1. Ratna

58.7K 1K 28
                                    


Lengkuhan panjang tertahan ketika goyangan pinggul Ratna menerjang kejantanan Buyung. Mata hitam semu coklatnya mengerjap ketika lidah Buyung mengisap puting susu yang tersedia di hadapannya. Ratna menyukai posisi itu ketika dirinya berada di pangkuan Buyung layaknya seorang ksatria yang menunggang Kuda. Jariknya tersingkap sepanjang pinggul dan kancing kebaya-nya terbuka. Kembennya melorot sehingga kedua puting susunya mengintip separuh di balik kain kembennya.

Buyung tahu benar apa yang disukai oleh sang Raden Ayu sehingga lidahnya mencari bagian dimana ia selalu memainkan peranannya. Sudah dari sejak dulu mereka memainkan permainan kuda-kudaan ini.

Bagas, itu nama asli Buyung. Ia dipanggil buyung karena kakeknya memanggilnya seperti itu. Ia adalah cucu seorang abdidalem Kedaton dan orang tuanya meninggal semenjak ia kecil. Ia lebih muda dua tahun dengan Ratna putri seorang penguasa Ardaka. Wajah Buyung lebar dengan bibir tebal, kulitnya hitam dengan perut sedikit tambun. Rambutnya keriting dan Ratna sering menarik-nariknya karena lucu.

Pertemanan mereka sudah terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu. Tepatnya ketika Ratna berusia 6 tahun. Prabu Yudha Aryawangsa terlalu sibuk dengan Kedaton-nya. Ibundanya juga tak begitu mempedulikan putrinya, ibunda hanya mempedulikan Raden Mas Pangeran Sahastra, kakak kandungnya yang suatu saat akan menjadi seorang Prabu di Kedaton Ardaka dan penguasa tanah Jawadwipa. Hal itu membuat Ratna hanya punya satu teman, yaitu Buyung.

Di usia belia mereka bermain layaknya anak-anak biasa. Namun ketika usia Ratna menginjak 14 tahun. Permainan mereka berubah, apalagi ketika Ratna mulai mengeluarkan darah haidnya. Cerita menyenangkan itu bermula ketika Ratna menyeleseikan haid pertamanya. Ia senang karena perutnya tak lagi sakit dan ia bisa bermain kembali. Namun rasa lain mendera Ratna muda saat itu. Daerah kewanitaan Ratna begitu gatal tak tertahankan. Ia malu untuk mengatakannya kepada para dayang-nya. Tetapi justru ia malah menceritakannya kepada Buyung. Teman kecilnya yang selalu setia menemaninya.

"Jika gatal digaruk saja!" Ujar Buyung lugu yang masih berusia 12 tahun sembari memainkan mainan tanah liatnya.

"Sudah, tapi sakit jika terkena jari." Bisik Ratna sambil mendesis ringan karena rasa gatal menggelayut di daerah kewanitaanya.

"Coba kulihat," Kata Buyung yang lugu.

"Tidak, bodoh kau!" Sergah Ratna yang pipinya terlihat memerah padam. Lalu tangan Ratna berontak menarik rambut si Buyung yang ikal.

"Aduh, sakit!" Keluh Buyung yang merapikan rambutnya. Sebenarnya walau sudah dirapikan tetap saja berantakan. Untung saja Ki Harsono, kakek Buyung selalu mencukur rambut buyung ketika keritingnya sudah tak karuan.

Ratna sadar bahwa mungkin Buyung dapat membantu mengatasi rasa gatal yang mendera. Sejenak ia berpikir, "coba saja! Mungkin Buyung tahu obatnya. Kakeknya adalah seorang Amangkurat, dan ia bertugas sebagai penyembuh di Astana ini." Ratna berkata dengan dirinya sendiri.

Lalu dengan lugasnya ia berdiri di hadapan Buyung. Ia menarik kain jariknya tinggi-tinggi dan memperlihatkan bagian kewanitaannya kepada si Buyung. Seketika, belahan merah jambu dengan bulu halus tipis terlihat oleh mata Buyung masih lugu.

Mata Buyung menatap nanar dan penuh keheranan kearah bulu-bulu jembut yang baru tumbuh itu. Buyung hanya terdiam dan meletakan mainan tanah liatnya.

"Lihat, merah seperti ini." Ujar Ratna sembari mengusap daerah kewanitaannya.

Buyung hanya menggumam saja, "hmn." Matanya tetap menatap kearah kewanitaan Ratna tanpa berkedip sedikitpun.

"Sekarang kau mau apa!?" Seru Ratna. Seruannya membuat Buyung terperanjat.

Lalu Buyung berbicara, "aku pernah melihat kakek melakukan pengobatan ini sebelumnya. Kalau tidak salah, Nyi Asri yang sedang sakit waktu itu."

"Terus-terus," sela Ratna yang menurunkan kembali jariknya. Ia kembali duduk di lantai menatap serius kearah Buyung.

Tiga PutriWhere stories live. Discover now