Guidance II

7 1 0
                                    

"Jadi, Karasu-kun, apa yang membawamu kemari?" Akabane meminum tehnya secara perlahan. Karasu menopang dagunya menggunakan tangan dan mulai berkata.

"...Mencari tahu lebih lanjut tentang suatu penampakan menyeramkan." Tuturnya singkat. Mendengar perkataan pemuda itu, Akabane menaikkan alisnya sekali lagi. Meletakkan cangkir tehnya di meja secara lembut, kaca bergesek perlahan dengan kayu meja, Akabane menutup matanya sambil berpikir sejenak.

"Setau sensei, tidak ada sesuatupun yang mencurigakan disekitar rumah sensei." Akabane membenarkan kacamatanya, mata masih tertutup. Walaupun dilihat dari nada bicaranya, perkataan tersebut terlihat jujur, Karasu masih belum yakin bahwa pria didepannya ini tidak menyembunyikan sesuatu darinya.

"Memangnya seperti apa penampakan yang kamu lihat, Karasu-kun?" Akabane melanjutkan. Karasu menyingkirkan perasaan kecil yang timbul di dalam dirinya, dan membalas pertanyaan guru itu.

"...Penampakannya memiliki warna jingga, dan sepertinya warna mencolok lainnya saat bergerak diantara pepohonan." Baru saja selesai dia berkata, mata Karasu menangkap sesuatu. Lebih tepatnya, sesuatu yang tidak wajar.

Pada saat mendengar kata 'jingga' dan 'bergerak diantara pepohonan', Akabane secara tidak sengaja bereaksi. Kalau hanya mata biasa yang melihat, mungkin tidak ada perubahan. Namun, Karasu telah melatih alat indranya agar bisa mengamati lingkungan sekitarnya semaksimal mungkin, dan sekarang lingkungan sekitarnya termasuk guru yang sekarang berada di depannya.

Ia melihatnya, bahu Akabane yang naik sedikit, gerakan nafasnya yang berhenti sesaat, serta pinggir bibirnya yang melekuk sedikit. Meskipun Akabane sendiri tidak menyadarinya, tapi gerak gerik itulah yang biasanya mengungkap bahwa seseorang sedang menyembunyikan sesuatu.

Tadi sempat juga ia melihat gerak gerik yang sama saat Karasu memperkenalkan dirinya. Waktu itu, Karasu menghiraukannya karena mungkin saja Akabane merupakan kerabat dekat salah satu almarhum anggota keluarganya, tetapi 2 kali dalam jangka waktu pendek? Hal ini membuat Karasu semakin curiga.

"..Apa yang kau sembunyikan?" Karasu memecahkan keheningan. Hanya dalam beberapa detik, Akabane sudah kembali duduk dengan posisi ramahnya dan juga ekspresi yang tak kalah ramah. Mungkin pria ini sudah mahir menyembunyikan sesuatu itu, tapi agak sulit menerima bahwa guru yang sampai sekarang belum berniat jahat kepadanya menyembunyikan sesuatu. Alasan Karasu berkata mungkin ini faktor dari ekspresi dan tata kramanya yang sangat sopan.

"Apa yang kamu maksud, Karasu-kun?" Balas Akabane dengan senyuman yang ramah, seperti dia tidak menyembunyikan apapun. Namun dimata Karasu perilaku tersebut hanya membuatnya makin mencurigakan dimata pemuda tersebut.

"..." Karasu tidak menjawab, dan suasana menjadi hening seketika. Selain suara hujan yang terdengar di luar menghantam bangunan dan lingkungan sekitar yang teredam, tidak ada suara lain yang terdengar.

Akabane tertawa kecil.

Karasu menaikkan alisnya, tatkala pria berkacamata tersebut merogoh ke bawah mejanya dan menyodorkan sebuah koran. Dilihat sekilas dari teksturnya, koran ini masih rapi dan terlihat baru didapat.

Mengambil koran itu dengan perlahan sambil waspada, Karasu membiarkan matanya menyoroti isi koran tersebut.

Mengambil koran itu dengan perlahan sambil waspada, Karasu membiarkan matanya menyoroti isi koran tersebut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"..Yuukiyama?" tanyanya sambil kembali melirik pria berkacamata itu. Akabane tidak melakukan apapun, hanya tersenyum kecil. Setelah beberapa saat mereka bertatapan, akhirnya sebuah kalimat keluar dari mulut Akabane.

"Letaknya sekitar 10 kilometer dari luar tempat ini. Gunakanlah cable car didekat stasiun untuk mencapai atas gunung, dan kamu akan menemukannya." Seakan-akan bisa membaca pikiran Karasu, pria berkacamata itu berkata tanpa patahan.

Akabane menutup matanya sambil mengambil kembali cangkir teh yang tinggal seperempat lagi isinya, mendengarkan suara kursi yang tergeser. Sumber suara itu bergerak ke arah pintu, lalu berhenti sejenak.

"..Terima kasih atas informasinya, Akabane-sensei." Kata-kata yang dicuapkan pemuda itu membuat senyum yang terpasang di muka Akabane bertambah sedikit lebar. Dia mengangguk, dan walau pemuda di depannya tidak menoleh ke arahnya, ia tahu pesannya sudah tersampaikan.

"Semoga beruntung, Karasu-kun."

Sambil meminum habis tehnya, pintu terbuka dan tertutup. Langkah kaki semakin mengecil teredam oleh suara hujan yang tampaknya sudah mulai reda. Akabane menaruh cangkirnya kembali ke meja sambil menyimpan koran yang ia tunjukkan.

Selanjutnya akan ia serahkan ke tangan Shimizu.

"Apa kamu mendengarkan apa yang ia katakan?" Ucapan tersebut tampak diarahkan ke dinding kayu, diakibatkan tidak ada seorang pun yang tinggal di dalam bangunan itu kecuali Akabane.

Tapi pria satu lagi yang bersandar dibalik dinding, diluar pandangan Karasu tadi, bukan termasuk orang yang tinggal di sini.

"Heh, tidak kusangka masih ada salah satu dari mereka yang masih berkeliaran." Sosok tersebut tersenyum, tangan terlipat di depan dada. Senyuman kecil dan ramah Akabane tidak lepas dari wajahnya saat ia membalas perkataannya.

"Tidak salah lagi, dilihat dari bakatnya. Saya tahu dia mengetahui saya menyembunyikan keberadaanmu." Akabane menatap cangkir tehnya yang kosong, menunggu balasan dari sosok tersebut. Seperti yang ia perkirakan, sosok tersebut mengeluarkan tawa kecil. Suara yang cukup dalam memantul dari dinding kayu bangunan itu.

"Tentu saja. Mereka bukan tong kosong yang nyaring dalam hal mengamati." Sosok tersebut membalas. Keheningan menyelimuti bangunan itu sesaat, dan Akabane sadar bahwa tiada suara hujan lagi.

 Keheningan menyelimuti bangunan itu sesaat, dan Akabane sadar bahwa tiada suara hujan lagi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Terdengar suara seperti sepatu diletakkan dan ketukan dua kali ke pintu kayu.

"Akabane-senseii~" Lantunan suara perempuan mencapai telinga Akabane. Suara tersebut terdengar seperti suara anak kecil berusia 10 tahun-an, dan Akabane mengenali jelas suara tersebut. Ia juga tahu sosok dibelakang dinding itu kenal dengan suara itu.

"Ah, Tsuno-chan, silahkan masuk!" Akabane agak mengeraskan suaranya agar terdengar, kemudian merendahkan volume suaranya, menandakan tujuan kalimat berikutnya bukan untuk gadis kecil yang sedang berada di luar bangunan.

"Saya ingin melanjutkan percakapan ini, tapi sepertinya kita lanjutkan lain kali saja." Akabane bangkit dan mengangkat cangkir tehnya, tepat saat seorang gadis kecil dengan rambut berwarna hitam dan sedikit corak biru memasuki ruangan, memakai yukata simpel berwarna ungu terang.

"Terserahmu saja, heheh." Dengan meninggalkan gema tertawanya cukup kecil untuk didengar Akabane, tetapi tidak pada gadis bernama Tsuno itu, sosok tersebut menghilang ke dalam kegelapan, pakaian putih dan syal berwarna jingga nya mengikutinya dengan hembusan lembut.

~

'XX-XX-19XX #7 Menuju Yuukiyama

Berdasarkan koran yang diberikan Akabane-sensei, ada bayangan raksasa terdeteksi disekitar daerah Yuukiyama. Entah itu ada hubungannya dengan penampakan menyeramkan yang aku cari, tapi setidaknya masalah ini harus diselidiki dulu. Mana tahu akan ditemukan suatu jejak yang bisa membantuku mencari penampakan itu. Dan juga mencari tahu apa yang disembunyikan Akabane-sensei.'

~

(Next: Guidance Final)

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 16, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Observations of a CrowWhere stories live. Discover now