Satu

391K 19.3K 1.2K
                                    

"Hidup itu nggak usah kaku, santai aja, beib."

Itu adalah petuah antik yang akan selalu kamu dengar dari mulut cewek cantik berbodi aduhai, dengan rambut pendek ala-ala polwan yang sedang duduk memelototi deretan angka barisan excel dari layar monitor yang hanya berjarak kurang dari sepuluh senti dari pangkal hidung mancungnya yang bikin kebanyakan cewek iri dan berniat menabung agar bisa oplas ke korea selain bertemu dengan oppa-oppa ganteng disana.

Ya kali oppa ganteng, kalo oma baru cantik.

"Udah dibilangin juga, tinggal di jum aja itu pake kursor nggak usah segitunya idung nempel."

Jum=zoom menurut kamus perbendaharaan kata Neng Esih yang paling bohay sekecamatan.

"Heheh, kebiasaan nih." Lalu gadis itu memilih memundurkan tubuhnya sebentar dan kembali menatap layar komputernya dengan tampang bingung.

"Mbak Esih, Anggie gak ngerti deh, suweer tekewer ewer, deh. Tadi kata pak Moko disuruh bikin surat tugas sama rincian biaya perjalanan. Eh pas gue klik layarnya jadi begini."

Esih geleng-geleng kepala.

"Ini nih, cantik-cantik kaga bisa ngetik. Maen sama kebo terus sih lu."

Walaupun di sindir main sama kebo, ia tidak marah. Toh, memang itulah pekerjaannya.
Tapi tak urung Esih mendekat, dan membantu Kenanga dengan memeriksa pekerjaan gadis itu.

"Surat tugas ada di folder ini." Katanya sambil mengklik satu folder di komputer,
"Tinggal ganti aja sama nama lu, sama kegiatannya apa."

"Mbak Esih, tolongin Anggie, dong. Ntar kalo mbak Esih mau mangga yang di belakang, Anggie naek dah, metik satu dua biji."

Mendengar kata mangga, Esih langsung luluh.

"Kalo gua nggak hamil aja, mana mau lu manjat tu pohon."

Yang di omongin hanya tersenyum.

Namanya Kenanga, tapi lebih suka menyebut dirinya Anggie, adalah seorang pegawai negeri di dinas pertanian, namun lebih sering berkutat di bagian penyuluhan hewan yang artinya dia selalu berada di lapangan dari pada di balik meja seperti hari ini.

Dia harus bertugas ke luar daerah selama tiga hari, karena itu Kenanga diminta menyiapkan surat tugas dan rincian biaya perjalanan untuk segera ditandatangani pimpinannya.

Sayangnya, kemampuan duduk di depan komputer menyusut drastis sejak dia lebih memilih sibuk di lapangan, membantu para peternak meningkatkan kualitas hewan ternak mereka  dari pada memilih pekerjaan santai seperti yang dilakukan seniornya Esih.

Kenanga baru berusia dua puluh lima tahun. Ia menjadi PNS saat usianya dua puluh tiga tahun, satu bulan setelah wisuda kelulusannya yang ngaret satu tahun karena  patah hati ditinggal sang mantan pacar. Satu tahun penuh drama hingga akhirnya dia move on dan memutuskan segala sesuatu dengan kata bijak " hidup itu nggak usah kaku" kepada semua orang galau yang bisa ia temui.

Padahal move on sebenarnya adalah karena melihat abang-abang seniornya yang kece dan sudah berseragam PDH press body yang mampir ke kantor dekanat hanya untuk legalisir ijazah buat keperluan kantor.

Hah! Abang-abang ganteng itu ternyata punya kantor, dan tidak butuh waktu lama buat Anggie mengetahui informasi dimana abang-abang itu bekerja, cukup lihat saja badge bordiran di sisi kiri baju PDH mereka, dan sejak itu, ia memutuskan mengejar abang-abang itu sampai ke kolong meja kantor mereka.

Asal jangan kolong wewe aja ya, Nggie.

Jadilah Anggie belajar mati-matian demi lulus tes yang sekalinya membuka lowongan, membuat kantor pos penuh, tukang materai laris, bahkan agen buku "sukses lulus PNS" semua laris. Bahkan gosip bocoran soal pun laris. Entah soal apa yang dijual oleh pedagang, yang penting ada embel-embel "PNS" langsung diserbu oleh para pelamar kerja itu.

Gagal Move On /Sudah TerbitWhere stories live. Discover now