Bunga Kedua || Part 16

7.6K 303 5
                                    

||Aku mencoba ikhlas dari suatu kehilangan dan tersenyum dari suatu kesakitan.||

Sea hanya diam mendengarkan penjelasan keluarga besarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sea hanya diam mendengarkan penjelasan keluarga besarnya. Mereka bersikeras, jika Wade tidak memperkosanya. Sea tidak perlu menikah dengan lelaki itu.

Wanita itu sadar saat Wade melakukannya malam itu. Sea tidak memungkiri, sebagai wanita normal, Sea turut merasakan kenikmatan yang dibagikan Wade meskipun momen dan tempatnya tidak
tepat.

Tubuhnya terlalu terbuka malam itu, tubuhnya terlalu membeku malam itu dan tubuhnya terlalu lemah malam itu.

"Nanti malam Wade akan mengajakmu keluar, mama sudah memesankan gaun yang
tepat untukmu sayang" jelas Mama Mertuanya penuh sayang. Sea hanya tersenyum.

" Makasih ya Ma." jawab Sea lagi.

..........

20.10 WIB

"Cantik sayang" puji Bik Temok. Kesehatan Sea 80% sudah pulih ketika Papa Mertuanya mengirimkan seorang ahli terapi wanita yang handal dan profesional untuk menyembuhkan kelumpuhan sementaranya, sedikit demi sedikit kaki Sea dapat digerakkan. Sea berlatih berjalan untuk kedua kalinya.

"Ada yang kurang?" seru Bik Temok

Sea nampak berfikir, gaun hitam sexy pemberian mama mertuanya sudah cukup mengekspos tubuh putih mulus dan sekalnya.

"Nich" Bik Temok menyerahkan tas tangan hitam senada untuk menunjang penampilannya.

"Thanks bi" ujar Sea penuh sayang.

" titttttttttttttt"

"Tuan Wade sudah sampai, hati-hati nyonya, semoga malam ini menjadi malam yang berkesan" tutur Bik Temok mengantarkan Sea kedepan pintu.

Wade keluar dari dalam mobilnya. Lelaki berdarah campuran itu sangat tampan dengan stelan Jas hitam yang senada dengan gaun malam Sea.

"Macet" ujar Wade sembari membukakan pintu mobil BMW merahnya. Sea hanya tersenyum manis.

.....................

" Thanks" Sea buka suara setelah setengah jam tidak ada pembicaraan diantara mereka.

Wade memilih bungkam dan fokus menyetir.

"Aku tahu mereka salah faham" jelas Sea lagi.

Wade seperti tuli. Lelaki itu diam bak Patung.

"Aku sudah berusaha menjelaskan namun tidak didengarkan. Kenapa kamu tidak mengatakan yang sebenarnya. Mengatakan bahwa apa yang terjadi di malam itu bukan
perbuatan nista seperti yang Papa mertua anggap" jelas Sea lagi.

"Katakan saja darah yang keluar akibat....." wajah Sea memerah.

"Uhmm...." Sea menelan saliva lalu memelankan suaranya seperti berbisik.

BUNGA KEDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang