CHAPTER 7

4.6K 261 1
                                    

Ijin dari bang Ratmo tidak diberikan, dia tak rela kalau kuburan istrinya diacak-acak lagi. Tapi rupanya Ustad Ridwan tidak menyerah begitu saja, demi membersihkan kembali nama baiknya.

Kata bapak, Ustad Ridwan pergi menemui ibu teh Ratmi untuk meminta ijin. Entah bagaimana ustad itu mayakinkan ibu teh Ratmi, yang pada akhirnya keluarlah ijin untuk melanjutkan penyelidikan polisi. Walaupun sebelumnya ada pertentangan antara suaminya bang Ratmo dan ibu teh Ratmi, tapi toh ini sudah terlanjur terjadi. lagian semua biaya ditanggung oleh ustad Ridwan.

Ketika siang hari saya pulang sekolah, dijalan menuju pulang terlihat rombongan mobil yang terdiri dari beberapa mobil polisi dan ambulan. saya yang masih merasa heran bertanya pada beberapa warga yang juga terlihat mengikuti mobil-mobil itu dari belakang.

"Ada apa bang ?"

" Katanya mayat si Ratmi mau diotopsi."

Waktu itu saya masih awam dengan kata otopsi, mungkin beberapa warga juga sebenarnya tidak mengerti dengan kata itu.

Saya langsung ikut dengan rombongan warga yang penasaran. Ketika sampai dikebun bang Ratmo, dimana jasad Teh Ratmi disemayamkan, ternyata disana sudah banyak orang – orang berkumpul. Bahkan yang lebih aneh lagi beberapa tenda pedagang mulai berdiri, ini kok seperti ada hajatan saja, pikir saya.

Saya lihat, beberapa orang polisi berjaket orange mulai mendirikan sebuah tenda dengan ukuran yang cukup besar. Garis polisipun mulai dibuat untuk melindungi area kerja polisi dari kerumunan warga. Beberapa polisi berjaga menjadi pagar betis untuk menghalangi kalau-kalau ada warga yang menyerobot masuk.

"Kuburan si Ratmi mau digali kembali." Ucap salah satu warga.

Karena tubuh saya yang kecil, saya mencoba menyelinap diantara kerumunan warga untuk maju kedepan karena penasaran. Akhirnya saya berhasil berdiri dibelakang pagar betis polisi.

Dibawah tenda diletakan meja lipat yang terbuat dari plastik, ukurannya cukup besar. Kemudian tenda tersebut ditutup, tapi dari celah resleting yang terbuka saya bisa memperhatikan keadaan didalam tenda.

Seorang pria tua berjidat lebar, mulai mengenakan sarung tangan karet dan masker. Saya tak tahu apakah dia seorang dokter atau polisi, yang pasti dia mulai mengeluarkan koper hitam berukuran sedang.

Sudah siap," ucap pria berjidat lebar itu pada komandan polisi.

Beberapa polisi mulai menggali kuburan teh Ratmi. terdengar beberapa warga mengucapkan istigfar dengan ekpresi sedikit ketakutan. Mungkin karena ini pertama kalinya melihat sebuah kuburan dibongkar kembali.

Selang beberapa menit, karena yang menggali cukup banyak. Terlihat papan yang berjejer menutupi jasad teh Ratmi. begitu papan pertama dibuka, semilir bau busuk memenuhi udara. Beberapa orang warga yang menonton terlalu dekat ada yang muntah, untung saya bisa menahan mual. Tapi yang heran polisi-polisi itu tidak ada satupun yang terlihat mual.

ga kuat saya,, huekk!" ucap salah satu warga yang berdiri disamping saya, yang kemudian dia berjalan kebelakang.

Bau semakin tercium busuk ketika jenajah diangkat keatas. Terlihat kain kafan sudah berwarna coklat. Dengan segera dibawa masuk kedalam tenda. Warga sudah tidak bisa melihat lagi, tapi saya masih bisa melihat walaupun samar-samar dari celah-celah resleting depan tenda.

Dibukanya langsung kain kafan yang membungkus tubuh teh Ratmi. saya tidak melihat terlalu jelas tapi yang pasti si polisi atau dokter yang mengenakan sarung tangan karet tadi mengeluarkan sebilah pisau dari dalam kopernya.

Tubuh teh Ratmi terlihat sudah membiru, kaku dan keras sepertinya. Terlihat dari bagaimana si dokter atau polisi itu menekan-nekan daging dari jenajah teh Ratmi.

Saya tidak bisa terlalu detail menceritakan, karena tidak melihat dengan jelas Cuma samar-samar. Yang pasti saya melihat si polisi atau dokter itu beberapa kala menggunakan pisaunya pada tubuh teh Ratmi.

Cukup lama proses yang disebut otopsi itu terjadi, sampai kaki saya kesemutan karena berdiri terlalu lama. Tapi saya melihat si dokter atau polisi itu mengantongi beberapa toples yang isinya seperti potongan-potongan kecil daging yang ia peroleh dari dalam tubuh teh Ratmi.

"Ah ngapain sih didalem lama amat ya" gerutu salah satu warga, mungkin karena dia kesal tidak bisa melihat.

Entah berapa jam proses itu terjadi, karena saya tidak menghitung dan tidak membawa jam tangan, yang pasti sangat lama. Akhirnya jenajah teh Ratmi dibawa keluar kembali dari dalam tenda, masih terbungkus kain kapan seperti semula.

"Loh itu mau dibawa kemana lagi."

"Mau dikembalikan kedalam kuburan Jo"

"Lah emang tadi didalem tenda diapain ?"

Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan itu, kecuali mungkin saya yang daritadi bisa melihat walaupun samar-samar. Tapi saya ogah menceritakannya, maka saya diam saja.

Tubuh teh Ratmi telah kembali terbenam didalam tanah, para polisi mulai kembali sibuk membereskan peralatan, namun warga masih saja berkerumun memperhatikan, dengan tanda Tanya besar dikepala mereka, sebenarnya ada apa didalam tenda.

Ketika mobil polisi sudah pergi, datanglah mobil lain. Sebuah logo Tv yang sering saya lihat tercetak pada mobil yang baru datang itu. Warga semakin heran, ketika dua orang pria keluar dari mobil dan membawa kamera.

"Wah kmpung kita masuk berita ini, keren yah..hehe" celetuk warga.

Keriuhan masih saja terjadi walaupun polisi sudah pergi. Terlihat beberapa warga sedang diwawancarai oleh orang dari Tv tadi.

Dari pihak keluarga, seperti bang Ratmo atau ibunya teh Ratmi tidak terlihat. Mungkin mereka malas menjadi objek perhatian orang-orang. Atau mungkin mereka hanya tak tega melihat kejadian mengerikan ini.

Saya pulang kerumah, meninggalkan warga dengan rasa penasarannya, wartawan dengan kerjaannya dan tenda-tenda pedagang yang berjajar dipinggir jalan.

.............................................

"Makan, emang tidak lapar ?" Tanya bapak melihat saya hanya diam dimeja makan.

"Emoh aku pak, masih terbayang bau busuk dipemakaman tadi."

"Untung bapak ga ikut nonton." Kemudian bapak menyuapkan sayur asem ke mulutnya.

Hujan turun setelah adzan isya, namun tidak terlalu lebat. Saya duduk diatas kasur sambil menatap jendela kamar. Gelap gulita pemandangan diluar sana, hanya sesekali terlihat rintik-rintik hujan menabrak kaca.
Ini sudah hampir tiga minggu teh Ratmi meninggal dunia. Tiba-tiba saya berpikir, kenapa ada orang yang nekat sampai gantung diri, apakah serumit itukah permasalahan orang dewasa sampai mereka putus asa.

Saya juga pernah merasakan putus asa, karena ditolak cinta. memang rasanya ingin mati saja, tapi itu hanya kiasan yang saya buat. Karena saya tidak mau benar-benar mati waktu itu.

Apakah bunuh diri itu dosa ? tentu saja itu dosa menurut guru ngaji saya. tapi bukankah hidup dan mati manusia sudah ditakdirkan tuhan. Ah rupanya Saya berpikir terlalu jauh, jelas ini bukan ranah saya.

...................................................

Sejak dibuka kembali kasus kematian teh Ratmi oleh polisi. Jelas ini membuat geger kampung Tegal Sari. Hantu teh Ratmi memang sudah jarang lagi terdengar kemunculannya, namun hampir setiap hari polisi datang menyantroni rumah-rumah warga khususnya yang berdekatan dengan rumah Teh Ratmi.

Saya pernah bertanya kepada bapak kenapa kampung kita sekarang jadi sering kedatangan polisi.

"Polisi sedang memastikan penyebab kematian Teh Ratmi." jawab bapak.

"Loh bukannya sudah jelas dia bunuh diri pak ?"

"Iya, tapi apa yang menyebabkan teh Ratmi itu bunuh diri, apa karena memang dia stress, depresi atau ada dorongan dari pihak lain."

Saya tidak mengerti dengan ucapan bapak, tapi walaupun saya lanjut bertanya percuma saja jawabannya pasti akan lebih rumit lagi.

Nah ketika sore hari saya dan bapak sedang menyaksikan acara sepak bola di televisi, tiba-tiba pintu depan rumah ada yang mengetuk. Itulah giliran kami untuk disantroni pak polisi, karena kebetulan kita masih satu RT sama teh Ratmi. tapi yang lebih sering ditanyai polisi ibu saya. pertanyaan pada bapak hanya sedikit.

"Saya tidak terlalu akrab sama Ratmi, ya kenal sewajarnya saja pak. Jadi saya ga tahu kalau dia punya masalah atau apapun yang sedang dia alami." Jawab ibu.

"Kalau suaminya pak ? bagaimana sifatnya ? apakah dia orang yang tempramental ? apa bapak atau ibu pernah mendengar mereka bertengkar ?"

"Setahu saya Ratmo itu orang yang ramah pak, tidak arogan. Dulu sebelum kejadian ini saya cukup sering bergaul dengan dia, juga bapak-bapak yang lain. Kayanya sih kita ga pernah mendengar mereka bertengakar ya bu ? tapi ga tahu juga saya." jawab bapak sambil melihat ke arah ibu.

Akhirnya intrograsi yang berjalan santai itu selesai.

..............................................

Kabar dari hilangnya teh Dewi belum ada kelanjutannya. Entah kemana dia pergi, tapi yang pasti kasus ini sudah masuk juga ke ranah polisi kata bapak. Menurut pak Lurah belakangan ini kampung Tegal Sari terus dapat masalah, sampe ada saran dari warga agar kampung ini diruwat saja untuk menjauhkan malapetaka.

"Menang si Dewi kenapa si bu ?" Tanya bapak kepada ibu ketika sedang santai sore hari diteras rumah.

"Iya kan ibu sering ngobrol sama ibunya teh Dewi ?" aku menegaskan pertanyaan bapak.

Gantung DiriWhere stories live. Discover now