Chapter 1 - The Day

331 3 0
                                    

VANIA’S POV

Hari ini hari pemungutan di negaraku. Mungkin kalian tau Hunger Games? Ya, novel abad ke 21 itu seperti sebuah ramalan tentang masa depan. Masaku sekarang. Berbeda dengan Hunger Games yang menggunakan latar distrik-distrik dan diakibatkan perang nuklir. Yang terjadi sekarang adalah Nation Fighter.

Kalau kau mau tau tentang Nation Fighter, bacalah. Tak tertarik? Bukan masalahku. Ini hanya sedikit catatan kecil saja. Aku pun tak peduli jika kau mau melanjutkan membaca ceritaku ini atau tidak.

Nation Fighter atau lebih dikenal dengan NF diadakan karena ketidakmerataan pendapatan penduduk di bumi. Agak aneh bukan? Maksudku, apa hubungannya sih? Kan tidak semua negara bisa disamakan. Tapi apa mau dikata? Keadaannya sekarang yah memang sepert itu. Aturan mainnya? Mirip seperti Hunger Games. Diadakan 2 tahun sekali, dan setiap satu NF berlangsung selama satu tahun. Bisa kau bayangkan? Tahap awalnya, dilakukan pengundian dari setiap negara, dari situ akan terpilih sepasang anak perempuan dan laki-laki berumur 14 tahun sampai 23 tahun. Tahap kedua, masing-masing mereka dibawa ke istana kenegaraan, dan dikirim ke suatu tempat yang disebut Kypotripe.  Di Kypotripe mereka akan bertemu dengan para tributes dari negara lain. Para tributes akan dilatih bersama di Kypotripe. Pelatihan tersebut memakan waktu sekitar 3 bulan. Setelah itu mereka semua akan dibawa ke arena dan Nation Fighter pun dimulai. Pemenang tak akan lebih dari dua. Negara kedua pemenang akan dianugerahi beberapa keuntungan. Seperti pemasokan kebutuhan sehari-hari, mendapat perlindungan lebih dari kesatuan dunia, dan masih banyak lagi.

“Vania! Come on! Acaranya pemungutan sudah mau dimulai. Cepat turun ke ruang keluarga.” aku mendengar Mom memanggilku dari bawah.

“Yes Mom.” jawabku.

“Ladies and gentlemen. Welcome to the 16th Nation Fighter. Hari ini, seperti biasa, akan diadakan pemungutan suara untuk para remaja baik laki-laki maupun perempuan yang berumur 14 sampai 23 tahun. Baik, langsung saja kita mulai. Ladies first,” Clarence, sang putri negara, memutar tangannya diatas mangkuk berisi nama-nama dari berbagai penjuru negara. Jujur saja, aku tak mempunyai persiapan apa-apa jikalau namaku yang terambil olehnya.

“Hmm.. VANIA DE VIZIO.” Clarence mengumumkan. Aku tak mampu berkata apa-apa ketika ia memanggil namaku. Kemungkinan 1 banding satu juta untuk bertemu dengan keluargaku lagi setelah minggu depan, hari disaat aku akan diambil paksa oleh ajudan dari istana apabila aku tak segera menyerahkan diri layaknya tawanan. Mom histeris saat Clarence menyebutkan namaku, Dad pun hanya bisa menenangkan Mom. Julian–kakakku satu-satunya langsung memelukku erat, ia menangis.

“Then the boys,” Clarence melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan sebelum ia menyebutkan namaku.

“ZIDAN MARSA.”

Detik itu juga aku langsung lari menuju kamarku. Meninggalkan keluargaku di ruang keluarga. Aku tak percaya akan apa yang terjadi padaku. Aku baru berumur 15 tahun, hidupku ‘seharusnya’ masih panjang, begitu pula impianku di masa depan. Tak berapa lama kemudian, Julian datang ke kamarku, memelukku. Ia satu-satunya orang yang selalu mengerti perasaanku, berbeda dengan teman-temanku yang lain yang selalu menceritakan segala masalah ke Momnya.

“Hey dear, it’s okay” Julian tersenyum dengan penuh kegetiran dan menyeka pipiku yang telah basah dengan air mata.

“I’m okay Jules, I just want to stay with you longer.”

“Then fight. For me.”

***

Malam itu aku tidak bisa tidur, aku melihat ke Julian yang tidur di sebelahku, ia masih sibuk dengan gadgetnya, mungkin ia pikir aku sudah tidur. Dan ia menoleh kepadaku.

Nation Fighter [The Collective - The Hunger Games]Where stories live. Discover now