"Dia tuh ya, Kai. Harus ditatar. Masa cowok takut cicak?"

"Bodo!" Diego menggeserkan tubuhnya menjauhi Davka menjadi tepat dihadapan Kailasha yang duduk di sebelah Davka. "Tau ah! Gue gak mau jadi ketua pensi, bodo amat! Urusin sendiri sana!"

Davka yang semula tertawa seketika menghentikan tawanya kemudian ia berlari dan duduk disebelah Diego.

"Aduuh den Diego. Jangan ngambek dong, den. Maaf den, saya memohon maaf."

Diego berdecak kesal namun ia tetap menoleh ke arah Davka. Menatap wajahnya yang berpura-pura menyesal itu. "Cium tangan sang Raja! Cepet!" ujarnya sembari menjulurkan tangannya dan segera dicium oleh Davka.

Kailasha memutarkan kedua bola matanya jengah. Ia tak habis pikir mengapa ia bisa bertahan 7 tahun bersahabat dengan mereka yang tingkahnya saja tak jelas seperti ini.

"Kai, gue mau nanya deh," ujar Davka dengan wajah yang serius.

"Apaan?"

"Lo kenal sama yang namanya Afreen, gak?"

"Eh, kenapa nih adik Davka bertanya tentang wanita? Jangan-jangaan..." goda Diego sambil merangkulkan lengan kirinya kepada Davka.

Benar! Selama menjadi sahabat Davka, Kailasha maupun Diego tak pernah sekalipun mendengar Davka yang menanyakan sesuatu tentang wanita. Ia tak pernah kelihatan tertarik akan wanita. Meskipun ia hanya menanyakan hal sederhana seperti itu, tapi Kailasha sudah terlalu mengenal Davka. Terlalu banyak hingga ia tahu bahwa dibalik pertanyaan sepele itu tersirat siatu makna.

Entah apa itu, tapi Kailasha yakin bahwa hal itu akan tidak baik. Bukan tidak baik untuk Davka, melainkan hatinya.

Banyak yang bilang cinta tumbuh karena terbiasa. Dan tak ada persahabatan antara perempuan dan laki-laki yang berhasil. Dan disinilah Kailasha sekarang. Terjebak diantara perasaan yang membingungkan. Antara cinta dan persahabatan. Benar-benar hal yang lebih rumit dari sebuah persamaan fisika.

"Umm kenal," ujar Kailasha dengan senyuman lebarnya. "Dia kan temen sebangku gue pas kelas X. Emang kenapa, sih? Lo suka?"

"Ih apaan si lo berdua? Suka suka mulu. Emang salah ya gue nanya?" tanya Davka sembari memakan sebungkus roti coklat yang sejak tadi berada di hadapannya.

"Yaa lagian lo sih. Gak pernah keliatan ngedeketin cewek. Sekalinya gandengan, itu juga gandeng bunda lo atau ga nenek-nenek random yang lo bantuin nyebrang di jalan. Sekali-kali gandeng cewek gitu yang sepantaran," ujar Diego.

"Cewek yang sepantaran ama kita udah pada jago nyebrang semua. Gue gak perlu gandeng dia," ujar Davka santai hingga tak sengaja sudut matanya menangkap keberadaan Afreen yang tengah berjalan sendiri menuju ruang OSIS.

'Ngapain di ke ruangan gue?' pikirnya.

"Guys, gue pergi dulu, ya," pamit Davka yang segera berlari kecil tanpa menghiraukan pertanyaan dari Diego dan Kailasha.

Davka berlari kecil sambil menatap setiap pergerakan Afreen. Ia terlalu fokus hingga tak menyadari bahwa ada sebuah turunan yang membuatnya hampir saja terjerembab bila saja tak ditahan oleh Raehan.

Davka membenarkan posisinya dan menatap kakaknya yang ternyata juga menatapnya dengan tatapan tajam.

Melihat hal itu, Davka tersenyum lebar dan berterima kasih kepadanya. Dan tanpa berpikir panjang lagi, ia berusaha untuk kabur. Karena ia sadar bahwa kesehatan telinganya pasti akan terganggu akibat amukan dari seorang Raehan.

"DAVKAAA!!!" pekik Raehan yang kesal karena adiknya sudah berlalu begitu saja.

Davka terkekeh dan berbelok menuju ruangan OSIS berada. Dan benar saja, disana ada Afreen yang terlihat sedang mengintip dari jendela.

"Awas jangan ngintip! Ketua OSIS nya lagi ganti baju."

Afreen terkejut dan menoleh ke arah Davka yang sudah bersandar di pintu ruang OSIS dengan kedua tangan yang terlipat di depan dadanya.

Afreen berusaha mengontrol emosinya dan menampilkan wajah datarnya. Ia menjulurkan tangannya dan memberikan sebuah map berwarna kuning yang segera diterima oleh Davka dengan wajah kebingungan.

"Ini apa?"

"Berkas Taekwondo. Dari Pak Kino," ujar Afreen tanpa ekspresi seperti biasa.

"Eh bentar-bentar," ujar Davka berusaha menghentikan Afreen yang hendak berbalik pergi. "Ini buat ketua OSIS, kan? Kok kasih ke gue?"

"Lo Ketua OSIS."

"Tau darimana? Bukan. Gue mah masyarakat sipil."

"Gak ada yang gak kenal sama ketua OSIS usil ga jelas kayak lo. Udah ah, bentar lagi jam istirahat habis," ujar Afreen ketus dan tanpa menghiraukan apapun perkataan Davka, ia pergi.

"Hahaha kok dia lucu, sih? Menarik."

- TBC -

⚫⚫⚫

Kok update mulu, sih? Maaf ya. Jangan bosen bosen eheheh lagi ada inspirasi disini soalnya hehehe

Seharusnya ✔Where stories live. Discover now