Anna tampak tercengang mendengar jawabanku. "Kau benar–benar mencintainya?" tanyanya masih dengan wajah tercengang.

"Tentu saja. I love him with all my heart."

Wajah Anna tampak kasihan menatapku. "Kau jatuh cinta dengan orang yang salah, Audrey. Dia tidak sesempurna penampilannya.

"Anna. I knew he was a jerk. Arrogant. Selfish. Stupid playboy. And has a mass past. But, I love him. Okay?"

"Audrey. I'm sorry."

"Excuse me?"

"Sorry. Aku harus membuat hidupmu sengsara karena kau menolak menjauhi Hunter Presscot." Anna menatapku dengan wajah meminta maaf. "Tapi kau juga kunciku untuk membuat Presscot sengsara. Sekali lagi maafkan aku." Lalu, dia pergi meninggalkanku yang mematung sendirian di depan pintu apartemen menatap kepergiannya.

*******

"Audrey. Apa maksudmu dengan ini?" tanya Hunter menerobos pintu apartemenku dengan marah.

"Well. Hello? Good morning?" ujarku dengan santai sambil meminum green teaku. Aku tidak repot bertanya kepadanya bagaimana cara dia masuk ke dalam apartemenku tanpa memiliki kunci. "Tea?"

"Audrey, ini bukan saatnya untuk menawariku secangkir the," ujarnya dengan marah. "Apa ini? Apa maksudmu kau memesan tiket untuk ke Madrid?"

Aku sudah menduga kalau dia selalu menstalking seluruh rekeningku dan memonitori apa pun yang kulakukan. Oke. Sehabis ini aku akan mengecek apakah ada kamera tersembunyi di dalam kamarku dan apakah ada penyadap di teleponku? Hunter Presscot sungguh membuatku sibuk.

"Ehm. Bertemu dengan abuelaku?" Hunter membeku mendengar jawabanku. Rupanya dia sama sekali tidak menyangka dengan jawabanku. Dengan santai, aku mengambil tasku dan berjalan keluar dari apartemenku. "Kunci kembali apartemenku, Presscot jika kau sudah selesai di dalam sana."

Aku masuk ke dalam elevator dan memencet lantai lobi ketika aku melihat Hunter juga ikut ke dalam elevator. Kami berdua diam dalam keheningan yang sangat canggung. Aku dapat merasakan tatapan Hunter kepadaku tapi aku berusaha keras untuk tidak balik menatapnya. Ketika lantai mencapai lobi, aku segera keluar dan berjalan menuju basement.

Hunter menghentikan langkahku dan menatapku. "Aku akan mengatarnmu ke kampus."

"Tidak." Aku menjawabnya dengan cepat dan berusaha melepaskan diri darinya, tapi Hunter menghalangi langkahku. "Apa yang kau inginkan?"

"Kita harus membicarakannya."

"Kita akan membicarakannya jika kau sudah memberiku jawaban atas pertanyaanku."

"Audrey. Sudah kubilang, kau harus bersabar denganku," mohonnya.

"Hunter. Aku akan bersabar, tapi aku tidak bisa berjalan dalam kegelapan dan tanpa status hubungan," semburku kepadanya. "Aku lelah dengan semua pertengkaran kita. Aku lelah selalu menjadi pihak yang harus bersabar. Aku lelah dengan semua rahasiamu. Kau tidak pernah berusaha untuk membuka dirimu kepadaku bahkan aku sudah menceritakan semua rahasiaku kepadamu – berharap kau bisa membuka dirimu kepadaku. Apa yang harus kulakukan lagi? Jawab aku!"

Hunter terdiam menatapku dengan nanar. "Bersabarlah. I try. I try. Okay!"

"Kadang, aku berpikir apakah sebenarnya kita berdua tidak cocok? Apakah seharusnya kita memang tidak ditakdirkan bersama? Apakah kita terlalu memaksa untuk bersama?" Aku menatapnya dengan sedih. "Please, Hunter. Buat aku berpikiran positif dengan hubungan ini."

"Jangan katakan itu. Kita ditakdirkan untuk bersama," ujarnya dengan pandangan memohon. "Kita bukan pasangan kekasih."

Aku memejamkan mataku berusha menahan tangisanku. "I know. Kau tidak perlu..."

Beauty of Possession (REPOST, FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang