Drt. Handphone Mark berbunyi. Dia segera mengambilnya dan bangun untuk menjawab telepon. Dari kejauhan dia terlihat cemas dan sesekali memaksakan tertawa. Aku hanya bisa melanjutkan makan dan menunggu dia kembali.

Beberapa saat kemudian dia kembali dengan ekspresi yang tak bisa aku baca. Nafsu makannya kemudian hilang dan tidak melanjutkan makan.

"Mark ada apa?" Tanyaku ragu melirik kearahnya. Setelah itu Mark malah menyenderkan kepalanya dipundakku. Terdengar dia mendengus kesal kemudian menautkan tangannya dan memelukku dari samping

"Ayahku telepon" mataku terbelalak. Hatiku makin berdetak kencang.

"Sepertinya besok kita harus terbang ke LA"

----

"Aku takut mark" ucapku saat kami sudah ada di bandara. Mark terlihat santai memakai hoodie hitam dan snapback. Kalau aku seorang masternim pasti sudah aku foto dari segala sudut.

"Tenang. Kita hanya harus minta restu dan menghadiri acara amal itu, setelah itu kita bebas" jawabnya menaggandengku. Aku makin memanyunkan bibirku. Bisa-bisanya dia bersikap tenang seperti itu. Aku berusaha untuk tidak berlari keluar dari sini.

"Mau kuberitahu sesuatu hal?" Tanyanya tiba-tiba. Sekarang kami akan masuk pesawat. Aku menatapnya penasaran. Aku mengangguk.

"Setiap kali kau memanyunkan bibirmu, rasanya ingin aku gigit"

"Mark! Apa-apaan kau ini" lalu kami berdua duduk di kursi kami. Mark hanya terkekeh melihat mukaku yang merah merona karena gombalannya.

Hal yang paling aku tidak suka dari naik pesawat adalah take-off. Setelah pramugari memberi kita instruksi untuk memakai safety-belt kami akan segera terbang menuju kampung halaman Mark.

Keringat dinginku keluar. Badanku gemetar. Ah, aku benci perasaan takut jatuh ini. Mark terlihat tampan dan tenang duduk disebelahku. Ah, kapan take-off ini berakhir?

"Hannah" panggilnya. Secara tiba-tiba kurasakan Mark mencium bibirku membuat mataku terbelalak. Bibirnya terasa sangat lembut dan kenyal menekan bibirku. Pipiku mulai merona. Bibir Mark masih menekan bibirku lembut. Tak ada pergerakan yang sia-sia. Aku mulai tenang dan memejamkan mataku.

Sesaat setelah aku merasa tenang dia melepaskan ciumannya dengan seringai terlihat jelas di bibirnya.

"Kau mulai menikmatinya ya?" Godanya melihat aku yang frustasi karena Mark menarik dirinya terlalu cepat. Pesawat mulai tenang dan terbang dengan stabil. Dia telah mengalihkan peratianku dari take-off. Mark menikmati pemandangan dari jendela. Pipinya disangga dengan tangan kirinya.

"Mark, terimakasih" ucapku lirih. Dia menoleh dan meraih tanganku. Pipiku panas

"Sudah marahnya? Atau mau dilanjut yang tadi, sekarang sudah boleh di lepas lho sabuknya"

Pipiku makin panas. Aku tertunduk tak berani melihat Mark yang selalu saja menggodaku. Terdengar dia terkekeh. Ah, aku malu.

----

Perjalanan kami berjalan lancar. Tapi aku masih saja degdegan. Aku akan bertemu keluarga Tuan. Aku belum siap.

"Hey, tenang Baby. Kita akan melakukan ini bersama-sama" ujarnya menaruh tangannya diatas tanganku. Mark sedang menyetir menuju ke kediaman Tuan. Aku hanya membalas dengan senyum kecut dan kembali melihat keluat jendela.

Tak sampai beberapa lama, kamu akhirnya sampai dan Mark sudah memakirkan mobilnya. Jika aku harus menjelaskan bagaimana keadaan Rumah Tuan dengan satu kata mungkin kata itu adalah 'impossible'. Sampai aku mati bekerja keras rasanya rumah ini masih belum bisa aku miliki.

Kami berjalan beriringan menuju pintu depan rumah. Mark dengan santai membuka kode pintu dan masuk kedalam rumah.

"Ayah, aku pulang" Mark melangkah masuk dan mengajakku berjalan bersama dengannya. Ruang tamu nya terlihat sangat besar, rapi tapi terkesan minimalis. Tak ada keberadaan orang disini. Kami masuk lebih dalam menuju dapur, kurasa.

"Ibu aku pula--Alice?" Mark melepas tautannya dengan tanganku. Menatap gadis cantik berambut panjang. Tubuhnya tinggi dan wajahnya terpoles dengan make-up yang tebal tapi membuatnya semakin menawan. Dia hanya menatap Mark seakan hanya ada mereka berdua. Mark pun seakan terpana melihat gadis yang bernama Alice ini. Kenapa hatiku memanas?

"Oh maaf, aku Alice. Kau siapa ya?" Tanya perempuan ini mengajakku berjabat tangan.

"Oh, aku Hannah, cuma teman Mark" jawabku terdengar sedikit membentak. Kulihat Mark kaget dengan pernyataanku. Kami sudah membicarakan ini, bahwa akan memberi tahu keluarga Tuan akan hubungan kami. Tapi, melihat Mark terpesona dengan Oh-Alice ini membuat naik pitam.

"Salam kenal Hannah, sekali lagi Aku Alice, cinta pertama Mark"

Perkenalan macam apa ini?

----

Ayo vote dan komen sayang-sayang.

Keep update or unpublish?

Sweet Attraction // m.tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang