2.1 Cinta Pada Pandangan Pertama

Start from the beginning
                                    

"Lo naksir Acha?"

Agam mengangguk dengan sedikit malu. "Tapi dia ngejar Damar terus."

Muti terkekeh sembari kembali memakan lontongnya. Sebenarnya, Agam itu jauh lebih cakep daripada Damar. Badannya jauh lebih berisi dan tegap. Cowok itu juga adalah ketua tim paskibra di sekolah. Namun, entah mengapa para cewek-cewek di sekolahnya lebih suka mengejar-ngejar Damar. Yah, Damar memang jauh lebih tajir sih. Itu nilai plus yang tidak bisa dikalahkan satu pun cowok di sekolah mereka.

"Lo-nya kurang action kali."

Agam mendesah dan meletakkan mangkuknya yang masih separuh utuh. "WA gue dicuekin terus tahu. Tiap hari dia pasang status soal Damaaar mulu. Sebel gue."

Masalah itu, Muti juga tahu. Setiap status yang dibuat Acha pasti selalu menyinggung nama Damar. Kadang Muti juga tak habis pikir kenapa Damar tidak pernah menegur Acha. Atau mungkin diam-diam Damar menikmatinya? Beberapa cowok bersikap jual mahal karena tahu ada cewek yang sangat menyukainya, benar begitu 'kan?

"Iya, nanti gue cari caranya buat deketin kalian. Udah gih, makan. Keburu disamber ayam tu lontong!"

Agam terbahak. "Ayam itu pasti bernama Muti!" Lalu, cowok itu kembali tersenyum lebar hingga hampir menyilaukan mata Muti. "Lo boleh nambah sampe berapapun! Gue bayarin semua!"

.....

Hari Senin adalah hari paling malas untuk semua murid di dunia termasuk Muti. Rasanya dua hari liburnya masih kurang karena dia tidak pernah bisa bangun siang setiap hari libur.

Setiap Sabtu dan Minggu, mata Muti akan terbuka lebar ketika ayam jantan bahkan belum berkokok. Berbeda dengan hari sekolah, ia selalu bangun terlambat dan harus diomeli Mama setiap pagi. Ada misteri apa sebenarnya di hari libur hingga selalu saja dia tidak bisa bangun siang?

"Mutiii!! Cepat turun! Kakak kamu bisa telat nantiii!" Teriakan heboh Mama yang selalu sama, terdengar dari lantai bawah rumah mereka.

Setiap pagi, Mama selalu konser dengan riang gembira seperti itu dan yang paling sering dihadiahi konser itu adalah Muti karena dia yang paling lama bersiap-siap.

Ayah, kakak, dan adiknya sudah asyik menyantap nasi goreng buatan Mama saat Muti bergabung dengan mereka. Biasanya, Muti berangkat dengan kakaknya, atau jika kakaknya tidak ada kuliah pagi, dia akan membonceng ayahnya.

"Ini bekal Langit ya, jangan sampai ketinggalan." Mama menaruh kotak makan batman di dekat tas Langit.

Langit selalu membawa bekal makan siang ke sekolah meskipun dia sudah SMP. Uang jajan Langit hampir tidak pernah berkurang setiap akhir minggu. Berbeda dengan Muti yang selalu cekak di akhir minggu. Yah, meskipun dia banyak mendapat traktiran, tetap saja tangannya gatal setiap kali masih melihat ada uang di dompetnya.

"Muti mau bawa bekal? Mama buat Tori no Teba sama capcay."

Muti mengangguk dengan antusias. Ia juga harus mulai menghemat seperti Langit. Jika ia bisa menabung separuh jatah uang mingguannya, dalam satu bulan, Muti bisa membeli sepatu kets impiannya.

"Tumben kamu bawa bekal? Lagi mau beli apa?"

Muti menyeringai mendengar pertanyaan ayahnya. Seluruh orang di rumah hapal kebiasaannya. Jika ia mulai menghemat, berarti ada yang ingin ia beli.

"Sepatu, Yah. Nanti ayah tambahin ya?"

"Sepatu kamu kan masih bagus. Baru tiga bulan lalu beli," kata Mama sambil meletakkan kotak makan Muti.

"Sepatu itu lagi hits, Ma. Lagi hits!"

"Hats hits hats hits, ayo berangkat. Kakak udah mau telat!" Bintang bangkit dan menjitak kepala Muti.

(Not) An Ugly Duckling (TAMAT)Where stories live. Discover now