* * *



Setelah kejadian di tempat pesta itu, Hun kembali tidak muncul di kampus. Dan Jinyoung kembali mendapatkan mimpi-mimpi buruk mengenai ingatannya tentang kematian Jihoon.

Mimpi itu kembali datang tepat pada malam ia pulang dari pesta. Membangunkan Jinyoung pada jam 3 dini hari dan tidak membiarkannya tidur lagi setelah itu. Mimpi itu terus kembali pada malam-malam berikutnya. Menyerang Jinyoung dengan semua rasa takut dan kesedihan.

Obat penenangnya habis, karena memang Minhyun tidak mengijinkannya membawa obat-obatan tersebut. Sepupunya itu hanya membekali Jinyoung obat tersebut beberapa butir, untuk keadaan darurat, katanya.

Dan saat ini Jinyoung benar-benar dalam keadaan darurat. Haruskah ia meminta tolong Daehwi untuk menemaninya membeli obat tersebut ke Apotek? Jinyoung buru-buru menggelengkan kepalanya.

Tidak bisa. Obat itu harus disertai resep dokter. Jinyoung tidak mungkin mendapatkannya secara cuma-cuma.

Apa yang harus Jinyoung lakukan? Kenapa mimpi-mimpi itu kembali muncul? Seingatnya mimpi buruk itu berhenti muncul sejak ia tiba di Hongkong. Jinyoung tidak mendapatkan mimpi tentang Jihoon lagi sejak ia bertemu Hun.

Hun...

Jinyoung ingin sekali bertemu pemuda itu. Bagaimana keadaannya? Apakah lukanya sudah diobati? Apakah tangannya sudah sembuh? Apakah ia masih marah pada Jinyoung? Semua pertanyaan itu terus berputar di kepala Jinyoung selama berhari-hari.

Jinyoung mengambil ponselnya dan melihat wallpaper dirinya dan Jihoon. Ia tatap foto itu, pikirannya kembali berkelana. Hingga tanpa sadar, ia berdialog sendiri sembari menatap wajah Jihoon. Membayangkan sosok itu benar-benar ada di hadapannya.

"Jihoon hyung... Aku menyukainya. Bukan lagi karena ia memiliki wajah yang mirip denganmu. Tapi aku... Aku benar-benar menyukainya." Tidak ada balasan. Hanya keheningan yang menyambut Jinyoung.

Tapi entah kenapa, setelah mengucapkan kalimat itu hatinya merasa sedikit lega. Jinyoung tersenyum pada foto Jihoon yang balas tersenyum padanya melaui lensa kamera.

Hingga akhirnya keheningan di kamar Jinyoung terbuyarkan oleh suara ketukan di pintu. Tak lama kemudian wajah Daehwi terlihat menyembul dari sela pintu yang terbuka.

"Boleh aku masuk?"

Jinyoung menganggukkan kepalanya singkat dan Daehwi pun segera masuk. Duduk di atas ranjang berhadap-hadapan dengan Jinyoung. Daehwi menangkap kilasan wallpaper ponsel Jinyoung. Dan ia pun tersenyum.

"Dia..." ucap Daehwi pelan sambil menunjuk ponsel Jinyoung yang kini layarnya sudah masuk ke mode mengunci dan berwarna hitam. "Benar-benar mirip Hun," lanjutnya beralih menatap Jinyoung. Masih sambil tersenyum.

"Kemarin aku menelpon Minhyun hyung dan menceritakan kondisimu padanya..."

"...Maafkan aku, Jinyoung. Tapi aku benar-benar khawatir padamu. Beberapa malam terakhir aku sering mendengarmu menangis ketika kau tidur. Lalu kau berteriak dan memanggil nama seseorang. Park Jihoon?" Daehwi terlihat takut-takut ketika mengucapkan nama itu. Tapi melihat respon Jinyoung yang masih tenang, Daehwi melanjutkan.

"Dan akhirnya dari Minhyun hyung aku mendengar semua ceritamu. Minhyun hyung bahkan mengirimkan foto pemuda itu padaku. Dan betapa terkejutnya aku saat melihat wajahnya." Daehwi memberi jeda sebentar pada kalimatnya.

"Setelah itu aku jadi teringat hari pertamamu begitu sampai di sini. Kau juga pasti terkejut 'kan saat melihat Hun? Hahaha, sekarang aku tahu kenapa." Daehwi tertawa geli mengingat wajah bingung Hun saat itu.

If It Is You • WinkDeepWhere stories live. Discover now