BAB 11

5.7K 426 48
                                    

Kaki Naruto berjinjit, dia berusaha melihat kedalam melalui atas pagar yang terbuat dari kayu tersebut.

Pagar itu memang tidak terlalu tinggi, hanya sebatas dahinya saja. Oleh karena itu, hanya dengan mengangkat sedikit ujung kakinya maka Naruto sudah bisa melihat kedalam halaman. Sepersekian detik, tangan Naruto perlahan terulur mendorong gerbang. Lelaki itu berusaha membukanya. Tapi nihil, gerbang itu tidak bergerak.

"Kenapa dikunci?"

Naruto tadi bermaksud mengekori ketiga bikers cilik untuk masuk kedalam dan bertemu dengan Hinata. Namun naas baginya ternyata gerbang sudah dikunci entah oleh siapa, sepertinya dia kalah cepat.

Naruto mendadak merasakan kekesalan, apalagi sekarang sebuah pemikiran sangat mengganggunya.

"Apa yang tadi itu anak-anak Hinata, Lalu dimana suaminya sekarang? Sudah dua jam aku tidak melihat satupun pria dewasa disini!"

Naruto terus berjinjit dan celingukan, dan tentu saja, perbuatannya itu mengundang banyak pejalan kaki yang lewat untuk berbisik-bisik. Naruto memang sangat mencurigakan karena mengintai rumah seorang janda, itu pemikiran tetangga Hinata.

Naruto masih terus melihat keadaan rumah tanpa menyadari tiga pasang mata yang mengintipnya dari lantai dua, dibalik gorden berwarna coklat tua.

"Daddy kita sangat memalukan ya Nii-chan, Aku menyesal lahir dari benihnya"

Himawari berkata dengan datar, mata birunya terus memperhatikan kepala seorang pria berambut pirang yang terlihat masih terus celingukan diluar gerbang rumahnya. Boruto tidak mengerti apa maksud Himawari.

"Benih? Memang kita ini sejenis tanaman apa? Kau ini bicara apa sih Hima?"

Boruto berkata tanpa melihat adiknya. Mata birunya juga terus memperhatikan sang Ayah. "Dasar idiot!" gumamnya penuh sopan kepada sang ayah.

"Hah!? Memangnya Hima bicara ya? Perasaan dari tadi Hima hanya diam" jawab Himawari lucu.

"Sudahlah, Kalian ini berisik, Mengganggu konsentrasiku saja. Sekarang yang harus kita pikirkan bagaimana membuat Daddy pergi dari gerbang"

Telunjuk Nawaki mengacung lurus menunjuk pada Naruto yang sedang berusaha masuk dengan memanjat gerbang. Ketiga saudara kembar itu swetdrop melihat kelakuan sang Ayah.

"Bisa-bisanya Daddy berbuat hal memalukan seperti itu. Aku malu mengakui dia sebagai Ayah" tambah Nawaki sambil menggelengkan kepalanya jengah.

Sementara diluat, Naruto sudah berhasil menaiki gerbang, kemudian meloncat turun kedalam tepat diatas halaman. Namun sesuatu yang lucu terjadi, Pria itu jatuh tersungkur saat mendarat. Karena Pada dasarnya Naruto sudah lama tidak pernah memanjat lagi.  Kekonyopan yang lelaki itu buat, mengundang empat orang disana untuk meringis, seolah mengerti sakit yang Naruto alami. Tahu bukan, siapa empat kepala itu.

"Aku tidak mau mengerjai Daddy sekarang, lebih baik kita buka saja pintunya. Sekalian kita berkenalan, Bagaimana?"

Nawaki memandang Boruto dan juga Himawari, mencari persetujuan untuk idenya kali ini.

Nawaki memang sekarang sama sekali tidak bisa membuat rencana untuk mengusili sang ayah. Otaknya serasa buntu. Tidak ada ide.

"Memang Daddy akan percaya kalau kita anaknya?" Boruto bertanya sambil membuka sebungkus permen dari dalam kantung celananya.

"Tentu saja! Lihat saja dirimu, kau seperti miniaturnya Daddy. Kau muncul saja duluan, setelah itu aku dan baru Hima, Bagaimana?".

Nawaki merebut permen yang baru akan Boruto masukkan kedalam mulutnya, membuat mini Naruto itu merengut sebal. Namun tidak berapa lama, dia kembali mengambil permen lain dan membukanya.

Are you ready?Donde viven las historias. Descúbrelo ahora