1. Hari Terakhir

5.7K 166 4
                                    

Mesha POV

Merilly Shania Brigitta adalah namaku. Panggilanku adalah Mesha. Aku anak berumur 15 tahun. Besok adalah hari dimana aku dan keluargaku akan pindah ke rumah dan sekolah baru. Sejujurnya, aku tak sabar menunggu hari esok. Tapi, aku akan bermain dulu di hari-hari terakhir bersama sahabatku, Marsha.

"Mesha! Ayo tangkap!" teriak Marsha padaku. Hap! Aku menangkap bola kasti itu dengan gesit. "Cepat, lempar padaku!" perintah Ayu. "Baiklah!" Bluk! Tak sengaja, Ayu bertabrakan dengan Yuna saat berlari. "Lempar kemari!" jerit Marsha. Hap! Marsha mendapatkan bolanya. Lalu, ia pun melempar bola kasti itu ke arah Dhea. Dug! "Yesss! Kenaaaa!" seru Marsha jingkrak-jingkrak.

"Meshaaaa!" teriak mama padaku. "Ya, Maaa?" Aku berlari menghampiri mama dengan tubuh basah kuyup. "Astaga! Kamu basah sekali!" seru mama kaget. "Hehehe...." Aku yang mendengarnya hanya cengengesan saja. "Pulang, yuk! Mandi dulu sana! Ajak Marsha sekalian, karena mama sudah minta izin mamanya agar Marsha diperbolehkan menginap sehari di rumah kita," sambung mama lagi. "Wah! Benarkah, Ma? Yuhuuuuu!" sorakku gembira. Mama mengangguk sambil mengacak-acak rambutku.

"Marsha! Ayo, pulang!" ajakku menarik tangan Marsha. "Loh? Kok kamu ajak aku?" tanya Marsha heran. "Nanti kuceritakan. Asalkan, kamu ikut saja aku dulu," ujarku membenarkan tas selempang yang kupakai. "Oke-oke. Baiklah. Aku ikut denganmu," jawabnya mengerlingkan satu mata kanannya. Aku pun melempar senyum padanya, dan ia membalasnya dengan senyuman juga.

Di mobil, aku menceritakan semuanya pada Marsha. "Oooh, jadi begitu.... Baiklah. Tapi, bagaimana dengan bajuku, Sha?" "Hmmm... hmm..." Aku bingung mau menjawab apa. "Pakaianmu sudah di rumah Mesha, Marsha sayang," sahut mamaku tiba-tiba. Walaupun beliau sedang menyetir, beliau tetap saja santai seperti tidak sedang menyetir mobil. Senyuman pun tersungging di bibirku dan Marsha.

Marsha POV

Oh iya, aku lupa memberitahukan kalian tentang nama lengkapku, ya? Namaku adalah Marisha Kaniya Angelicha Putri. Yap, namaku hampir sama dengan nama sahabatku, Mesha. Ia adalah anak yang cantik dan baik. Kami sudah bersahabat sejak berumur 5 tahun. Sedangkan sekarang, kami sudah berumur 15 tahun. Sepuluh tahun sudah kami bersahabat dengan baik. Tak ada halangan apapun, kecuali tahun sekarang.

Ya, Mesha ingin pindah entah kemana. Ia tak memberitahukan hal itu padaku. Aku hanya pasrah saja. Mungkin ini tahun terakhir kami bertemu. Sudah, lupakan saja. Sekarang, kami sedang barada di mobil Mesha. Ia mengajakku untuk menginap sehari di rumahnya. Aku tak keberatan. Hanya saja, pasti besok akan menjadi hari paling bersejarah dalam hidupku. Yaitu, ditinggal sahabat sendiri.

Besok akan menjadi hari paling menyedihkan juga. Pasti esok aku akan menangis sejadi-jadinya di rumahku sendiri. Aku akan berpelukkan dengan Mesha. Itu adalah pelukan terakhir kami. Obrolan terakhir, tatapan terakhir, dan lain sebagainya. Aku tak akan bisa membayangkan hari esok.

"Marsha, sudah sampai!" ujar Mesha. Aku hanya terus melamun, dan melamun. "Woiy! Udah sampai, Marsha sayangkuuuu! Jangan melamun saja dong!" seru Mesha di depan wajahku. "Eh, eh, iya iya, maaf..." Aku tergagap. "Hey, kamu melamunkan apa? Bengong? Nggak jaman sekarang ya, Marshaa!!" ujar Mesha bertubi-tubi. "Entahlah," jawabku singkat. "Perkataan sepanjang itu hanya kau jawab "entahlah"?" sahut Mesha dengan nada kesal. Aku mengangguk lemas.

"Marsha, coba kau jujur padaku. Ada apa sebenarnya?" tanya Mesha penasaran. Ia berjongkok di depanku. Aku tak enak padanya. Ini kan rumahnya, tapi dia yang malah berjongkok untukku. "Duduklah sini, Sha," pintaku lembut. "Tak apa, Mar. Cepat ceritakan padaku!" perintahnya. "Oke, baiklah...." Aku menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan.

"Aku..... Aku sangat sedih kamu ingin pindah. Ditambah lagi, kamu tidak memberitahukanku alamat kamu pindah. Besok akan menjadi hari paling bersejarah dan hari paling menyedihkan dalam hidupku, yaitu ditinggal sahabat sejati. Kamu tahu kan, rasanya? Menyakitkan, Mesha! Hiks..." isakku di akhir cerita. Tak terasa, air mata Mesha pun ikut menetes mendengarnya. Kami pun berpelukkan sangat erat. Kami sama-sama tak ingin meninggalkan satu sama lain. Tapi, takdir berkata lain. Kami ditakdirkan untuk berpisah. Sungguh, perpisahan yang amat begitu sangat berat. Aku harus berpisah dengan Mesha, sahabatku satu-satunya yang amat aku sayangi dan cintai.

"Marsha, saat besok aku pergi, jangan kau lupakan diriku dan persahabatan kita, ya? Kumohon...," pinta Mesha dengan wajah memelas dan air mata menetes. "Tentu. Pastinya, Mesha. Aku tak akan melupakan semua kenangan selama sepuluh tahun kita bersama-sama," jawabku berusaha tersenyum. Senyuman sedih. Hari ini hari terakhirku bersama Mesha. Au tak kuasa menahan air mata lagi. Membendungnya, menambah beban berat yang ditinggalkan Mesha padaku. Aku menangis, lagi. Sekian kalinya, kami menangis bersama.

GIMANA NIH CERITANYA??? MAAF YA, KALAU ABSURD, JELEK, ANEH, AMBURADUL, ACAK-ACAKAN, DLL. MAKLUM, PENULIS PEMULA. JANGAN LUPA VOTMMENTS-NYA DITUNGGU, YAAA!! SEMOGA KALIAN SUKA! HAPPY READING, ALL! ^_^

Misteri Lorong TuaWhere stories live. Discover now