Part 4 : Mengulik Info

8 2 0
                                    


Nathania Pradipta atau sering dipanggil Natha oleh orang terdekatnya. Merasa sesuatu tengah terjadi di dasar hatinya. Bersama Gilang sedekat ini untuk pertma kalinya setelah sekian lama dirinya berharap.

Andaikata bisa selalu seperti ini, mungkin Nathania akan berhenti memperhatikan setiap gerak-gerik cowok itu di kelas seperti orang idiot. Iya, Natha cantik dan pintar seorang wakil murid yang dikenal bijak. Namun,  bagi teman sebangkunya Natha tak urung seperti lalat hijau yang memutar-mutar tanpa bosan bila sudah berhubungan dengan Gilang.

Sejak tadi gadis yang tengah memboceng itu tak berhenti bertanya dalam hati tentang Gilang.
Karena hingga saat ini, Nathania terus berprasangka buruk tentang tumpangan secara cuma-cuma yang diberikan Gilang.

Arah rumah Gilang dan Nathania bersinggungan. Hal yang mustahil jika Gilang yang notabene-nya mudah sewot dan sensi pada Nathania berlagak manis tanpa sebab.

"Hei, kenapa sih bengong?"

"Apa? Kenapa emangnya? Udah sampe emang?" cecar Nathania replek terkaget karena suara Gilang dari balik kemudi.

"Satu-satu kali nanyanya, Nat. Gini, lo ngelamun gue gak suka. Terus, gue gak tau arah rumah lo. Nah terusnya lagi, belon sampe Cecanku," jawab Gilang gemas.

'Lo ngerjain gue kelewatan bener, Lang!' ucap Nhatania hanya dalam hati.

"Heh! Diem aja terus ampe sore, gak ada solusinya," ucap Gilang lagi yang kesal menengok ke belekang terlalu lama.

Nathania memukul pelan bahu cowok yang sedang memainkan perasannya. Kemudian dia menunjukkan jalan ke arah rumahnya melalui gang-gang yang mulanya lebar menjadi sempit. Perjalanan sampai sekitar dua puluh menit dari jalan raya. Cukup jauh jika Nathania berjalan kaki hingga tempat para angkot berlalu lalang.

Sampai sana Gilang dibuat kesal mendapati Nathania kembali melamun. Entah sedang memikirkan apa. Dengan tingkat kejahilan yang mumpuni segera saja Gilang teriak minta tolong bahwa temannya sedang kerasukan.

Setelah turun dari motor, ia beraksi sejadi-jadinya.

"Tolong, bawain lontong Bapak-Ibu! Temen saya kelaperan, eh, kerasukan maksudnya. Lontong-lontong!!!"

Tiba-tiba Nathania tersadar dan segera membekap mulut si jahil.

"Diem gak lo!"

"Nghh! Nghhh! Lep-pas woy."

Warga yang dibuat panik segera bertanya, "Ada apa, Neng? Kok temennya dibekap?" kemudian ada yang menambahkan, "Kebetulan saya tukang sate, Neng. Jadi, mau beli lontong saya?!"

"Euh, gak ada apa-apa, Pak! Temen saya iseng aja kok. Maklum dia lagi pengen viral kayak di medsos," ujar Nathania sembari terkekeh bercampur kesal.

"Aduh, pacarnya narsis banget," balas salah satu warga yang Nathania tahu adalah pemilik rumah di depan gang sana.

"Lo sih ah, rese."

"Apa sih, orang berbuat baik salah mulu. Orang gue sekalian laper juga, sambil nyadarin lo yang lagi mikirin gue."

"Dikh! Selain jail, narsis, lo juga paket lengkap kepedean!"

"Haha, harus dong paket spesial 15k harus lengkap."

Nathania tertawa hanya dengan candaan receh, "Apaan sih dasar ayam geprek!"

Gilang ikut tertawa juga sambil mengikuti langkah Nathania menuju pintu masuk.

°°°°

"Gue boleh nanya-nanya gak, Nat?"

Gilang terseyum malu-malu sesekali menggaruk tengkuknya. Nathania menghela napas berat ternyata Gilang memang tidak benar-benar baik seperti dugaanya. Selalu ada maksud tertentu jika menghadap Nathania.

"Hmm, silakan," jawabnya melemas.

"Pratista itu bener temen lama lo? Kenapa lo bilang itu dulu? Dan satu lagi ada masalah apa sama kalian?!"

Sebelum menjawab hal yang menyakitkan Nathania menggigit biskuit kelapa yang tersedia di ruang tamunya. Sambil terus menunda-nunda ia juga menyeruput teh manis dingin. Lalu, kembali mengambil biskuit rasa lain.

Gilang berusaha bersabar karena ia yakin ini adalah jawaban yang sedikit rumit. Namun, lama-lama ia berdecak juga saking lamanya Nathania berbasa-basi dengan biskuit. Padahal setelah pulang sekolah tadi gadis itu makan terlebih dahulu sebelum duduk bersama dengan Gilang.

"Udah kenyang? Jawab yuk, gue mau cepet balik nih."

"Kenapa lo pengen tau?!" tanya balik Nathania merasa janggal tiba-tiba Gilang ingin tahu mengenai pertemanan dia dengan Pratista.

Gilang menggaruk lagi tengkuknya bingung. Merasa takut mengemukakan keinginannya mengenal Pratista melalui Nathania, meski masa lalunya saja.

"Susah kan! Lo jawab dulu, baru gue," ujar Nathania mendesak Gilang jujur.

"Oke, jadi, gini. Gue susah kenal sama Pratista, dia kayaknya bermasalah sama bau mulut. Nah, gue pengen kenal dia dari lo, Nat ...."

Sempat diam cukup lama akhirnya Natha menyadari sesuatu akan rasa yang berubah begitu cepat saat ini.

"Mending lo pulang! Udah sore, rumah gue mau tutup!"

"Ya, Tuhan. Kayak toko ya rumah lo, tapi tadi belum dijawab pertanyaan gue. Licik lo, gue udah jawab pertanyaan lo, tapi giliran gue lo abaikan."

Gilang berdiri dan merapikan bajunya yang lecek tertekuk akibat duduk terlalu lama. Sebelum keluar rumah ia menyambangi dapur guna pamitan pada ibunda Nathania yang sedang sibuk memasak untuk makan malam.

"Pulang ya, Tante."

"Iya, kapan-kapan ke sini lagi ya, Gilang."

Gilang meringis, tidak yakin. "InsyaAllah, Tan."

Masih merasa kesal Gilang tidak berpaminatan dengan Nathania. Hanya melewatinya saja tanpa berniat menoleh.

"Hati-hati! Thanks udah nganterin balik. Kalo gak ikhlas, besok gue ganti bensinnya," ucap Nathania saat Gilang menyalakan motor bebeknya.

"Iya, jangan lupa ganti besok uang sewanya ke si Rudi anak culun kelas 10 IPS 5!!!"

Nhatania menepuk jidat dengan kelakuan cowok yang baru saja mematahkan harapannya.

°°°TBC~~~

Love PratistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang