Part I: Pertemuan (Bulan's Arc)

735 80 19
                                        


Mungkin sudah takdir kalau nama kami seperti ini. Mungkin juga sudah takdir kalau kami dipertemukan dengan cara seperti ini. Di langit yang luas, seluas dunia ini, Bulan dan Bintang bertemu di waktu yang sama. Waktu dimana hingar bingar dunia mulai meredup dan manusia mulai terlelap.

Namaku Bulan Azarin Astreila, dan ini ceritaku.

-

Benar-benar kelewatan. Hari ini sudah tepat dua hari berlalu dari waktu yang dijanjikan si penjual. Yah, secara teknis dia tidak berjanji, sih, karena mana mungkin dia tahu dengan tepat kapan barang yang ia jual akan sampai ke tangan pembelinya. Sebenarnya tidak biasanya aku heboh karena masalah kecil seperti ini. Hanya saja, rencananya barang ini akan kuberikan untuk sahabatku yang ulang tahun besok. Dan lagi, sama bencinya aku dengan keterlambatan, aku benci kalau aku harus memberi hadiah tidak tepat pada waktunya. Padahal sudah sengaja kubeli dari jauh-jauh hari... Kalau begini jadinya, terpaksa aku harus pergi beli hadiah yang baru.

Baru saja aku mau beranjak untuk bersiap-siap, terdengar bunyi ketukan dari arah pintu kamar kostku.

"Ya, sebentar!" seruku kepada siapapun yang mengetuk.

Ketika pintu kamar kubuka, sesosok wanita setengah baya berdiri di hadapanku seraya membawa sebuah bungkusan. Ibu Kos ternyata.

"Ada apa, ya, Bu?" tanyaku, pandanganku terfokus pada bungkusan yang ia bawa.

"Ini, neng, tadi ada paket. Cuma Ibu bingung—"

"Paket buat saya, Bu? Makasih, ya, Bu! Saya udah nungguin!" Saking senangnya, aku tidak mendengarkan perkataan Ibu Kos sampai selesai dan langsung mengambil paket tersebut dengan sopan.

"Eh... Ah, iya, neng. Kalo gitu Ibu lanjut bersih-bersih dulu, ya."

"Iya, Bu. Makasih, ya, Bu!" ucapku sekali lagi dan dibalas dengan anggukan oleh si Ibu Kos.

Wah.. Rencana Tuhan memang yang paling sempurna. Tepat di saat aku sangat membutuhkan, tiba-tiba saja barangnya datang. Tentu saja aku sangat girang sekarang.

Tanpa ba-bi-bu lagi, aku langsung merobek bungkus paket tersebut, membukanya tanpa menggunakan gunting atau apapun itu.

Tapi.. isi paket itu bukan seperti apa yang kuharapkan. Ini bukan hadiah ulang tahun untuk temanku.

Heran, aku pun langsung memungut kembali bungkus paket yang kurobek tadi. Dan, benar saja. Bahkan paket ini bukan ditujukan padaku.

Bintang Azzury

Pondok Kayu, Jl. Sumantri No. 25 RT 03 RW 03

Aku menghembuskan nafas panjang, berpikir kembali tentang rencana Tuhan yang sebelumnya sudah membuatku sangat gembira.

Hal pertama yang terlintas di pikiranku adalah menghubungi sang pemilik asli paket ini. Untung saja mereka meninggalkan nomor telepon si 'Bintang' ini di bungkus paketnya.

RRRRRRR

"Halo?"

Aku sedikit tersentak mendengar suara pria yang mengangkat panggilanku. Selain karena ia cepat sekali mengangkat, aku juga sempat berpikir bahwa si Bintang ini adalah seorang perempuan.

"Halo?" ujarnya di seberang sana sekali lagi. Panik, aku pun langsung menjawab.

"A-ah, iya.. Halo, ini benar Mas Bintang, ya?"

"Iya, saya Bintang. Ini dengan siapa, ya?"

"Ah, ini Mas, saya Bulan, tadi paket saya baru diantar, terus sepertinya tukang posnya salah kirim, deh.. Soalnya paket yang saya terima ini paketnya Mas Bintang..."

"Oh, iya, ya? Saya belum sampai rumah, jadi belum terima paket. Kalau ketemuan nanti kira-kira Mbaknya bisa, ngga, ya?"

"Kayaknya, sih, bisa. Jam berapa, ya, Mas?"

"Saya selesai kerja sekitar jam 7. Ketemuan dimana, ya, Mbak?"

"Terserah Mas Bintang aja."

"Gimana kalo di Sun Cafe? Kebetulan searah sama kantor saya."

"Sun Cafe, ya? Oke, Mas, makasih, ya."

"Iya, Mbak, sama-sama."

-

Aku tidak tahu kenapa aku harus gugup di saat seperti ini. Aku tiba lima belas menit sebelum waktu perjanjian. Aku bahkan sempat pusing memilih baju untuk pertemuan ini. Padahal aku bahkan tidak tahu orang seperti apa yang akan kudahapi sebentar lagi.

Tapi, kalau dipikir-pikir, kejadian seperti ini sangat langka terjadi. Apa tukang pos-nya baru? Makanya bisa tertukar? Entahlah, padahal nama kami berbeda walaupun serupa.

Tapi tetap saja. Aku masih tidak habis pikir. Selera laki-laki bernama Bintang ini cukup tidak umum. Aku berpikir begini karena isi paket yang kubuka tadi. Tebak apa yang kutemukan? Ya, album musik girlband Korea. Karena aku tidak begitu mengikuti perkembangan budaya Korea (kecuali dramanya), aku tidak bisa membaca aksara Korea yang tertulis di album tersebut. Yang pasti, tertulis 'Red Velvet' dalam bahasa Inggris di cover albumnya.

Hm, tapi bisa saja dia membelikannya untuk adik atau pacarnya. Tidak ada jaminan pasti kalau pria ini adalah seorang penyuka K-pop.

Asyik melamun, tiba-tiba aku dikejutkan oleh ringtone handphone-ku. Gelagapan, aku pun langsung meraih benda tersebut dan menjawab panggilan tanpa melihat siapa yang menelepon.

"Ha-Halo?"

"Halo, Mbak Bulan, ini saya Bintang."

"A-ah.. Iya, Mas Bintang, Mas dimana, ya? Saya sudah di tempat."

"Saya juga baru sampai. Mbak duduk dimana? Pake baju apa?"

"Em.. Saya pake baju biru, duduk di meja 9."

"Oh, ya, saya ke sa—"

Tiba-tiba kalimatnya terputus. Seiring dengan jeda tersebut, seorang laki-laki muncul di hadapanku.

"Ini Mbak Bulan, ya?"

At that very moment, my heart skipped a beat.

*

Daybreak • 민현Where stories live. Discover now