Ujian Pertama

3.8K 334 15
                                    

Diatas pic. Eryra (Ery) kawan.. ^_^

Aku bangun lebih awal dari biasanya, membuka jendela lebar-lebar agar udara dingin mau berkunjung ke kamarku yang terasa hangat. Aku melompat-lompat dengan kaki satu agar sedikit berkeringat. Pagi ini aku benar-benar merasa tegang, gugup dan—takut. Apa besok aku masih bisa merasakan dingin dan lembutnya udara pagi? Bisakah aku melihat mentari esok hari?

Aku menekan nomor Ayah di ponselku dengan tangan bergetar. Berharap esok hari aku masih bisa mendengar suaranya dan bertemu dengannya di lain waktu. Nada sambung mulai terdengar dan aku semakin gelisah.

"Halo, Rayku sayang. Bagaimana pagimu saat ini?" Suara Ayah di seberang tampak antusias dengan nada kerinduan yang tidak bisa ku ukur.

"Halo Ayah, pagi ini—aku benar-benar sangat—gugup sekali dan—"

"Ya, Ayah tahu," potongnya. "Hari ini Ujian Semestermu, aku bisa merasakan kau begitu—tegang dan ketakutan."

Nafasku mulai terasa sesak dengan mata yang mulai memanas. "Ayah—" Aku menarik nafas dalam agar suaraku tidak terdengar parau. "Bagaimana kalau hari ini adalah hari terakhirku menelpon Ayah. Bagaimana kalau ini terakhir kalinya aku mendengar—suaramu?" Aku mulai sedikit terisak dan tanganku bergetar.

"Ayah percaya kau mampu menyelesaikannya Nak. Aku pernah bercerita tentang ibumu bukan? Dulu, dia sama seperti dirimu, gadis penyendiri dan pemalu selain itu dia juga sangat penakut. Tapi dia memiliki kekuatan di dalam dirinya yang tak di sangka orang lain sebelumnya dan dia berhasil menjadi Archer Queen terbaik di Rexaine. Dan kau, sebagai putri kesayangannya, aku yakin kau juga sama bahkan kau bisa melebihi ibumu. Ayah yakin kau akan selamat dan tetap hidup, percayalah kalau kau akan baik-baik saja. Ingat, ini baru ujian pertamamu Nak. Kau tidak boleh menyerah, gunakan semua kemampuanmu dalam menghadapi ujianmu."

Aku menarik nafas panjang saat satu butir air mata mengalir di pipiku. "Aku—akan berusaha Ayah. Tapi—aku benar-benar takut."

"Tenaglah Nak. Jangan terlalu takut dan tetaplah tenang. Perjalananmu masih panjang jadi—jangan menyerah." Suara Ayah di seberang sana mulai parau. "Kau akan berhasil Nak."

"Seandainya saja aku bisa bertemu Ibuku, aku—benar-benar—"

"Shhh!!! Ibumu sudah tenang di sana. Perang tujuh belas tahun yang lalu telah membuatnya mati dengan cara terhormat, jika kau mendengar kisahnya kau akan bangga Ray."

Aku tersenyum dan mengangguk. "Jika aku berhasil menyelesaikan ujianku, maukah Ayah menceritakannya padaku?"

"Tentu saja Ray, kau berhak mengetahui semuanya termasuk perjuangan ibumu di masa lalu." Ayah terdengar menghela nafas. "Tetaplah bertahan hidup Ray, Ayah sangat mengharapkanmu kembali ke rumah. Ingat apa yang barusan Ayah katakan?"

"Jangan menyerah," jawabku.

"Dan tetaplah hidup," tambah Ayah.

Aku tertawa begitupun dengannya. Aku tahu, tawa ini begitu pahit hingga hatiku teriris.

"Raynelle," panggil Ayah dengan nada serius. "Meskipun kau bukan putriku, percayalah aku sangat menyayangimu layaknya anakku sendiri."

"Iya Ayah, aku percaya. Terimakasih sudah menjadi sahabat ibuku, dia pasti sangat senang punya teman baik sepertimu. Kau bahkan tidak keberatan untuk kupanggil 'Ayah' dan aku--" aku menarik nafas dalam lagi. "Aku sangat bahagia memiliki Ayah sepertimu. Tapi—kapan kau akan memiliki anak sendiri?" tanyaku mengalihkan pikiran.

Ayah terkekeh di seberang sana. "Perlukah kita membahas hal itu Ray?"

Aku tersenyum. "Aku tidak memaksamu untuk terus berfokus padaku Ayah, kau juga harus punya kehidupan sendiri seperti—menikah dan punya anak."

ArcherOnde histórias criam vida. Descubra agora