From Your Pluto (01)

39 2 1
                                    

Gadis itu menatap bayangan dirinya di sebuah kaca yang berukuran cukup besar yang terpasang di ruang gantinya. Matanya menatap seluruh proporsi badannya, dimulai dari rambut hitam legamnya yang diikat sanggul dengan sedikit juntaian yang sengaja dibuat bergelombang hingga sebuah flat shoes elegan dengan butiran pernak-pernik mengkilat yang terpasang indah dikaki mulusnya. Dress putih selutut melekat indah pada tubuh mungilnya, menampakkan bahu dan lehernya yang terlingkar sebuah kalung silver bertuliskan huruf 'N'.

Tidak, itu bukan inisial namanya.

Melainkan seorang lelaki berjas hitam yang sedang menunggunya di ruang tamu. Dia teman dekatnya. Teman dekat yang selama ini menjadi salah satu penghuni tetap di dalam hatinya yang rapuh.

Lelaki itu sibuk mengobrol dengan orangtua dari si gadis hingga ia tak menyadari bahwa perempuan cantik itu kini berdiri tepat di belakangnya. Gadis itu sedikit berdeham, berusaha mengalihkan perhatian setiap orang yang hadir disana. Lelaki tadi menoleh cepat, lalu mendongak secara perlahan untuk memastikan siapa bidadari yang tiba-tiba jatuh di hadapannya saat ini.

Matanya membulat setelah melihat wajah sang bidadari yang terbalut dengan make up natural kini menampilkan serecah senyum tipis yang menyugesti dirinya untuk ikut tersenyum tak percaya. Ia menutup mulut dengan salah satu tangannya, berusaha menyembunyikan senyumnya yang hampir merekah menjadi sebuah tawa.

Ya, tawa bahagia.

Bahagia melihat gadis kesayangannya kini berubah menjadi sebuah bidadari yang siap membawanya terbang menuju alam khayalannya.

"Bagaimana menurutmu?" gadis itu berbicara pelan dengan nada terbata-bata, gugup dengan penampilannya yang sebenarnya berbeda 180 derajat dari penampilannya sehari-hari yang hanya sebatas kaos oblong ataupun kemeja.

Hening, semuanya masih terpana dengan penampilannya. Termasuk lelaki tadi yang tiba-tiba kehilangan seribu kata dalam pikirannya.

"Cantik, sangat cantik." Lelaki itu menepuk pelan tangannya. Hanya ada kata 'cantik' yang masih tersimpan dalam lemari-lemari pemikirannya.

Gadis tadi tersipu malu, meninggalkan serecah warna merah merona di pipi tembamnya. "Apa sekarang kau sudah siap?" tanya lelaki itu. 

Gadis tadi menoleh untuk melihat jam dinding, lalu kembali menatap lelaki itu, "Sudah, kita kan tidak boleh terlambat untuk acara ini."

Lelaki itu mengangguk, lalu sedikit bercengkrama sebentar dengan orangtuanya dan berdiri tegap sambil meminta izin dan restu. Gadis tadi melakukan hal yang sama, lalu perlahan berjalan menuju pintu mendahului lelaki tadi yang masih digoda habis-habisan oleh orangtuanya.

Saat gadis itu hampir menyentuh gagang pintu, tangannya ditahan dengan sebuah tangan kekar yang dihiasi sebuah jam tangan Rolex yang melingkar indah diantara urat tangan yang bersembunyi di balik kulit putih pemiliknya. 

"Jangan berjalan sendirian, tuan putri." 

Suara berat itu membuatnya menoleh cepat, menatap lelaki yang sedang tersenyum manis hingga membuat nyawanya serasa hilang entah kemana.

Selamat tinggal pada pipi yang terlihat natural. 

Pipinya kini menjadi semerah tomat, jantung terus berdetak semakin kencang tanpa seizin darinya sehingga membuat napasnya menjadi tersekat oleh dinding transparan. Lelaki itu mengusap rambutnya, lalu kembali pada kegiatan membuka pintu untuk dirinya. Sebelum ia melangkah keluar, lelaki itu membalikkan badannya lalu menatap lurus wajah gadis itu. Lantas ia membungkukkan badannya dan menjulurkan tangan seolah mengajak sang putri untuk naik ke kereta kencana.

"Mari tuan putri, aku antarkan kamu ke pesta yang megah."

Tangan lentik gadis itu menyambut uluran tangan pangerannya, lalu tangannya itu digenggam halus hingga ia sudah benar-benar tak mampu untuk berkata-kata. Wajahnya merona, jantung seolah ingin keluar dari haluannya. Lelaki itu benar-benar memerlakukannya seistimewa mungkin hari ini. Mulai dari gaun putih yang diberikan khusus untuknya, genggaman tangan lembut yang mematikan tiap sel-sel dipikirannya, hingga adegan membukakan pintu mobil yang menurutnya terkesan dramatis namun disisi lain juga memberi efek romantis.

>>>

Setelah menempuh perjalanan sekitar 25 menit, mobil sedan hitam itu mengantarkan keduanya pada sebuah restoran Prancis bintang lima yang sangat popular di kota itu. Lampu temaram yang berjejer di pinggir jalan menambah kesan elegan pada restoran itu. Ditambah bunga-bunga kecil yang dipajang di etalase membuat gadis itu masih terpana dengan tempat pilihan lelaki itu.

"Ayo turun," ajak lelaki itu.

"Sebenarnya kita mau apa kesini? Dari kemarin kau tidak menggubrisku kalau aku bertanya ini."

"Turun saja dulu. Akan aneh bagiku kalau aku mengatakannya disini," ujar lelaki itu sambil membuka pintu mobil. Gadis tadi menurut, ia menyambar tas tangannya yang berwarna silver yang berada di bangku belakang sebelum ia melenggang pergi dari dalam mobil mewah itu.

>>>

Keduanya masuk ke dalam restoran itu. Si gadis masih mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencerna bagaimana caranya menyusun tiap barang-barang kecil yang sebelum ia anggap tidak berguna menjadi sesuatu yang memanjakan matanya.

"Kau membawanya kan?"

Gadis itu sedikit terperanjat, lalu ia mengangguk dan langsung merogoh tasnya. Tampaklah sebuah karangan bunga berbentuk bando yang sangat sederhana namun cantik. "Mau kau apakan itu?"

Lelaki itu tersenyum tipis. Ia mengangkat bando itu dan melingkarkannya di kepala gadis tadi. Gadis itu tersipu, darahnya berdesir kencang hingga wajahnya menampakkan rona merah yang cukup mencolok. "Aku mau kau menemaniku," pintanya.

"Untuk?

Gadis itu tidak dapat berpikir jernih. Pikirannya bercabang hingga kemana-mana.

"Hari ini aku akan lamaran dengan Laura. Aku ingin kau menjadi salah satu saksi atas peristiwa bahagia ini."

Cukup dengan kalimat itu, seberkas air mata mengalir indah dari pelupuk matanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 04, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

From Your PlutoWhere stories live. Discover now