23

35 4 0
                                    

BAM!

Tamparan udara menamparku cukup kencang hingga aku bisa merasakan begitu ngilunya pipiku yang terkena empasan itu. Debu-debu melayang cukup tinggi dengan kadar pasir yang lebih dari biasanya membuatku terbatuk kepayahan. Menambah kotoran yang menempel di atas percikan darah lengket.

Tepat di depan kami, sesuatu yang begitu besar dan berkedut-kedut tak nyaman berdiri dengan esensi penuh emosi yang membabi buta suasana. Tubuhnya lebih tinggi dari yang kuperkirakan, tak ada lagi sesuatu yang disebut sebagai kulit di tubuh makhluk itu. Permukaan tubuhnya membiru yang bercampur dengan ungu gelap. Gigi yang menguning itu terlihat begitu agresif, mata hitam penuh kegelapan itu menyalang ke arah ku.

Kami menguncinya di ke-empat sisi. Yukio sudah bersiap dengan senjata api nya sama seperti Ibu, Arisa dengan pedang juga diriku yang mengeluarkan dua katana. Napas kami yang tenang dan seirama dapat terdengar jelas melalui intercom.

Cerdiknya makhluk itu, ia tak lagi memikirkan Hawk 3 dan lebih memilih untuk menatap kami satu persatu layaknya tikus yang terkurung di jaring-jaring beracun. Sesuatu yang bisa disebut otot itu berkedut-kedut seakan pertumbuhannya belum berakhir. Di sekitar matanya begitu banyak sulur-sulur hijau busuk menonjol begitu menjijikkan yang ku percayai sebagai saluran peredaran darah jika makhluk itu adalah manusia normal.

Air liur kental berwarna serupa pun turut mengalir lambat dari sela-sela giginya. Dagu yang bergelambir itu semakin menujukkan kejelekan dari makhluk penuh emosi yang meletup-letup. Bulu-bulu tipis yang ada di puncak kepalanya menambah kesan itu.

"Hawk 3, bersedia dengan jaring plasma mu. Arisa lumpuhkan kakinya. Ibu dan Yukio ambil perhatiannya dengan menembak dada, punggung, ataupun leher. Aku akan melumpuhkan atasnya."

Bisikku yang hanya dibalas oleh gumaman semua orang. Aku kembali mengangguk dan membiarkan angin berbau kehancuran terserap oleh paru-paruku. Posisi makhluk itu kini memunggungi ku. Menampilkan sebuah pemandangan tidak sedap dari goresan-goresan dalam yang penuh dengan darah dan begitu anyir. Sudut mataku dapat menampilkan Yukio dan Ibu yang mengembuskan napas tenang lalu mengangguk satu sama lain.

Dor!

Satu tembakan. Dua tembakan. Tiga tembakan, dan seterusnya pun meramaikan suasana. Menghantam bagian leher dan punggungnya secara terus menerus. Menghujam begitu banyak titik yang akhirnya mengeluarkan darah hitam dari otot yang berkedut-kedut tanpa henti itu. Aku berlari cepat dengan kedua katana kebanggaan ke arah kedua kaki makhluk itu dan membantingkan diriku ke atap kasar ketika makhluk itu berputar dan menyebabkan tubuhku berseluncur di antara dua kakinya. Aku mengiris otot kakinya kemudian berdiri setelah berseluncur cukup jauh.

Dalam gerakan yang harmoni, Arisa melompat dengan bertumpu pada kaki kanan yang sudah ku lumpuhkan. Menggoreskan pedangnya begitu dalam dari bagian bahu hingga punggung belakang. Dengan kaki yang terseok makhluk itu berteriak kencang hingga lendir di sela-sela giginya yang menguning dan penuh kerak hitam itu menciprat kesegala sisi. Tenggorokkannya berkedut dan kembali berteriak dengan auman yang menggema hingga kami memilih untuk menutup telinga dari jeritan neraka. Sulur-sulur di atas matanya semakin membengkak dengan warna yang lebih gelap dari sebelumnya.

Aku kembali berlari dan melepaskan hubungan otot-otot di bagian pergelangan tangan, lalu lebih jauh lagi di sikut dan hingga lengan bagian atas yang kini sudah lunglai tak bisa di gerakan. Di sisi lain, Arisa berhasil melumpuhkan total kedua kakinya dan Hawk 3 sudah bersiap dengan jaring plasma yang berpendar kejinggaan di bawah cahaya terik matahari.

Makhluk itu mengerang dan menarik tubuhnya hanya dengan satu tangan yang sudah tidak baik-baik saja. Pergelangan tangannya sudah ku lumpuhkan dan dengan begitu miris. Seperti segumpal daging busuk yang diseret ngeri, makhluk itu menyeret dirinya meminta belas kasihan dari kami. Darah hitam menjadi jejak terakhir yang bisa ia perlihatkan sebelum kami menendangnya ke ujung bangunan, berniat untuk menjerebapkannya ke dalam jaring plasma.

REACT | Mystery Behind the ExtinctionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang