6. Untittled

Mulai dari awal
                                    

Lalu apa yang menghalangi dia untuk menemui keluarga calon suaminya? Padahal alasan dia ke Jakarta untuk mendekatkan diri pada mereka, tapi sekarang Seika malah menghindar.

"Aku ... ingin ke rumah." Katanya dengan suara pelan dan penuh keraguan.

"Lalu?"

"Tapi ... "

"Apa?"

"Uhm" Seika menggigit bibirnya sambil berpikir keras. Sesulit itukah bagi dia untuk memberitahukan alasannya? "Aku ... " Seika menunduk memandangi tangannya yang masih meremas-remas ujung bajunya.

"Oh, my God! Bisakah kamu sekali saja bersikap seperti orang dewasa??? Berbicara lah dengan suara yang lantang dan tatap aku!!" geramku tidak sabar lagi. Aku berdiri dari sofa dan menghampirinya. Seika sepertinya terkejut dengan gerakan tiba-tibaku dan mundur dari tempatnya.

"Aku ... "

"Kamu kenapa? Ada apa, Seika? Ares memukulimu lagi?" tanyaku sambil menatapnya. Tapi dia tidak berani mengangkat kepalanya dan terus melihat ke bawah. "Aku bilang, lihat mataku kalau aku sedang berbicara" ketusku sambil memegang dagunya dan menengadahkanya.

Mata Seika sudah dipenuhi genangan air mata yang satu persatu akhirnya turun saat dia melihatku dengan ketakutan. Tidak, dia bukan ketakutan akan kehadiranku. Dia ketakutan akan hal lainnya dan aku yakin itu adalah Kak Ares.

"Ares melarangku keluar dari apartemen ini. Dia juga mengatakan aku tidak boleh menemui keluarganya tanpa dia menemani. Katanya aku harus selalu di sini. Menunggunya pulang. Kalau aku tidak menurutinya ... dia akan ... dia akan meninggalkanku"

Seika mengatakannya dengan beruraian air mata. Aku pun hanya bisa menghela napas. Aku tidak menyangka Kak Ares sampai mengurung Seika di apartemen dan menutup interaksinya dengan dunia luar, bahkan dengan keluarganya sendiri. Aku rasa Kak Ares memang benar-benar sakit jiwa.

"Kamu bisa pergi kapan pun kamu mau. Ares bahkan tidak menguncimu di dalam sini, tapi kenapa kamu masih juga bertahan, Seika?"

"Aku tidak bisa pergi. Aku mencintai dia. Aku ingin berada di sisinya"

"Sudah, tidak perlu kamu lanjutkan. Aku muak mendengarnya" kataku dengan sengit. "Kamu terus mengatakan itu. Memangnya kamu yakin yang kamu rasakan ini cinta? Karena bagiku yang kamu rasakan terhadap Ares hanyalah rasa takut. Sebesar itu pengaruh Ares padamu hingga kamu pun tidak bisa melarikan diri darinya di saat begitu banyak kesempatan terbentang di hadapanmu. Kamu lebih memilih untuk disakiti lagi dan lagi" kataku dengan emosi. "Apa kamu begitu bodoh, Seika? For God sake, you're old enough to decide the right thing for yourself"

Seika menangis semakin menjadi. Dia menundukkan kepalanya dan bahunya bergetar semakin kencang.

"Kamu tidak mengerti Devan." Katanya dengan terisak. "Ares tidak selalu seperti itu. Ares mencintaiku dan dia juga menjagaku. Ares adalah segalanya bagiku. Hanya dia yang aku punya. Hanya dia keluarga yang aku punya"

"Keluarga?" aku mendengus geli dan juga geram. Baru kali ini aku se-emosi ini. Aku yang selama ini selalu tenang, menjadi hilang kendali karena wanita ini. Apa sebenarnya yang membuatku hingga seperti ini? Aku sendiri tidak mengerti. Yang aku tahu, aku hanya ingin melindungi dia dari lelaki yang dia cintai tapi tidak mencintai dia balik.

"Kamu dikelilingi keluargamu yang selalu mencurahkan kamu cinta dan kasih sayang. Kamu tidak akan mengerti apa yang aku rasakan selama ini"

"Memangnya apa? Kalau aku, lebih baik tidak punya keluarga sekalian daripada hidup sepertimu. Bergantung pada orang yang terus menerus menyiksamu"

Seika mengangkat wajahnya dan menatapku dengan air mata mengalir deras. "Kamu tidak akan mengatakan hal seperti itu kalau keluargamu benar-benar diambil oleh Tuhan. Kalau keluargamu pergi meninggalkanmu begitu cepat bahkan saat kamu belum merasakan cinta dan kasih sayang mereka. Kalau kamu merasakannya, kamu tidak akan mengatakan hal itu" serunya dengan emosi. "Kamu jahat Devan!"

[4] My Lady [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang