5. Kejutan

8.1K 354 3
                                    


Ali menatap pantulan dirinya di cermin. Hari ini, Ali memakai pakaian bertema casual. Ali tetap tampan walau hanya memakai baju kaos berwarna hitam ditemani dengan jeans. Ali tersenyum sekilas lalu memperbaiki letak jambul kebanggannya itu. Dengan langkah santai, Ali berjalan keluar dari kamar yang sudah lebih dari sepuluh tahun ini dia tempati.

Ali berjalan menuruni satu-persatu anak tangga. Senyuman Ali semakin mengembang saat melihat keluarganya yang sudah berkumpul di ruang keluarga. Tapi sayang, hari ini adalah hari terakhirnya di Jakarta. Besok, ia sudah harus kembali kerja. Besok, ia akan flight selama 5 hari. Ali pasti akan merindukan suasana seperti ini saat ia berkunjung ke negeri sakura nanti.

"Eh, Li! Sini, gabung." panggilan dari Vino, kakak iparnya membuat Ali mengangguk dan menghampiri mereka.

Ali duduk bersama mereka di ruang keluarga. Ali melirik sekilas jam tangannya yang menunjukkan pukul sembilan pagi. Ali sudah memiliki janji dengan Prilly, pukul sebelas siang bertepatan dengan jam makan siang karena Prilly masih ada pemotretan dan Ali akan menjemputnya sebentar.

"Kamu mau kemana? Udah rapi aja," celetuk Resi, Mama Ali.

Ali tersenyum."Mau jemput Prilly, Ma. Sebelum Ali flight, Ali mau ngajakin Prilly jalan-jalan, palingan ke Mall." Ali beralih pada ponakan kesayangannya yang sedang bermain kereta bersama Verrel."Darren lagi main sama Uncle Rel, ya? Uncle Ai ikutan boleh dong, ya?"

Darren mengangguk antusias, matanya berbinar. Ali yang gemas langsung mencium pipinya lalu mengangguk meyakinkan. Akhirnya mereka main berempat, sesama lelaki. Kaia-Kakak-Ali yang sedang meneguk susu ibu hamil karena memang ia sedang hamil anak keduanya dan sudah memasuki 5 bulan itu tersenyum penuh arti menatap Ali yang kini sedang menggelitiki putra sulungnya itu."Prilly ya, Li? Pacar kamu itu? Kenalin dong, Li sama Kakak."

"Enggak, Kai. Bukan pacar Ali, calon Ali insyaallah." ucap Ali mantap membuat seluruh anggota keluarga yang berada di sana tersenyum dan mengucap syukur. Kaia tahu, Ali adalah orang yang serius, ia tidak akan bermain-main jika menyangkut hubungannya dengan seseorang. Apalagi ini hubungan Ali yang pertama dan Ali berharap hubungannya yang terakhir.

"Alhamdulillah, kamu harus jaga Prilly baik-baik, Li. Kamu nggak boleh macem-macem. Kalau mau macem-macem, halalin dulu, Li." canda Resi membuat semuanya terkekeh tak terkecuali Ali. Resi tersenyum lalu mengelus rambut Ali."Kapan-kapan ngenalin ke Mama ya, Li."

Ali mengangguk."Pasti, Ma." Ali melirik sekilas ke arah jam tangannya, tak terasa sudah setengah jam ia berada disini, sudah waktunya menjemput Prilly. Kalau tidak sekarang, pasti akan terkena macet. Ali mencium pipi Mama dan Kakaknya lalu menyalimi tangan mereka."Ali berangkat ya, takut macet."

Ali beralih pada Darren, ia mengecup pipinya sekilas."Uncle Ai berangkat ya, sayang. Nanti Uncle Ai beli es klim, mau?" Darren mengangguk antusias lalu mengecup pipi Ali. Ali mengelus pucuk kepalanya lalu beralih dengan menepuk bahu Kakak Iparnya."Hati-hati, Li." pesannya.

"Rel, lo gak keluar-keluar hari ini?" tanya Ali, beralih pada adik bungsunya.

Verrel menggeleng pelan."Kagak. Gue mager, Li. Bentar malam mau packing. Besok kita flight jam berapa?" Ali menggeleng pelan lalu menabok pipi adiknya pelan."Jam delapan. Jangan sampai lo kesiangan. Gue duluan ya, Rel."

"Jangan lupa oleh-oleh dedek bayi ya, Bang!" teriak Verrel saat melihat Ali yang sudah hilang dari pandangannya.

Resi menggeleng pelan."Hush! Ngawur kamu, gak boleh ngomong sembarangan, Rel. Nggak baik." Verrel terkekeh."Bercanda, Ma."

Gelak tawa kembali terdengar. Ali yang berada di dalam mobil mendengar gelak tawa mereka hanya mampu tersenyum. Ia berharap keluarganya akan tetap seperti ini. Keluarganya mampu kembali tersenyum dan tertawa berbeda saat Ayahnya meninggal tujuh tahun yang lalu yang mampu membuat keluarganya terpuruk. Ali sungguh tak menginginkan hal itu.

My Gorgeous Captain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang