BAB 3 Purnama

7.1K 531 43
                                    

Malam Minggu telah tiba, malam yang dinantikan banyak pasangan muda. Tapi jangan lupa, malam Minggu juga malam yang dinantikan orang-orang tanpa pasangan. Mereka menantikan hujan untuk menemani malam sepi mereka sambil meratap. Itulah candaan Sada setiap kali malam minggu-nya bersamaku. Tapi setiap kali malam minggu-nya tanpa aku, dia akan bilang via telepon 'Aku harap hari ini hujan deras biar pasangan lain enggak bisa jalan kaya kita, By. Biar mereka ikut meratap malam kelabuku di Yonif'.

Sada memang yang terlucu dalam hal itu. Keluhannya selalu membuatku tertawa walaupun tidak bisa jumpa. Jumpa pun semakin lucu.

Sekarang coba pikirkan. Kencan macam apa jika perempuannya yang justru menjemput si laki-laki? Ya ini, kencan ala kami.

Jam tiga tadi Sada menghubungiku, katanya minta di jemput jam empat. Ya sekarang ini, aku sedang menunggu di depan gerbang utama Yonif 408. Belum lagi Pak tentara penjaga pos melihat ke arah mobilku sejak tadi. Sada terlalu lama dandannya. Melebihi ritual dandanku.

Tiga menit kemudian Sada keluar dengan kemeja berlengan pendek, memperlihatkan otot-otot lengannya dengan sangat jelas. Itu tidak terlalu masalah, yang lebih masalah adalah warna kemejanya. Merah jambu? Dan dengan percaya dirinya melenggang keluar Yonif, menyapa beberapa tentara.

Aku membenturkan kepalaku berkali-kali pada kemudi bundar di hadapanku. Layaknya orang frustasi menahan malu.

"By?" panggil Sada saat membuka pintu mobilku. "Vertigo mu kambuh ya?" Memegangi kepalaku dengan kedua tangannya. Agar aku berhenti membenturkan kepalaku.

Menggeleng hampir-hampir menangis. Ini pacarku atau bukan?

"Lantas?" Tanyanya tetap memegangi kepalaku dari luar.

Menunjuk lengannya dengan telunjukku.

"Oh, lenganku tidak boleh terlihat? Perempuan lain tidak boleh lihat ototku ya? Kamu mah bisa aja." Agak tersipu. Menarik-narik lengan kemejanya ke bawah.

Aku menggeleng tapi menunjuk dadanya.

"Apa sih? Kemejanya terlalu membentuk badanku? Perempuan lain enggak boleh gitu lihat dadaku yang bidang ini?" Masih tidak mengerti.

"Mesum! Bukan karena dada bidangmu atau otot lenganmu, By!" Teriakku frustasi hingga reflek memukul klakson, berbunyi keras sampai beberapa tentara di pintu gerbang berdiri memperhatikan kami.

Sada langsung melambaikan tangannya. Memberi jawaban jika tidak ada apapun masalah diantara kami.

"Aduh, sudah lah. Malu, By. Dilihatin prajurit-prajurit sebanyak itu. Geser sana lah." mengusirku duduk di samping kemudi, dia yang akan mengemudikan mobil belum lunasku ini.

"Siapa di sini yang lebih malu? Bukannya jemput malah dijemput, sudah gitu pakai baju merah muda lagi! Astagfirullah, ada apa dengan pacarku ini?" Keluhku menatap Sada frustasi.

"Maaf, By. Mobil masuk bengkel soalnya, ya gimana habis nubruk dan ditubruk orang. Enggak lihat benjolan di kepalaku. Segede bakpao." menunjuk benjolan kecil yang bahkan tidak terlalu terlihat di dahinya. "Daripada enggak bisa malam mingguan, kan jarang-jarang." memutar kemudi dan kami akan melanjutkan perjalanan sesuai dengan rencana. Nonton lagi untuk kesekian kalinya.

"Oh jadi karena kamu ditubruk dan nubruk orang jadi kepalamu kebentur sampai benjol segede bakpao makanya otak kamu ikut bermasalah ya?"

"Kok gitu sih, By?"

"Iyalah, sejak kapan kamu jadi pakai baju merah muda begini? Tentara loh, pakai baju merah muda, kaya kehilangan wibawanya!"

"Biarlah orang beranggapan apa. Lucu gini warna baju kita samaan. Lagi pula aku baru beli beberapa hari yang lalu, By." terus memutar kemudinya.

Purnama (#2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang