1. Sekolah Baru

328 24 6
                                    

Kita pernah sedekat nadi, sebelum akhirnya sejauh matahari~

***

"GUE DITERIMAAA!"

Mila melompat-lompat di atas ranjang empuknya, sebagai ekspresi senang diterima masuk di sekolah favorit impiannya. Ponsel yang ia gunakan untuk melihat pengumuman online telah tercampak mengenaskan di ujung ranjang.

Setelah lelah berlompat-lompatan seperti kodok, Mila kembali mengambil ponsel untuk memastikan sesuatu.

"Sial, dia juga diterima."

Lagi, untuk yang kedua kali ponselnya menjadi korban. Kali ini ponsel itu bukan hanya terlempar keranjang, tapi ke lantai yang dingin.

Praangg

Bunyi benda keras menghantam lantai membuat bising kamar Mila yang senyap. Ponsel itu terbelah menjadi dua.

Mila tersenyum sinis. Rasa benci itu makin mengakar di hatinya.

"Kita lihat siapa yang bakal lebih terkenal di sana. Gue pastiin lo bakal kalah dari gue, Emilia Sabiya Raesha!"

***

Bagi Mili, manja adalah kata terakhir yang akan ia pilih di dunia ini. Sedari kecil gadis berambut hitam panjang itu di didik mandiri oleh Mamanya. Kehadiran Rianti sebagai orang tua tunggal membuatnya terbiasa melakukan segala hal sendiri.

"Mili sayang, ayo buruan sarapan! Udah hampir jam enam. Kamu gak boleh telat di hari pertama OSPEK."

"Iya Ma, bentar lagi aku keluar."

Sebelum benar-benar keluar, Mili kembali mengecek seluruh peralatan OSPEKnya.

Seragam putih biru yang melekat ditubuhnya kini sebentar lagi akan terganti dengan seragam baru, putih abu-abu. Cerita di SMP akan berganti dengan cerita baru di SMA.

Mili menoleh ke samping, ke atas nakas. Senyumnya mengembang, walau terlihat pahit. Mili memandangi foto dirinya dan sahabat yang akan selalu ia sayangi.

"Mila, gue kangen kita yang dulu," lirih Mili.

Mili merindukan Milanya.

***

"AYO CEPAT! LARI! UDAH TAU TELAT MASIH AJA JALAN SANTAI!"

Mili meringis mendengar teriakkan kakak senior pada siswa-siswi baru yang datang pukul setengah tujuh lewat lima menit. Untungnya ia tiba sepuluh menit lebih awal. Kalau tidak, bisa dipastikan kupingnya akan pengang mendengar teriakan para senior yang seperti toa itu.

"Perhatian semuanya!"

Mili mengalihkan perhatiannya dari gerbang sekolah yang masih dijaga tiga senior menuju sumber suara. Di depan sana, pria tampan dengan almamater biru tua kebanggaan sekolahnya sedang berdiri dengan gagahnya.

"Itu siapa sih? Duh, ganteng banget."

"Itu kak Bagas, ketua OSIS di SMA ini."

"Duh bang, dedek gakuku ganana. Peluk adek bang."

"Huss ... jangan sembarangan! Kak Bagas udah punya gandengan tau! Namanya kak Salsa. Sekertaris OSIS. Anaknya cantik, baik juga."

Different HopeWhere stories live. Discover now