EMPAT BELAS: Toxic of The Brain

16.6K 1.8K 64
                                    


Namun rupanya, perkataan Troye yang kemarin berhasil bikin otak gue keracunan barulah sebuah awal dari teror-teror yang cowok itu lancarkan ke gue. Berhari-hari setelah pertemuan gue sama Troye, cowok itu makin getol ngerecokin pikiran gue dengan racun-racun yang bikin kepala gue sakit. Dua hari lalu, cowok itu ngirimin gue tautan berisi berita kasus kehamilan palsu yang dilakukan seorang pemuda di Kanada dengan motif pemerasan ke dalam kotak masuk e-mail gue (which is, gue juga bingung itu cowok bisa tahu alamat e-mail gue darimana). Dan nggak berhenti sampai di situ, Troye juga ngirimin foto-foto masa kecil Rey yang menunjukkan bahwa dia anak laki-laki sehat yang nggak pernah memiliki kelainan sedikitpun. Entah dapat darimana, Troye juga ngirimin gue foto-foto yang nunjukkin rekam jejak kesehatan milik Rey yang nunjukkin bahwa Rey sama sekali nggak pernah memiliki kelainan gender seksual seperti yang pernah dia bilang sebelumnya. Well, meskipun gue nggak seratus persen percaya terhadap eviden-eviden yang dikasih lihat sama cowok itu, tetep aja sisi kecil hati gue mulai goyah karena sejujurnya gue belum mengenal Rey dengan begitu dalam. Faktanya, gue sama Rey adalah dua orang asing yang terpaksa bersatu karena sebuah hal yang mustahil terjadi di dunia nyata. Meskipun gue tahu bahwa Rey bukanlah laki-laki bajingan seperti yang dikatakan Troye, tetep aja sisi manusiawi gue punya kecurigaan yang kemudian menghantarkan gue pada kegamangan.

Bagaimana jika Rey ternyata beneran ngebohongin gue? Bagaimana jika pada kenyataannya, apa yang dilakukannya selama ini cuma buat manfaatin gue?

"Tapi lo kan nggak punya apa-apa, Jav? Mobil dan barang-barang yang lo pake juga sebenernya miliki bokap sama nyokap lo!" Satu kalimat itu selalu menjadi pembenaran yang sedikit berhasil setiap kali gue mulai terpengaruh sama omongan Troye. Jika pada kenyataan tujuan utama Rey ngedeketin gue cuma buat 'meras' gue, maka dia udah salah milih sasaran sebab sesungguhnya gue bukanlah Javier yang punya apa-pa.

"Tapi bagaimana jika rupanya Rey ngedeketin lo lantas tanpa sepengetahuan lo dia meras Bokap sama Nyokap lo?"

Gue benci pada kenyataan bahwa manusia ditempeli setan yang selalu berhasil mempengaruhi pikiran positifnya. Meski sekeras apapun gue nyoba buat memunculkan pikiran positif di dalam otak, tetep aja pikiran-pikiran negatif itu muncul dan memperkeruh isi kepala. Meski sekuat apapun gue mencoba untuk tidak net-think pada Rey, tetep aja setan di dalam kepala gue ngebikin gue seolah-olah mempertanyakan semua yang ada pada cowok itu. Ngebuat gue—

"Kak Javi, nggak apa-apa? Air wastafelnya udah mau luber loh."

Imbas dari terdistraksinya pikiran gue, gue sampai nggak sadar bahwa saat suara Rey kedengeran, gue masih terbengong di depan kaca kamar mandi dengan sikat gigi masih tersangkut di mulut serta keran air yang udah nyaris ngebuat wastafel di depan gue banjir bandang. Dengan segera, begitu gue sadar, segera gue matiin keran tersebut dan mendesah karena setengah menit lebih lama gue biarin, air dalam wastafel bisa gue pastikan ngebanjirin lantai kamar mandi. Gue menoleh ke arah Rey yang kini berdiri dengan tubuh terbalut celemek kehijauan, melayangkan tatapan bodoh yang ngebikin satu sisi alisnya terangkat. Bodoh! Apa yang lo pikirin sih, Jav?

"Ah, a-aku nggak papa, Rey," kata gue setelah berhasil mengenyahkan busa pasta gigi yang tadi menyumpal mulut dan berkumur. "Tadi kebawa lamunan aja sampe keasyikan dan nggak sadar wastafel masih nyala."

Usai jawaban paling standar, klise sekaligus nggak masuk akal itu, tentu saja Rey mengernyitkan dahinya tanda dia nggak mempercayai apa yang gue katakan. Dia memajukan kakinya dua langkah, sebelum kemudian berkata:

"Apa Troye mengatakan sesuatu yang aneh tentang aku?" tanyanya dengan wajah yang entah menyiratkan kekhawatiran atau kesedihan. "Apa Troye berniat mempengaruhi Kakak dengan mengatakan hal yang tidak-tidak tentang aku?"

[MPREG#1] HAMILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang