Tatapan itu akhirnya terjatuh kepada seseorang yang tengah berdiri di tengah kerumunan penonton. Seseorang yang bahkan tak pernah ia harapkan. "Afreen?" gumamnya.

Dan seketika senyuman Raehan mengembang sempurna dan entah mengapa ditonton oleh Afreen bahkan mampu melupakan kegusaran hatinya beberapa waktu lalu.

Diam-diam di sisi lain tempat itu, Davka menyenderkan tubuhnya ke pilar yang terdapat di lorong yang terletak di pinggir lapangan. Senyum manisnya tercetak di wajahnya. Kedua matanya menatap ke arah Raehan yang tengah bersemangat memainkan bola itu dan ke arah Afreen yang terus memandangi permainan kakaknya membuat hatinya merasa bahagia meskipun jujur saja, ada sisi lain dari hatinya yang merasa kecewa.

"Lebay banget sih gue. Gue berhasil bikin Afreen mau nonton permainannya Raehan. Harusnya gue seneng, 'kan?" gumamnya dan ia pun segera pergi menjauh untuk menyelamatkan hatinya.

*****

"Davka!"

Terdengar suara pekikan seorang cewek yang membuat Davka menoleh ke arah sumber suara.

"Ada apa, Kai?"

"Lo mau ikut, gak?" tanya Diego yang kini sudah berdiri di sebelah Kailasha.

"Kemana?"

"Ada deh! Yuk ikut! Udah selesai juga 'kan kerjaan lo. Hari ini juga free," sahut Kailasha dengan wajah memelas.

"Oke. Oke."

Kailasha dan Diego segera menarik Davka dan membawanya memasuki sebuah mobil hitam yang Davka ketahui bahwa itu adalah mobil keluarganya Diego. Davka duduk di kursi penumpang sebelah Diego yang tengah menyetir. Diego memang sudah mengantongi SIM setelah ia berulang tahun yang ke 17 beberapa bulan yang lalu. Sedangkan Davka memang tak mungkin membuat SIM dikarenakan ia masih berusia 16 tahun. Davka sempat ikut kelas akselerasi saat ia di bangku SD sehingga ia menjadi satu angkatan dengan Diego dan Kailasha.

"Ini mau kemana sih?" tanya Davka untuk tang kesekian kali.

"Mau ke rumah Uno," sahut Kailasha dari bangku belakang yang mampu membuat Davka terpekik bahagia.

"Uno udah balik ke Indonesia?"

"Iya, Dav. Semalem dia ngabarin gue," sahut Diego.

Davka merasa senang hari ini. Akhirnya ia dapat bertemu dengan Uno, sahabat masa kecilnya dulu saat mereka masih berada di kelas 6 SD. Saat itu Davka, Kailasha, Diego dan Uno bersahabat sangat dekat. Mereka selalu bersama-sama hingga sebuah kejadian tak terduga terjadi, menimpa anak lelaki tampan itu.

Keluarga Uno mengalami kecelakaan saat hendak menuju rumah neneknya yang berada di Semarang. Beruntung, kedua orang tuanya tidak mengalami cedera serius, namun Uno harus merelakan pandangannya serta kedua kakinya yang lumpuh. Satu bulan setelah kejadian itu, kedua orang tua Uno membawanya ke Amerika untuk melakukan operasi pada matanya.

Dan kini Davka bahagia akhirnya dapat kembali bertemu Uno. Dan yang lebih membahagiakannya lagi. Diego mengatakan bahwa Uno sudah bisa melihat lagi meskipun kedua kakinya belum bisa berjalan lagi.

Tak membutuhkan waktu yang begitu lama, mereka tiba di depan sebuah rumah besar berwarna putih. Setelah dipersilahkan oleh Nuri—ibunda dari Uno—, mereka segera berjalan menuju sebuah kamar berpintu hitam.

"Uno!"

"Masuk!" terdengar suara dari dalam membuat mereka segera memasuki kamar itu.

Dan kini nampak sempurna di depan mereka, seorang cowok berlesung pipi dalam tengah duduk di atas kursi rodanya sembari merentangkan kedua tangannya.

"UNO UNO UNO UNOOOOO!!!" pekik Davka kegirangan yang segera memeluk erat sahabat yang sudah 5 tahun tak ia temui.

"Hahaha udah ah. Geli gue pelukan sama lo. Gue bukan homo!" ujar Uno sambil mendengus kesal.

Davka melepaskan pelukannya, kemudian Diego dan Kailasha bergantian memberi salam kepada Uno.

"Wah Davka, Diego. Kalian makin ganteng aja. Gue sebenernya agak pangling gitu pas liat kalian," ujar Uno.

"Iyalah gue ganteng. Napa emang? Lo naksir?" sahut Davka yang sudah duduk di atas ranjang Uno.

"Apasih lo," ujar Uno sembari terkekeh geli. Kedua mata cowok itu kini melirik ke arah Kailasha yang tengah berdiri di sebelahnya. "Lo juga, Kai. Makin cantik."

"Awas, dia jangan dipuji berlebihan. Gak baik. Nanti dia terbang. Gue gak punya wakil yang bisa disuruh-suruh lagi kalo dia terbang ninggalin gue," sahut Davka yang ternyata sedang berbaring di atas ranjangnya sembari memainkan ponsel milik Uno yang ia temukan di atas nakasnya.

Davka sangat serius dengan kegiatannya hingga kegiatannya terhenti kala sebuah bantal mendarat dengan indahnya di wajah Davka. Davka bangkit dan memandang semua orang lekat. "Woy! Muka ganteng gue nanti ancur kalo dilempat ginian."

"Bagus. Gue malah berencana begitu," ujar Kailasha.

"Udah udah. Ah kalian dari dulu sampai sekarang berantem mulu. Kapan akurnya, sih?"

"Kapan-kapan, No," sahut Diego yang kemudian disusuk oleh suara tawa dari semua orang termasuk dirinya.

Davka memandangi semua sahabatnya itu. Diam-diam ia bersyukur bahwa ia diberikan sahabat-sahabat yang memang paling bisa membangkitkan semangatnya lagi.

[TBC]
⚫⚫⚫

Maaf. Updatenya lama pake banget.

Ini aku makanya curi2 waktu biar bisa selesaikan bab ini hehe. Maaf yaa sekali lagi^^

Happy weekend guys! 😊 💕

Seharusnya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang