1. Warm-Cold Coffee

5.5K 457 88
                                    

#NowPlaying Future - Selfish Ft. Rihanna

.

Reka duduk di pojok ruangan. Mata coklat miliknya menatap sekeliling. Ia sama sekali belum ingin memesan. Padahal aroma kopi yang sedari tadi menguar di sekitar hidungnya sudah hampir membuatnya meneteskan air liur.

Lullaby adalah tempat favoritnya. Ia akan berusaha untuk datang walau hanya dalam satu minggu sekali ke coffee shop tersebut bersama Kakak dan Adiknya. Mengunjungi Lullaby seperti sudah menjadi hal yang wajib dilakukannya.

Reka sangat menyukai kopi. Ia sudah meminum begitu banyak macam kopi dan ia berniat untuk terus meminum bahkan untuk jenis kopi yang belum pernah ia temui sebelumnya. Ada banyak hal tentang kenapa Reka bisa sangat menyukai kopi.

Selain rasa dari kopi tersebut yang sangat menakjubkan ketika menyentuh lidah, kopi juga menggambarkan seseorang yang Reka kagumi. Seseorang yang sampai saat ini hanya terus mengisi relung hatinya setiap kali Reka mencoba untuk menutupnya. Sosok itu justru semakin hadir ketika semakin ia menolaknya.

Reka menghela nafas. Ia merasa tidak enak untuk duduk seorang diri dan tidak memesan apapun. Satu-satunya pekerja di Lullaby yang kelihatan seperti bule tulen sudah menghampirinya dua kali untuk menanyakan apa yang akan ia pesan dan ia selalu menolak dengan berkata bahwa ia akan memesan jika Kakak dan Adiknya datang. Dan sepertinya bule itu mengerti dan memberinya sebuah senyuman hangat.

Reka berharap bahwa ia bisa mengetahui nama cowok bule itu.

"Mas Reka."

Itu suara yang Reka kenal. Ia melarikan matanya pada sumber suara dan menemukan Sang Adik yang tengah berjalan menghampirinya sambil melambaikan tangan. Reno adalah Adiknya yang terkecil. Bocah itu masih duduk di bangku SMP. Adiknya itu bahkan masih mengenakan seragam sekolahnya.

Ketika Reno duduk tepat di hadapannya, Reka mendongakan kepalanya. Memandang pada sosok yang sedari tadi mengikuti Reno dari belakang. Sosok itu tersenyum padanya dan melarikan satu tangan besar miliknya untuk mengacak-acak rambut hitamnya. Reka merasa jengkel, sebisa mungkin ia menghindari tangan tersebut.

"Udah lama, Dek?"

Sosok itu bertanya. Namanya Rey. Kakak tertua Reka. Ia mendengus untuk pertanyaan itu. "Saking lamanya sampe udah nolak dua kali pas ditanyain mau pesen apa." Jawabnya. Ia sama sekali tidak menyembunyikan nada jengkel dalam suaranya.

Reka bisa melihat bahwa Rey melayangkan senyum kecut dan tatapan bersalah padanya sebelum sosok itu memilih untuk duduk di sampingnya. "Maaf, Dek. Tadi sebelum jemput Reno, Mas punya sedikit masalah di kantor."

Rey selalu menggunakan nada pelan dan lembut saat berbicara, tidak peduli pada siapapun. Dan itu hanya membuat perasaan tidak menyenangkan yang Reka rasakan sebelumnya seakan menghilang begitu saja. Ia memang tidak akan pernah bisa merasa kesal terlalu lama pada Kakaknya itu.

Baru saja Reka merasakan euforia atas atensi Rey yang sepenuhnya tertuju padanya, Reno sudah merengek tentang apa yang akan mereka pesan. Bocah itu juga tidak kalah antusias jika sudah menyangkut berkunjung ke Lullaby. Akhirnya mereka memutuskan untuk memesan machiato. Reka menyukai kopi yang satu itu.

Rasa jengkel kembali melandanya. Reka tidak menyukai pemandangan dimana Rey yang kini benar-benar sepenuhnya hanya terfokus pada Reno. Bocah itu bercerita tentang hal-hal random yang terjadi di sekolah. Biasanya Reka akan ikut mendengarkan apapun yang Reno ceritakan tapi kali ini seperti terasa berbeda dan Reka merasa bingung akan hal itu.

Reka hanya tinggal bersama Rey dan Reno saat ini. Orang tua mereka sudah meninggal sejak beberapa tahun yang lalu. Rey sebagai Kakak tertua hanya menjadi Kakak yang paling bertanggung jawab. Rey bekerja untuk memenuhi kebutuhan kedua Adiknnya. Rey juga lah yang menyanggupi biaya sekolah maupun kuliah Adik-adiknya.

L U L L A B Y [END]Where stories live. Discover now