Part 4

30.4K 3.5K 484
                                    

Kata orang, cinta yang paling tidak mungkin terjadi adalah cinta beda dunia. Tapi, kenapa aku masih mencintaimu sayang?

******

Meskipun sudah dua minggu berlalu sejak kematian Rendy, Gia masih seperti mayat hidup. Tidak ada sedikit pun semangat yang menghampiri dirinya. Bahkan, Gia sendiri lupa kapan ia tersenyum terakhir kali. Mungkin saat Rendy datang di malam itu.

Bukan Rendy, namun roh nya.

Tubuh Gia pun semakin kurus saja karena gadis itu tidak nafsu makan. Makan sih makan, tapi harus dipaksa dulu oleh Mamanya. Sang Nyonya besar sudah pulang ke kampung halaman beberapa hari yang lalu dan sangat terkejut melihat anaknya persis seperti zombie.

Gia kehilangan semangat hidupnya. Di saat teman-temannya sibuk melamar pekerjaan atau mendaftar di Universitas baru untuk alih jenjang, Gia tetap berdiam diri di rumah.

Bangun tidur, melamun, sarapan, mandi, melamun sampai siang, kemudian makan, melamun lagi sambil memeluk boneka pemberian Rendy hingga maghrib. Begitu terus setiap hari.

Teman-teman Gia pun sudah menyerah untuk membujuk gadis itu supaya tidak bersedih lagi atas kematian pacarnya. Mereka takut kalau Gia menjadi orang yang linglung, atau lebih parahnya lagi, Gia jadi  orang gila.

Vanessa, Mama Gia pun khawatir dengan keadaan anak semata wayangnya itu. Dia jadi menyesal meninggalkan Gia selama ini sendirian di rumah. Apalagi saat batin Gia sedang terguncang hebat saat Rendy baru meninggal kemarin. Pasti anaknya itu bertambah sedih karena tidak ada sosok orang tua di sampingnya.

Oleh sebab itu, Vanessa tidak putus asa untuk membuat Gia kembali tersenyum, kembali ceria, kembali cerewet seperti biasanya. Ia harus membuat anaknya kembali semangat menjalani hidup, meskipun Gia akan selalu mengingat Rendy. Entah bagaimana caranya. Dia harus bisa!

Vanessa tersenyum seraya memotong kue red velvet kesukaan Gia. Seharian penuh dia membuatnya khusus untuk anak gadis kesayangannya itu. Gia memang tidak pernah menolak dan barangkali dia masih ingin memakannya malam ini.

Wanita paruh baya itu pun berjalan menuju kamar Gia dan perlahan mengetuk pintu, namun sayangnya tidak ada sahutan dari dalam.

"Apa Gia sudah tidur ya? Baru jam 8 kok," ucap Vanessa sambil membuka knop pintu.

Tapi seperkian detik kemudian, Vanessa kembali menutup pintu itu dengan cepat karena dia tidak sengaja melihat seseorang berdiri di belakang Gia yang sedang berbaring.

Apa hanya halusinasinya saja? Tidak mungkin ada seorang pria di kamar anaknya kan?

Vanessa geleng-geleng kepala lalu membuka pintu kamar Gia dengan lebar-lebar. Tidak ada siapapun di sana kecuali anaknya yang tidur sambil memeluk boneka.

"Huuuuuhh.."

Vanessa menghembuskan nafasnya lega. Ternyata tadi hanya ilusi saja. Tapi dia masih bingung sampai detik ini, kenapa setiap masuk kamar Gia bulu kuduknya selalu merinding?

Hawa dinginnya sangat khas, bukan dingin dari AC. Apalagi Gia sering mematikan AC jika ingin tidur malam. Jadi darimana angin sejuk ini?, pikir Vanessa. Wanita itu pun hanya berpositif thinking, mungkin saja angin bisa masuk lewat kisi-kisi jendela kamar.

"Gia," panggil Vanessa menghampiri anaknya. Ia pun duduk di ranjang sambil memegang pundak Gia.

"Mama," sahut Gia dengan suara lirih.

"Loh sayang? Kamu gak tidur toh?"

Vanessa memajukan tubuhnya untuk melihat wajah Gia, karena gadis itu berbaring membelakanginya. Mata Gia sembab, dan Vanessa tahu persis anaknya itu habis menangis.

I See You [COMPLETE]Where stories live. Discover now