Kemarahan dan kekecewaan Level 10

19 2 0
                                    

Kalau saja aku tidak semudah itu memberikan kepercayaan kepadanya, mungkin aku bisa membahagiakan diri terlebih dahulu dan tidak mengharapkan peruntungan cinta berpihak padaku di kesempatan ini. Sayangnya, pemilik skenario ingin aku berada di scene dimana aku belum saatnya untuk merasakan kebahagiaan. Mungkin Tuhan menginginkan aku untuk lebih berjuang lagi dengan apa yang aku yakini dari awal. Kadang-kadang aku menyesali apa yang telah aku percaya, namun disisi lain, aku tidak dapat merubah apa yang telah terjadi. Semakin hari, Ficar menjauh dari kebiasaan kita setiap hari, dan aku mulai lelah untuk menanyakan hal itu. Yang aku lakukan saat ini adalah hanya menunggu kepastian yang benar-benar pasti antara ketidak jelasan hubungan kami. Ya.. menunggu kadang membosankan, menghindar juga tidak akan menjadi solusi terbaik. Yang jelas, untuk memperjuangkan perasaan itu sangat sulit dan benar-benar membutuhkan keikhlasan dan ketulusan. Ngomong-ngomong, aku bertahan dengan sesuatu yang kutunggu sudah 3 tahun. Bukan waktu yang sebentar untuk mengharapkan sesuatu yang mungkin saja tidak akan pernah terjadi. 3 tahun ini tak membawa perubahan baik sedikitpun selain quality time yang semakin berkurang diantara kami. Tanpa menyalahkan keadaan, suatu hari aku mencoba mengingatkannya kembali perihal yang dia lupakan selama ini. Tapi tetap saja dia tidak peduli. Memberanikan diri untuk memperbaiki yang sudah usang kadang tidak hanya butuh usaha, mungkin juga butuh pengorbanan. Entah seberapa banyak dan sering aku mengharapkan untuk keadilan ini, tak terjawab juga. Hingga kami sampai pada diskusi tak terencana itu :

"Fik, kita udah 3 tahun nih, kamu gak pengen apa-apa gitu dari aku, atau km ingin aku seperti apa? Atau ada yang harus aku rubah, biar hubungan kita gak jenuh."(padahal aku nyindir dia agar berubah.)

"Apa ya, sepertinya gak ada. Aku bahagia dan gak jenuh kok sama kamu." (dengan cueknya)

"Satu aja apa kek gitu biar kita ada perubahan yang lebih baik, gak cuek-cuakan gini lah fik."

"Maksud kamu aku cuek sama kamu? Aku harus gimana emangnya Put, kan aku udah biasa aja gak cuek sama kamu."

(sambil menangis karena sudah gak tahan karena jawaban ficar yang selalu menunjukkan ketidak peduliannya selama bertahun-tahun) "Kamu punya perasaan gak sih fik? Aku 3 tahun berusaha mengingatkan kamu karena aku sudah gak nyaman dengan sikap kamu yang tambah jauh dari aku, tapi kamu gak pernah dengerin aku, kamu gak pernah ngerasa gimana jadi aku yang ngejalani hubungan dengan orang yang ngomongnya sayang tapi berbalik dengan sikap yang dia tunjukkan sama aku."

"Maafin aku ya Put, mungkin aku kurang perhatiin kamu."(tanpa mengahpus air mata Putri)

"Kalo kamu bosen mendingan bilang. Aku sudah capek Fik."

"Asal kamu tau ya Put, aku juga butuh perhatian. Kamu maunya diperhatikan terus tapi kamu gak memperhatikan aku."

Saat itu mendengar keangkuhan Ficar, hatiku sangat teriris. Padahal selama ini aku selalu memperhatikannya meski dia tidak peduli. Dan segampang itu kata-kata yang membuatku tidak menyangka keluar dari mulutnya. Iya itu hanya sepenggal dari kata-kata lembut yang menyakitkan yang paling aku ingat dari sekian banyak keegoisannya ketika dia sedang mencoba mengingatkan aku. Dia tidak sadar bahwa aku peduli karena dia tidak pernah menganggap perhatian yang aku berikan akibat kesibukannya dengan dirinya sendiri. Sebenarnya aku ingin bertahan sekali lagi, tapi, sepertinya aku tidak akan pernah bisa memahaminya. Memahami yang dia mau, agar dia sadar bahwa aku selalu memikirkan bagaimana membuatnya tetap bahagia dengan sedikit harapan, aku juga ikut bahagia dengan cinta yang kita jaga selama ini. Namun, semua berbeda dari yang aku inginkan. Aku juga manusia yang memiliki banyak kekurangan dan aku berusaha untuk membuatnya tidak terganggu oleh kekurangan itu. Tapi, mungkin memang harus diakhiri. Mencintai tapi tidak dicintai itu ternyata juga sama sakitnya dengan patah hati. Hati memang hanya ada satu karena satu hati itu terbentuk dari dua hati yang menyatu. Ketika salah satu tak seimbang dan tak sejalan, maka hati itu tidak akan nampak sempurna. Kesempurnaan ada ketika saling melengkapi, bukan meminta dilengkapi dan tidak mau melengkapi satu sama lain. Itu namanya obsesi, bukan cinta. Akhirnya, aku memutuskan untuk pergi meninggalkan dia. Tujuan pertama bukan untuk berlabuh lagi, tapi untuk menyembuhkan yang sudah dipatahkan. Entah Ficar menyesal, masih menyayangiku atau butuh sama aku, dia tidak mau mengakhiri hubungan kita. 

Can You See, Feel and ListenWhere stories live. Discover now