..Cerpen.. real by me

237 3 0
                                    


       == Happy Reading ==


         Seorang remaja perlahan turun dari kendaraan roda dua yang ia naiki bersama sang ayah. Setelah berpamitan dengan ayahnya, remaja itu menyusuri jalan menuju gerbang sekolah yang beberapa hari ini telah menjadi sekolah barunya. Sudah beberapa hari ini status nya berubah dari anak SMP ke anak SMA. Namanya adalah Anjirah Kania. Biasanya orang-orang memanggilnya Jirah. Seorang gadis yang memiliki otak cemerlang namun sangat sederhana dari segi apapun. Penampilannya biasa, keluarganya biasa, dan ekonomi pun biasa. Jirah termasuk orang yang beruntung bisa masuk ke salah satu SMA Negeri terfavorit di kota metropolitan terbesar di Jawa Barat. Kota Kembang merupakan sebutan lain untuk kota ini, karena pada jaman dulu kota ini dinilai sangat cantik dengan banyaknya pohon-pohon dan bunga-bunga yang tumbuh disana. Selain itu, Bandung dahulunya disebut juga Parijs van Java yang dinamai oleh bangsa Perancis karena keindahannya.

         Menghirup udara pagi adalah salah satu hal favorit yang selalu Jirah lakukan. Karena baginya di jaman sekarang ini sangatlah sulit untuk merasakan udara segar apalagi di kota metropolitan seperti ini. Jika mentari telah nampak, polutan lah yang lebih banyak terhirup. Gadis itu memasuki area kelasnya, yaitu kelas X MIPA-1. Yang banyak orang menyebut kelas itu adalah kelas yang berisi anak-anak yang memiliki otak di atas rata-rata. Hanya anak-anak terpilih seperti itulah yang sanggup masuk ke dalam kelas tersebut. Jirah kemudian duduk di samping teman sebangkunya yang tak lain adalah sahabatnya dari SMP, Kesya Shakila namanya. Seorang gadis dengan tatanan sederhana dengan seragam yang menutupi seluruh aurat sama sepertinya. Kemudian mereka sama-sama saling melemparkan senyuman. Salah satu kebiasaan orang sunda yang diwariskan oleh leluhur yang memiliki watak lemah lembut. Mewariskan sifat-sifat yang melekat dalam diri orang sunda dan menjadi keunikan tersendiri ketika mereka berbaur dengan masyarakat lainnya.

" Selamat pagi, Jirah! " sapa Kesya dengan semangat paginya.

" Pagi juga, Kesya! Semangat sekali maneh teh pagi ieu." Jawab Jirah.

" Enya atuh, kita tuh kudu semangat." Balas Kesya dengan logat sundanya.

Tak lama Kesya mengakhiri ucapannya, bel tanda masuk kelas telah berbunyi. Membuat seluruh murid mulai berhamburan masuk ke kelasnya masing-masing. Para guru pun mulai memasuki kelas yang harus diajarnya.

***

Seharian ini di sekolah Jirah dan Kesya merasa sangat lelah. Mungkin belum terbiasa dengan lingkungan baru yang mereka jalani sekarang. Yang biasanya sekolah pulang ba'da dzuhur, namun sekarang mereka harus pulang ba'da ashar. Kegiatan belajar mengajar di sekolah menguras seluruh tenaga dan otak mereka. Ketika bel pulang sekolah berbunyi, mereka langsung pulang ke rumah mereka masing-masing. Mereka menaiki mobil angkot yang mereka berhentikan di tepi jalan. Rumah mereka searah, namun rumah Jirah lebih jauh dibanding rumah Kesya. Tak lama, dua sahabat itu mulai melambaikan tangan mereka. Lebih tepatnya Kesya yang pamit turun dari angkot terlebih dahulu kepada Jirah.

"Abdi duluan enya, nepi ka tingali isukan." ucap Kesya.

"Enya hati-hati." Balas Jirah singkat.

Tak lama pun giliran Jirah turun dari angkot. Sesampainya di rumah, Jirah langsung merapikan seluruh isi rumah yang berantakan sebelum seluruh penghuni rumah pulang. Kedua orangtua nya bekerja sebagai karyawan swasta namun berbeda kantor. Dan satu adik perempuannya belum pulang dari bimbelnya jika di waktu senja seperti ini. Jirah hanya dua bersaudara dengan adik perempuan yang 5 tahun lebih muda darinya. Jirah merupakan anak pertama di keluarganya, sehingga memharuskan ia untuk menjadi panutan yang baik bagi adiknya. Dari kecil Jirah sudah diajarkan menjadi anak yang mandiri sehingga membuat ia melakukan apapun sendiri. Karena kedua orangtuanya yang bekerja dan kesibukan belajar yang dijalaninya juga adiknya, membuat keluarga Jirah tidak terlalu dekat selayak keluarga lainnya. Mereka semua disibukkan dengan urusan duniawi masing-masing dan melupakan komunikasi mereka sebagai keluarga. Namun, kedua orangtua Jirah tetap menumbuhkan nilai agama dalam diri anak-anak mereka. Jirah dan adiknya dimasukkan ke dalam tempat pengajian di dekat rumah mereka agar dapat menuntut ilmu agama yang tidak bisa kedua orangtua mereka langsung yang mengajarkannya.

Akulah Mawar BerduriWhere stories live. Discover now