Sampai di dekat tempat garis start, Jinyoung melihat banyak motor berderet di belakang garis hitam putih. Tapi matanya hanya tertuju pada satu motor hitam mengkilap yang sedang diduduki Hun.

Jinyoung melepaskan genggaman tangan Daehwi dan memacu larinya menuju ke arah Hun. Kehadiran Jinyoung yang tiba-tiba itu membuat semua orang terheran-heran.

"HUN GE!!!" Teriakan Jinyoung mengalahkan riuhnya suasana sekitar. Beberapa peserta balapan pun bahkan ada yang mengalihkan pandangannya ke arah Jinyoung. Khususnya Hun yang merasa namanya dipanggil.

Setelah melihat sosok Jinyoung berlari mendekat ke arahnya, Hun refleks turun dari motor dan membuka helmnya.

"Jinyoung?" gumamnya antara percaya dan tidak percaya.

Setelah Jinyoung berada cukup dekat dengan Hun, ia menghambur ke pelukan pemuda itu. Membenamkan wajahnya di dada bidang Hun yang saat ini terlapisi jaket kulit. "Aku mohon jangan tinggalkan aku, Hun ge..." Perkataan Jinyoung tidak jelas karena teredam jaket Hun.

"Jinyoung? Apa yang kau lakukan di sini?" Hun berusaha melepaskan pelukan Jinyoung untuk melihat wajahnya lebih jelas tapi Jinyoung dengan keras kepalanya tidak mau melepaskan Hun.

"Jangan tinggalkan aku..." JInyoung masih saja menggumamkan kalimat itu. Membuat kesabaran Hun hilang dan dengan sekuat tenaga ia melepaskan pelukan Jinyoung.

Kini Jinyoung berdiri di hadapannya. Kedua tangannya digenggam Hun erat-erat agar pemuda itu tidak melakukan hal yang aneh-aneh lagi. Hun berusaha menatap mata Jinyoung tapi pemuda itu terus menghindari tatapannya hingga akhirnya Hun mendengus kesal.

"Jinyoung, lihat aku!" serunya tegas. Membuat Jinyoung spontan menatap Hun. Dan begitu tatapan mereka bertemu, tak satupun dari mereka yang bisa mengalihkan pandangannya.

Hun tersadar lebih dulu dan mengulang pertanyaannya.

"Apa yang kau lakukan? Mau apa kau ke sini?" Hun tidak perduli kalau dirinya sedang dijadikan tontonan gratis saat ini. Ia perlu membereskan masalahnya dulu dengan Jinyoung.

"Aku mencintaimu, Hun ge!" Bukannya menjawab pertanyaan Hun, Jinyoung justru mengeluarkan pernyataan yang membuat kerumunan orang-orang di sekitar mereka bersorak-sorak.

Jinyoung tidak peduli. Sungguh.

"Kau..." Jinyoung menunjuk dada Hun dengan telunjuknya. "Bukan Jihoon."

Mata Hun melebar mendengar pengakuan Jinyoung barusan. Jantungnya berdegup kencang.

"Aku minta maaf sempat menganggapmu sebagai jelmaan Jihoon. Aku benar-benar tidak bermaksud seperti itu. Mungkin aku hanya terlalu merindukannya. Mungkin aku hanya terlalu bodoh karena masih terus memikirkannya."

"Demi Tuhan, aku tidak pernah bermaksud melukai perasaanmu, aku..." Melihat air mata Jinyoung yang sudah hampir luruh, Hun buru-buru menarik pemuda itu ke dalam pelukannya.

"Bodoh..." gumam Hun pelan. Ia tidak bisa menyembunyikan senyum bahagianya. "Berhenti menangis! Aku juga mencintaimu, cengeng."

Jinyoung tertawa pelan dalam dekapan Hun yang hangat. Sampai akhirnya beberapa saat kemudian Hun melepaskan pelukannya dan menyuruh Jinyoung menyusul Daehwi.

"Jadi, kau tetap akan balapan?" tanya Jinyoung tidak percaya.

"Tentu saja. Bahkan sekarang aku punya motivasi yang kuat untuk menang," jawab Hun sambil bersiap-siap memakai helmnya. Tapi Jinyoung menyambar helm itu dengan cepat dan menyembunyikannya di belakang punggung.

"Tidak boleh! Kau tidak boleh ikut balapan ini."

"Apa yang kau bicarakan, Jinyoung?! Aku tidak bisa mengundurkan diri begitu saja. Bahkan gara-gara kita balapan ini sudah tertunda dari jadwal awal. Cepat kembalikan helm-ku."

"Pokoknya kau tidak boleh ikut!" kata Jinyoung keras kepala.

Daehwi yang menyaksikan pertengkaran Hun dan Jinyoung tak jauh dari sana hanya bisa tertawa pelan. Guanlin di sebelahnya memperhatikannya dengan tatapan lembut.

"Aku tidak pernah tahu kalau Jinyoung bisa semenggemaskan itu, manis sekali..." ucap Daehwi disela-sela tawanya.

"Ya. Manis sekali," balas Guanlin tak melepaskan pandangannya dari wajah Daehwi.

Di sisi yang lain, Hun dan Jinyoung masih sibuk bertengkar.

"Sudah cukup! Hentikan semua ini, Jinyoung! Aku harus balapan, cepat kembalikan helm-ku. Kau mau aku kalah konyol?" Hun berusaha merebut helm-nya tapi ia baru sadar kalau ternyata Jinyoung benar-benar gesit. Ia sampai kewalahan.

Jinyoung berhenti bergerak kemudian menatap Hun serius.

"Kalau begitu, bawa aku." Hun hampir pingsan mendengar tantangan kekasih barunya itu. Ia menyerah...

"Kau benar-benar akan membuatku mati muda, Bae Jinyoung," gumamnya sambil menghembuskan napas berat.

"Tak perlu khawatir, karena aku akan mati bersamamu," jawab Jinyoung sambil menyunggingkan senyum paling menawannya. Membuat jantung Hun bergemuruh hebat.

Dan jangan salahkan Hun kalau tidak bisa mengontrol dirinya dan mencium Jinyoung saat itu juga di hadapan puluhan pasang mata orang asing.

Sorakan semua orang yang menonton kejadian itu seakan menulikan telinga Hun. Tapi sekali lagi, ia tidak perduli. Karena saat ini ia sedang mencium kekasihnya.











E  N  D

If It Is You • WinkDeepWhere stories live. Discover now