Kalau Anggie, dia tidak sombong, tapi songong, karena jumawa mengaku akan lulus tes tanpa sogok, maka ia menghabiskan waktunya untuk belajar khusus materi yang akan masuk ujian, termasuk les privat dengan guru matematika.

Ya, matematika.

Survey kecil-kecilan yang dilakukan Anggie saat hunting soal ujian, kebanyakan peserta gugur di soal matematika. Kenapa begitu? Matematika susah boook. Dan kebanyakan pelamar akan melewati pertanyaan tentang matematika dan memilih soal lain. Padahal mereka tidak paham strategi, bahwa semakin dikit orang yang mengerjakan matematika, maka kesempatan mereka untuk lulus semakin besar. Why? Karena tidak semua orang akan mengerjakan soal matematika, jadi yang bisa menyelesaikan soal matematika dengan benar, ditambah juga mengerjakan soal lain, memiliki kesempatan lulus lebih besar daripada yang lain.

Bingung?
Mbuh lah.

Sayang, saat Kenanga lulus tes CPNS, dan ditempatkan di tempat yang sama dengan rombongan abang-abang itu, rupanya mereka semua bukan bekerja di bagian kantor, semua anak lapangan. Tak heran body abang-abang itu menggetarkan sesuatu didalam tempat rahasia para cewek, karena mereka bergerak, bukan duduk di balik meja, yang pastinya semakin lama membuat perut semakin lebar.

Jadilah Kenanga memohon kepada pimpinannya untuk dapat ditugaskan bareng abang-abang ganteng, dan untunglah dia berhasil.

Tidak butuh waktu lama untuk kenal dengan bang Edo, bang Maiza, Mas Koko, serta uda Hassan yang guanteng, bikin mata Anggie berbinar-binar saat DL bareng.

Walau DL nya cuma pakai motor negara menuju kampung-kampung yang daerah peternakannya perlu mendapatkan penyuluhan, tapi Anggie senang bukan kepalang, apalagi setelahnya Anggie selalu kecipratan rejeki berupa semangkok bakso, semangkok soto atau sepiring gado-gado bareng abang-abangnya, pokoknya girang dah.

"Noh, beres dek. Sekarang ambilin mangga gua." Kata Esih saat selesai mencetak lembaran surat tugas dan rincian biaya perjalanan untuk Anggie.

"Oke, mbak Esih Sukaesih, Anggie ambil sendal jepit dulu."

Untunglah sedang waktu istirahat, sehingga tidak terlalu banyak tamu dan tidak ada orang jahil yang akan mengitip nona pegawai berbaju PDH dengan rok selutut itu naik pohon mangga.

Ya, naik pohon mangga.

Entah dulu mak si Anggie ini ngidam apa, karena di kantor dinas pertanian ini, naluri hobi memanjatnya makin menjadi.

Siapa suruh kerja di kantor yang memang jadi  base camp para buah untuk berkembang biak dengan baik? Kan rugi kalau buahnya tidak dimanfaatkan dengan cara diolah sedemikian rupa oleh tangan dek Anggie dan mbak Esih? Siapa yang sanggup menolak godaan mangga dicocol sambal rujak?

"Mbaak, liatin dari bawah, celana dalem gue keliatan nggak?" Teriak gadis itu dari atas pohon mangga, dimana dibawahnya sudah berdiri Esih dengan memegang sebuah ember plastik berwarna hitam.

"Kagak! Lah, emang lu kaga make daleman dek?"

"Nggak, gue lupa tadi." Balas Anggie santai.

"Buset dah, Nggie, hawanya sampe ke bawah."

"Mbak Esih, jahil ih. Kagak Anggie ambilin loh."

Esih langsung menggelengkan kepalanya.

"Eeh, jangan dong, Nggie. Ambilin satu dong. Kasian ponakan lu ngiler." Esih memohon. Disertai cekikikan tawa dari bibir Anggie.

"Udah ni, mbak. Udah dapet yang paling ranum, eeh.. mbak, ada ular..iiiiih, Anggie takut, mbaak."

Tiba-tiba saja seekor ular pohon berwarna hijau muncul dari balik dedaunan, mengejutkan Anggie yang sedang memegang buah mangga dengan tangannya, akibatnya, keseimbangannya goyah, dan ia langsung jatuh.

Gagal Move On /Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang