Matahari Pertama : Kejutan untuk Vania

Beginne am Anfang
                                    

Baru saja kemarin dia menerima pernyataan cinta, dan hari ini dia harus merasakan bagaimana sakitnya? Ini bukan cinta. Jika pria itu benar-benar mencintainya mana mungkin dia tega menggoda gadis lain di belakangnya. Sungguh, perasaan Vania benar-benar tak beraturan lagi saat ini.

"Pulang, Va?" tanya Genta saat mendapati Vania berlari kecil ke arah ruang tunggu sekolah yang berada tepat di depan gerbang sekolah.

Vania yang saat itu melihat Genta langsung mengalihkan pandangannya, tak ingin ada yang melihat bahwa dia sedang menangis.

"Kok dikunci, Ta?" tanya Vania saat tangannya sedang memegangi knop pintu ruang tunggu.

Genta yang saat itu tengah terbaring dengan santai di sofa ruang tunggu langsung bangkit dan menghampiri Vania.

"Emangnya mau ke mana? Buru-buru banget." Genta berucap sembari merapihkan baju seragamnya yang dikeluarkan dan sedikit kusut.

"Pulang."

"Jalan samping aja, yok!"

Tanpa menunggu persetujuan dari Vania, Genta langsung menarik lembut pergelangan tangan kanan Vania sehingga dia mengikuti langkah kakinya.

"Mau bawa gue ke mana?" tanya Vania yang tangannya masih berada di dalam genggaman Genta.

"Udah lo ngikut aja!"

Genta sedikit mempercepat langkahnya menelusuri koridor sekolah yang memang sudah sepi dan sedikit gelap karena awan mendung di atas sana. Dia bukan membawa Vania ke halaman samping sekolah agar Vania dapat pulang dengan cepat, melainkan membawa Vania ke dalam sekolah lagi.

"Lo apaan sih Ta, gue mau pulang!" Vania terus berusaha meloloskan diri, tapi tak bisa karena tenaga Genta yang jauh lebih kuat dari dirinya.

"Masuk!" perintah Genta dengan tatapan matanya yang mulai menajam bersamaan dengan langkah kaki mereka yang terhenti di depan suatu ruangan.

Vania yang melihat itu langsung menarik paksa tangannya dari cekalan tangan Genta, lalu bola matanya bergerak cemas karena Genta yang menatapnya
begitu horor. Dia takut dipandang seperti itu.

"Gue bilang masuk!" Genta kembali bersuara dengan suara kerasnya, "kalau enggak ... gue perkosa lo saat ini juga!"

Vania melototkan matanya karena kaget dengan penuturan Genta, berani-beraninya dia mengancam Vania seperti tadi.

Namun, kembali Vania menoleh kanan-kiri melihat keadaan di sekolah memang sangat sepi. Dia jadi takut jika Genta tidak main-main, tapi jika dia masuk dan di dalam sudah disediakan jebakan untuknya, bagaimana?

"Satu ... dua ...."

Genta mulai berhitung dengan jari-jari tangannya yang ikut mengacung ke udara. Vania pun semakin cemas, kakinya bergerak tak karuan di atas lantai yang ia pijak saat ini.

"Hujan ...," lirih Vania ketika menoleh ke halaman sekolah dan mulai terlihat ada rintik-rintik air yang turun dari atas awan.

"Masuk!"

Vania kembali menoleh kepada Genta, lalu kepalanya mengangguk kecil dengan sisa-sisa keberaniannya.

Tangannya bergerak dengan cepat membuka knop pintu, bahkan saking terburu-burunya dia sampai tersandung dan alhasil menjadi tengkurap di hadapan Genta yang saat itu berdiri di belakangnya.

"Ayo bangun!" Genta menepuk kaki Vania yang terbalut sepatu berwarna hitamnya.

Tubuh Vania bergetar, lalu dengan sisa-sisa tenaganya dia langsung mencoba bangkit dan langsung bisa melihat apa yang ada di dalam ruangan saat itu juga.

Matahari Sempurna (Completed) ✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt