Singto yakin ia telah mengambil keputusan yang benar. Jarak sangat penting baginya, artinya ia sedang mengambil jeda untuk perasaannya bisa beristirahat agar suatu ketika— jika memang perasaannya akan terungkap, patah hati bukan lagi sebuah masalah besar. Yaa, Singto harap begitu.

**

Menghindari Krist?

Rencana awalnya memang begitu, tapi apa boleh buat jika mereka harus berada dalam jarak dekat demi nilai akhir ujian kali ini?

Ingat minggu kemarin mereka tidak jadi membuat tugas bersama kan? Ya, dan hari ini mereka harus melakukannya sebab besok adalah hari presentasi untuk tugas mereka.

Meskipun merasa berat, Singto tak bisa bohong kalau dia bahagia bisa bersama lagi dengan Krist. Sudah lama mereka tak pernah bercengkrama dan dia sudah rindu sekali pada pemuda itu. Meskipun harus bekerja sama lagi setelah sekian lama, walaupun dia harus menahan dalam-dalam gejolak hatinya. Namun dia akan tetap memberi jarak antara dirinya dan Krist. Itu demi kebaikannya sendiri.

Bertemulah Singto dan Krist di tempat biasanya mengerjakan tugas setelah Singto mengirimi chat Line pada Krist— lewat ponsel New.

Perpustakaan.

Minggu-minggu ujian membuat perpustakaan jauh lebih ramai dari biasanya. Bahkan tak ada lagi meja kosong yang bisa mereka tempati secara leluasa. Singto dan Krist harus bergabung dengan banyaknya mahasiswa lain di perpustakaan dan itu sangat mengganggu bagi Singto, apalagi saat melihat Krist terus diam tanpa semangat semakin membuat Singto tidak fokus dengan niat awalnya: mengerjakan tugas sambil tetap menjaga jarak dengan Krist.

Namun bagaimana jika Singto malah mengkhawatirkan Krist yang tak bicara sepatah katapun, sejak dia duduk di depan Singto 15 menit yang lalu? Tidak biasanya Krist diam karena pemuda itu termasuk orang yang cerewet dan selalu tertawa untuk hal lucu sekecil apapun. Tapi jika dia mulai diam seperti ini, Singto jadi cemas.

"Sakit?" tanya Singto pendek. Krist tak bergeming, bahkan tak mendengarnya.

Krist sibuk memandangi bukunya yang terbuka, hebatnya lagi dia hanya memandangi tanpa membaca. Dia melamun.

Krist juga tak menyadari banyak sekali mahasiswa menaruh perhatian padanya. Gadis-gadis yang duduk di sekitar mereka diam-diam mengambil gambar. Gadis-gadis itu tersenyum kesenangan sambil berbisik dengan rekan di sebelah mereka, membicarakan Krist tak henti-henti. Pemuda itu kadang tak menyadari kehadirannya selalu menjadi pemandangan indah tersendiri bagi sebagian orang, orang-orang sangat bersemangat dan antusias jika ada Krist di sekitar mereka. Sebut saja mereka itu fans.

Singto mulai menebak-nebak kenapa Krist menjadi pendiam. Pria itu terlihat punya banyak pikiran hingga terus saja menunduk dan larut dalam dunianya sendiri.

Singto teringat kejadian sewaktu mereka bermain basket di Assum, tempat Oaujun bersekolah dulu. Waktu itu Krist risih dan canggung dengan keramaian yang ditimbulkan olehnya. Ia dikerumuni banyak siswa sekolah, beberapa orang bahkan berani menarik-narik lengannya, dan tak henti-henti mengarahkan kamera padanya— sungguh membuatnya risih.

Waktu itu Singto menyadari ketidak nyamanan Krist, makanya dia langsung membantu Krist keluar dari kerumunan para siswa yang terlanjur heboh dengan kehadiran pemuda tampan itu. Kejadian seperti ini sudah sering terjadi, tapi Krist selalu bisa menyikapinya dengan baik— dengan cara berlari menghindari keramaian, namun hari itu saja Krist sedang tidak beruntung hingga dikerumuni anak-anak sekolah layaknya gula dikerumuni semut.

Singto pikir, hari ini kasusnya hampir sama dengan kejadian dulu. Dimana hampir membuatnya bingung dengan sikap Krist.

Namun, apa mungkin alasan Krist diam karena banyak orang disekitarnya?

Im Not Popular [COMPLETE]Where stories live. Discover now