"I-iya, gak apa-apa" jawabnya ikhlas.

"Oh ya Mir, kebetulan kamu jadi anak saya kali ini, kamu ketua kelasnya ya?" percakapan bu Fatim mulai serius. "bu ta-tapi, oh iya bu saya siap" berpikir sejenak, bahwa keseriusan bu Fatim tidak pernah di tolerin lagi, Amir dengan lapang dada menerima keputusan beliau.

"Oh ya kamu, kamu kebetulan juga anak saya," menyadarkan lamunannya.

"makanya saya suruh bu Endang agar kamu nyamperin saya, kamu wakil ketua kelas ya! Sekalian membantu kamu tahu bagaimana sekolah ini, kalau porsi anak pindahan kayak kamu" perintahnya sontak "I-iya bu siap" tak bisa berkata-kata.

"Okeh deal, ini daftar nama siswa XI mipa 4, Amir, nanti segera buat daftar piket, 7k, dan pengurus kelas segera ya, ibu tunggu, hari ini sudah harus selesai, setelah itu bisa mengambil jadwal pelajaran" penjelasan beliau menegaskan "I-iya bu, ya sudah saya permisi dulu, assalamualaikum"

"waalaikum salam"

Mereka berdua segera keluar dari ruang guru, gadis itu dengan polosnya mengikuti langkah Amir, "oh! Kamu ngikutin aku?" tanya Amir bingung, "ah- ehh" berpikir sejenak, dan hanya nyengir dengan wajah tanpa dosa.

"Kalau mau ke kelas, ya udah sana!"

"Eeh- aa- masalahnya, aku gak tau kelasnya dimana?"

"Kalau mau aku anterin ya tuggu dulu di situ, mau beresin tugas, he- he"

"Oh iya gak apa-apa, aku tunggu kok!" jawabnya semangat.

Gadis itu menunggu Amir di sebuah bangku taman, sambil sesekali melihat langkah Amir yang begitu gopoh, tingkahnya membuat senyum bingar di bibirnya itu tercipta. Setelah mondar-mandir mengerjakan tugas, yang notabennya juga belum selesai, Amir melangkahkan kakinya ke gadis itu, untuk menyelesaikan janjinya. "Kelamaan ya?" tanyanya ngos-ngosan, "Enggak kok, maaf ya aku jadi merasa bersalah"

"Lho kenapa?" tanya Amir heran

"Harusnya aku bisa ke kelas sendirian aja"

"Ah enggak apa-apa, ya udah yuk ke kelas" ajak Amir mengakhiri.

Bisu pun tercipta diantara mereka di sela-sela perjalanan, mengalahkan keramaian disekitar, padahal sekolah juga tampak ramai, ditambah lagi proses mos murid baru, lalu-lalang.

"Ehm- nama kamu siapa?" tungkas Amir memecah keheningan. "Aku Afira" segera Amir menawarkan tangannya "Aku Amir", spontan gadis yang bernama Afira itu menerima tangan Amir. Canggung malah tercipta setelahnya, menyentuh tangan cowok untuk pertama kali, bukan hal yang mudah, sedikit keraguan dan mau tak mau harus menerima, karena ia tahu cowok didepannnya ini bukan cowok seperti kebanyakan. "Nah, tuh, kelas kita!" tunjuk amir, mereka perlahan menuju kelasnya, "Gimana? Udah hafal jalannya?" tanya Amir.

"Aku pikir butuh beberapa hari untuk mengenal jalan dari gerbang sampai disini" ungkap polos Afira. Amir sedikit tersenyum, sambil menyimpan tawa kecil dan melanjutkan "Memang sekolah kita luas banget, sampai punya hutan kecil, di seberang lapangan sepak bola, mau lihat?" ajak Amir

"Ehm boleh"

Memasuki ruang kelas yang terlihat gaduh, entah sudah berapa lama, dari berebut kursi belakang, dinaungi para cowok dengan style baju lepas tanpa dimasukkan, ada cewek-cewek molek berisik dengan unjuk diri masing-masing dengan yakinnya bahwa lebih tampak berbeda dari tahun lalu plus cerita liburan yang menurut mereka pantas untuk diumbar, ada juga anak-anak yang katanya terkena autis ringan, penggemar sosialita di dunia maya, solid dengan handphone nya, disisi lain tercipta sisi diam diantara murid rajin barisan tengah ke depan, berusaha konsentrasi membaca tumpukan kertas baik lembaran maupun yang sudah terjilid.

"Woy Mir, lu sekelas lagi ma gua, gile jodoh gua lu" sontak Dimas menciptakan keheningan yang luar biasa, sampai mengalahkan suasana luar kelas.

"Apaan sih lo, gila kali jodohan sama lo" jawab Amir jijik.

"Elaah, eh lu bawa anak siapa tuh?" tanya Dimas sambil menggerakkan dagunya ke arah Afira. Ternyata tak hanya Dimas yang penasaran akan hadirnya Afira, semua mata tertuju pada sosok yang tingginya menyamai Amir. Amir pun segera memperkenalkannya.

"Oh ya, gaes ini temen baru kita, dia murid pindahan, oh ya silahkan kenalan" menyilahkan Afira untuk berkenalan.

"Assalamualaikum, Hai semua, aku Afira, murid pindahan asal SMAN 05 Malang, salam kenal semuanya" sedikit terliahat grogi.

"Oh ya, udah tau kalo wali kelasnya Bu Fatim?" tanya Amir. "Apa Bu Fatim? Yess!" beberapa murid style rajin ini tampak bersemangat, tidak untuk yang lainnya "Yah, berabe ni, kalo tugas gak segera dikumpulin, bisa-bisa lo kena short semester" ungkapnya melas.

"Untuk ketua kelas, Bu Fatim udah mempercayakannya ke gua, dan untuk wakilnya dipercayakan ke Afira" lanjut Amir. Beberapa murid komunitas cewek molek tampak tak terima, ada juga yang sah-sah saja, ada pula yang tak menghiraukan. "Gua minta maaf, baik kalian pro atau kontra, keputusan ada di tangan Bu Fatim, ya udah kita lakuin polling untuk sekretaris, dan bendahara, atau ada yang mau nyalonin diri?" tawar Amir. Untungnya kelas ini diisi beberapa murid aktif, 4 dari 6 yang nyalonin diri terpilih sebagai koor kelas beserta wakil. Karena Amir benar-benar disibukkan dengan kegiatan osisnya, akhirnya ia mengundurkan diri dan mempercayakan Dimas untuk membantu Afira dalam beberapa struktur dan koor yang belum terisi.

"Maaf ya, aku harus pergi dulu" ungkapnya pada Afira "Lanjutin sama Dimas, orangnya baik, dijamin gak akan macem-macem" lanjutnya.

"Maksud lu apaan gua macem-macem?" saut Dimas yang tidak terima dikatakan tidak-tidak. "Hey Fir, sini aku bantuin" Dimas menyerahkan diri. "Tuh tuh, kayak gitu, apa-apaan tuh" ejek Amir lalu kabur dengan bebasnya menghindari tonyoran Dimas.

UNDER 00 - Skool Luv Affairحيث تعيش القصص. اكتشف الآن