karena ia adik dari Malvin Velasco.

AURINA Where stories live. Discover now